Mohon tunggu...
Nirma Hasyim
Nirma Hasyim Mohon Tunggu... lainnya -

orang biasa yang bermimpi, berpikir dan bertindak biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Salam Tempel dalam Tradisi Lebaran di Indonesia

1 September 2011   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Salam Tempel, sebuah fenomena yang beberapa tahun belakangan menjadi sebuah tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari sukacita hari raya Idul Fitri. Teringat anak-anak kecil yang berkeliling dari rumah ke rumah untuk berziarah dan seringkali ketika ditawari untuk makan dan minum maka anak-anak yang masih polos ini akan berkata: minta uang saja tante (atau om). Benar-benar mengagetkan, anak-anak yang masih duduk di bangku SD dan mungkin TK ini sudah pandai meminta uang. Parahnya, momen lebaran dijadikan saat untuk berkeliling meminta uang.


Nah, bagaimana budaya ini bisa menjadi makin meluas? Kembali ke refleksi pengalaman masa kecil sekitar tahun 1980-an, kami pun biasa beramai-ramai dengan teman-teman akan berkunjung ke rumah tetangga atau teman dekat rumah. Saat itu, seingatku, kami akan ditawari untuk menikmati hidangan makanan khas lebaran di hari pertama, namun di hari-hari berikutnya hanya kue-kue dan cemilan-cemilan khas lebaran. Sama sekali tak ada kepikiran untuk meminta uang. Jikapun mendapat uang, biasanya memang diberikan oleh saudara-saudara terdekat, tapi bukan minta.

Saat ini, menjelang lebaran, banyak orang yang akan menukarkan uang dalam nominal kecil dan tentunya uang baru yang keluar dari Bank untuk dibagi-bagikan di hari raya. Sebenarnya, kesalehan dan kemurahan sosial ini niatnya sangat baik, namun perlu dipikirkan bagaimana efeknya. Ketika anak-anak yang masih dibawah umur sudah kita ajari tanpa sadar untuk menjadi generasi yang meminta-minta. Bahkan berziarah di hari raya pun sudah disertai dan diembel-embeli untuk mendapatkan salam tempel. Dan mereka dengan berani akan menolak jika hanya disuguhi minuman dan kue-kue yang tersedia di meja tuan rumah. Bahkan, anak-anak ini akan menyebarkan informasi ke teman-teman mereka bahwa si Bapak A ngasihnya sedikit, Ibu B murah hati, ngasihnya banyak dan lain-lain.

Kekhawatiran saya, meluasnya fenomena ini karena kita sendiri sebagai orang tua dan orang dewasa yang menyuburkan perilaku salam tempel ini.Pernah seorang tetangga berkata, “ahh, daripada repot-repot membuat minuman dan menyediakan kue bagi anak-anak mending diberi uang lembaran seribu rupiah yang baru, mereka pasti senang dan akan langsung pergi, daripada disuguhi air minum (sirup dan sejenisnya) dan mereka bisa jadi memecahkan gelas-gelas mahal yang dipakai.” Nah lho, bisa jadi kebiasaan menunggu salam tempel ini dimulai dari perilaku orang tua dan orang dewasa sendiri. Alih-alih menyambut tamu-tamu kecil di hari raya dengan penganan khas lebaran, mereka malah hanya diberi uang dan pulang. Saya jadi takut membayangkan, perilaku ini menjadikan anak-anak jadi terbiasa meminta dan buruknya menjadi biasa dengan perilaku mengemis.

Mungkin kekhawatiran saya berlebihan, tapi mengapa kita berusaha untuk menghentikan atau mengurangi atau menggantinya dengan memberi sesuatu tidak berupa uang. Walaupun mungkin agak sedikit repot dan mungkin malah mahal, mengapa kita tidak mencoba untuk menyiapkan goody bag seperti saat ada perayaan ulang tahun anak-anak. Kita tetap membuat mereka ceria di hari raya, dengan memberikan paket hadiah yang isinya bisa makanan atau minuman yang mereka sukai, mainan atau bahkan bacaan. Tak harus dengan menyuburkan budaya salam tempel. Mungkin terlalu mengawang-awang, kok saya berpikir salam tempel ini bisa menjadi bibit korupsi bagi anak-anak generasi penerus bangsa di hari depan. Mudah-mudahan tidak. Akhirnya, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin bagi semua kompasianer dan pembaca setia situs ini.                     

*nb. tulisan ini terinspirasi dari postingan salah satu kompasianer, baca disini:

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/09/01/akhirnya-sakit-setelah-berkeliling-mencari-salam-tempel-1-juta-rupiah/

 


 

 
 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun