1. Teori Kultivasi/Cultivation
Teori kultivasi secara khusus mengulas peran televisi sebagai media utama bagi pengetahuan masyarakat tentang realitas sosial dan lingkungan sekitarnya. George Garbner memperkenalkannya melalui studi "Cultural Indicator" sekitar tahun 1960. Dengan hipotesis bahwa pemirsa dalam kategori kelas berat, yang memiliki tingkat waktu menonton tinggi, cenderung mempertahankan konsepsi dan keyakinan mereka sejalan dengan apa yang disajikan di layar televisi. Jadi apabila televisi menampilkan banyak insiden kekerasan, khalayak cenderung membentuk persepsi bahwa lingkungannya tidak aman karena dipenuhi banyak tindak kekerasan, ini merupakan contoh efek komunikasi massa.
2. Teori Framing Â
Teori Framing oleh Erving Goffman menyatakan bahwa media memiliki kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada peristiwa tertentu dan kemudian menempatkannya dalam suatu konteks makna. Framing menjadi topik yang signifikan karena memiliki potensi pengaruh besar. Secara esensial, Teori Framing berpendapat bahwa cara suatu peristiwa diungkapkan kepada audiens dapat mempengaruhi bagaimana seseorang memproses informasi dan membuat pilihan terkait dengan informasi tersebut.
Erving Goffman mengemukakan bahwa individu menafsirkan apa yang terjadi di sekitar mereka dengan menggunakan primary framework atau kerangka utama. Menurut Goffman, terdapat dua jenis kerangka utama, yaitu kerangka natural dan sosial. Kedua jenis kerangka utama ini berperan dalam membantu individu menafsirkan data sehingga pengalaman mereka dapat dipahami dalam konteks sosial yang lebih luas. Perbedaan antara keduanya terletak pada fungsi masing-masing.
3. Teori Persamaan Media/Media Equation  X
Teori Persamaan Media, atau yang dikenal sebagai Media Equation, menyatakan bahwa orang cenderung memperlakukan media komunikasi dan komputer sebagaimana mereka memperlakukan dunia nyata atau manusia. Teori ini dikembangkan pada sekitar tahun 1990 oleh Byron Reeves dan Clifford Nass. Â
Teori media equation menjelaskan bahwa individu menerapkan norma sosial dan aturan interaksi manusia ketika berinteraksi dengan media. Dengan demikian, media dianggap setara dengan interaksi manusia, mampu menjadi lawan bicara yang dapat memahami dan merespons isu-isu kehidupan sehari-hari, seperti yang akan diceritakan kepada manusia. Lebih luas lagi, konsep ini menyatakan bahwa interaksi manusia dengan televisi, komputer, dan media baru pada dasarnya bersifat sosial dan alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H