Nirmala Rosalina Sujono (1), Lailatul Qadariyah Awalia (2), Rachelia Prisinta (3), dan Sundahri (4)
PS Agrogreknologi, Fakultas Pertanian, Univeritas Jember
PS Agronomi, Fakultas Pertanian, Univeritas Jember
Koresponden author : sundahri.faperta@unej.ac.id
Latar Belakang
Sistem pertanian organik menjadi solusi dari permasalahan yang timbul akibat program revolusi hijau yang menggunakan bahan kimia secara berlebihan yang berdampak negatif terhadap menurunnya tingkat kesuburan tanah, rusaknya lingkungan hidup dan berdampak mengancam kesehatan manusia (Yurlisa dan Susanti, 2018). Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pertanian organik sebagai alternatif pengelolaan pertanian lebih sehat baik bagi manusia maupun lingkungan. Pertanian organik menurut Internasional Federation of Organic Agriculture Movements/IFOAM (2008), didefinisikan sebagai sistem produksi yang menjaga kesehatan tanah, ekosistem, dan manusia. IFOAM sebagai organisasi nasional yang bergerak di bidang pertanian dari seluruh dunia, menjunjung tinggi pedoman kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan pangan, yang secara bersama-sama menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Pertanian organik menekankan penerapan praktik-praktik manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap kondisi setempat.Â
Aspek penting dalam memproduksi tanaman organik yaitu menghindari penggunaan protektan kimia, pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia sintetis dan sertifikasi sistem produksi organik (Suswandi, 2024). Adanya sistem sertifikasi organik yang dapat dipercaya menyebabkan konsumen meyakini keorganikan produk pertanian. Di Indonesia, Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan (Permentan No. 54 Tahun 2023) bagi produsen, prosesor, importir produk organik (Priantoro dkk., 2024). Standar jaminan mutu organik merupakan kegiatan penerbitan sertifikat sebagai jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa produk tersebut teah memenuhi standar yang dipersyaratkan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). Pelaku usaha yang sudah menerapkan sistem pertanian organik dan mendapatkan sertifikasi organik berhak mencantumkan logo organik Indonesia pada produk yang dihasilkan dan yang diperjualbelikan.Â
PembahasanÂ
Standar jaminan mutu pertanian organik di Indonesia diatur dalam SNI 6729:2016 yang mengacu pada standar internasional seperti EU Regulation dan USDA National Organic Program meliputi produksi, pengawasan, serta sertifikasi produk pangan organik. Sistem jaminan mutu ini mencakup tentang uji mutu, sertifikasi, dan suatu registrasi pada pupuk organik. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga terakreditasi, dengan fokus pada kesehatan tanah, keberlanjutan ekosistem, dan keadilan sosial. Tujuan utama dari SNI 6729:2016 adalah untuk memastikan integritas dan keaslian produk organik sepanjang rantai pasok, mulai dari produksi hingga konsumen akhir. Terdapat persyaratan pada dasar pada jaminan mutu dan GMP untuk bisa meningkatkan kualitas dan keamanan produk pangan. SNI sistem pangan organik merupakan persyaratan pada mutu dan tata cara penerapan sistem pangan pada organik yang ditetapkan oleh standar nasional indonesia.Â
Menurut Yurlisa dan Susasnti (2018), adapun Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pemberian input seperti pupuk organik dan pestisida nabati. Karakteristik input organik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pupuk dan pestisida harus meminimalkan atau meniadakan bahan sintetis kimia dan harus mengoptimalkan bahan-bahan yang berasal dari wilayah setempat sehingga bahan-bahan tersebut mudah didapatkan, harganya murah bahkan tidak perlu mengeluarkan biaya, serta ketersediaanya yang melimpah. Berdasarkan pada SNI 6729:2016 terdapat beberapa indikator utama untuk lahan agar dapat diakui sebagai pertanian organik.Â