Memiliki anak tentu mengharuskan orang tua menerima anak dalam segala kondisi dalam proses tumbuh kembang, termasuk saat anak sedang belajar merespon apapun yang diperkenalkan orang tua, atau orang tua juga belajar memahami ekspresi anak yang kadang marah, jengkel, menangis, tidak sabar, dan sebagainya.
Untungnya, orang tua di era disrupsi dengan kemutakhiran media seperti saat ini sangat terbantu dengan adanya teknologi. Keberadaan teknologi sangat membantu manusia dalam melakukan rutinitas sehari-hari, khususnya bagi keluarga muda yang memiliki anak usia di bawah lima tahun yang sedang gemas-gemasnya.
Sayangnya, teknologi juga menjadi jembatan bagi orang tua untuk mempersempit relasi antar personal yang lebih dekat antara orang tua dan anak, bahkan dalam situasi tertentu orang tua justeru mempersalahkan kenapa anak menjadi "sangat kecanduan" atau "over-time" saat menggunakan gadget.
Sumber dari kecanduan ini padahal disebabkan oleh orang tua yang memperkenalkan gawai dan internet, tanpa proses pengawasan maupun pendampingan. Akses internet yang menyajikan informasi serta beragam fitur virtual lainnya, tentu dapat menyihir siapapun penggunanya.
Namun, celakanya bila ini diberikan kepada anak maka akan menyebabkan "ketidaksiapan" terhadap mental dan psikologis anak yang cenderung menjadi lebih mudah kecanduan.
Pernah mengenal istilah tantrum pada anak?
Beberapa kali, di hadapan mata sendiri saya sering menyaksikan ada anak yang rela menangis dengan polah yang beragam dengan dalih ingin meminta (paksa) gawai orang tua yang di saat bersamaan sedang digunakan.
Alih-alih membuat pengasuhan menjadi terbantu, orang tua malah mendapatkan tanggung jawab baru untuk membelikan gawai baru yang merupakan "milik anak".
Bila dalam proses yang berlanjut, khususnya ibu-ibu seringkali mempertanyakan berulang-ulang "kenapa anak saya kecanduan nonton youtube?" tanpa melakukan refleksi ataupun berusaha memutus lingkar kecanduan.
Akibatnya anak bertumbuh secara otodidak dalam dunia yang dibangun sendiri. Bersifat personal-imajinatif, antar adia dan tontonan yang ia pilih sendiri, setiap hari dan dalam durasi yang lama.
Awalnya saya berpandangan bahwa fenomena ini hanya terjadi di wilayah perkotaan dimana para orang tua sibuk bekerja untuk memperoleh pendapatan akibat tantangan dan tekanan hidup yang lebih tinggi.