Mohon tunggu...
Nirina Amelia
Nirina Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ilmu Gizi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Paradoks Obesitas pada Anak, Dari Stereotip 'Lucu' Menuju Ancaman Kesehatan

27 September 2024   00:36 Diperbarui: 27 September 2024   00:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Obesitas pada anak sering kali dianggap sebagai sesuatu yang "lucu" atau "menggemaskan" di masyarakat kita. Bayi atau anak kecil dengan tubuh gempal sering dipuji dan dianggap sehat. Padahal, di balik tampilan yang terlihat menggemaskan, tersimpan ancaman kesehatan serius yang mengintai mereka di masa depan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Di Indonesia, angka obesitas pada anak menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan, terutama karena masih banyak orang tua yang salah paham akan bahaya obesitas. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak usia 5-12 tahun di Indonesia mencapai 18,8%.


Fenomena ini menimbulkan paradoks: anak yang gemuk sering dianggap sehat dan bahagia, padahal kondisi ini bisa membawa dampak kesehatan jangka panjang. Obesitas pada anak bukan hanya masalah estetika atau penampilan, tetapi juga menjadi faktor risiko berbagai penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, salah satu penyebab utama obesitas pada anak adalah perubahan pola makan yang lebih mengandalkan makanan cepat saji, serta kurangnya aktivitas fisik akibat meningkatnya penggunaan teknologi. Fenomena ini menjadi masalah yang perlu segera ditangani.

Pola makan yang tidak sehat menjadi salah satu faktor dominan penyebab obesitas pada anak. Perubahan gaya hidup modern membuat anak-anak lebih sering mengonsumsi makanan yang tinggi kalori, gula, dan lemak jenuh. Makanan seperti fast food, camilan kemasan, dan minuman manis dengan mudah dijangkau dan menjadi pilihan utama banyak keluarga. Di sisi lain, kesibukan orang tua yang lebih memilih makanan instan atau siap saji turut memperparah kondisi ini. Selain itu,persepsi masyarakat awam Indonesia meyakini bahwa belum makan jika belum makan nasi meskipun sudah mengkonsumsi fast food atau makanan tinggi kalori, sehingga porsi makan menjadi dua kali lipat. 


Selain pola makan, kurangnya aktivitas fisik juga menjadi pemicu obesitas pada anak. Gaya hidup sedentari, di mana anak lebih sering menghabiskan waktu bermain gadget, menonton televisi, atau duduk berjam-jam, mengurangi kesempatan mereka untuk bergerak dan membakar kalori. Data dari Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa sekitar 26% anak-anak di Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik selama satu minggu. Di era digital ini, tantangan orang tua untuk mendorong anak-anaknya aktif bergerak semakin besar. Akses terhadap gadget dan kemudahan bermain game online menjadi penghalang untuk menjaga anak tetap aktif secara fisik.

Stereotip bahwa anak gemuk itu "lucu" sering kali membuat orang tua tidak menyadari risiko yang dihadapi oleh anak mereka. Padahal, anak yang mengalami obesitas memiliki kemungkinan besar untuk tetap obesitas hingga dewasa. Beberapa penelitian mengatakan bahwa sekitar 80% anak yang mengalami obesitas pada usia 10-12 tahun akan tetap obesitas di masa dewasanya. Ini menunjukkan bahwa obesitas pada anak bukan hanya masalah sementara, tetapi memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan mereka.

Solusi untuk masalah obesitas pada anak harus melibatkan peran aktif dari orang tua, sekolah, dan pemerintah. Orang tua perlu lebih sadar akan pentingnya menjaga pola makan anak yang sehat dan seimbang, serta mendorong anak untuk lebih aktif secara fisik. Sekolah juga bisa berperan dengan menyediakan fasilitas olahraga yang memadai dan mengedukasi siswa tentang pentingnya gaya hidup sehat. Di sisi lain, pemerintah dapat mengeluarkan regulasi untuk membatasi iklan makanan cepat saji dan minuman manis yang menyasar anak-anak, serta memperbanyak kampanye kesehatan terkait bahaya obesitas.


Dalam kesimpulannya, obesitas pada anak merupakan masalah serius yang tidak bisa lagi dianggap remeh. Stereotip bahwa anak gemuk itu sehat dan lucu perlu diubah, karena kenyataannya obesitas adalah ancaman kesehatan yang nyata. Dengan kerja sama yang baik antara orang tua, sekolah, dan pemerintah, serta didukung oleh data ilmiah dari badan kesehatan seperti Kementerian Kesehatan dan jurnal-jurnal penelitian terkait, masalah obesitas pada anak di Indonesia bisa ditekan. Upaya pencegahan yang tepat akan membantu generasi muda kita tumbuh menjadi individu yang sehat dan produktif.

 

Referensi:

Sumarni, S., & Bangkele, E. Y. (2023). Persepsi Orang Tua, Guru Dan Tenaga Kesehatan Tentang Obesitas Pada Anak Dan Remaja. Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 9(1), 58-64.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun