Baru-baru ini media sosial dihebohkan karena dirilisnya sebuah film dokumentator yang berjudul “Dirty Vote” di awal masa tenang pemilu. Dirilis oleh akun YouTube Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia pada Minggu, 11 Februari 2024. Film tersebut kini sudah mencapai jutaan penonton bahkan jadi trending topik di media sosial dengan lebih 450 ribu unggahan dan mendapatkan apresiasi, juga berbagai kontroversi dari tokoh publik. Film yang berdurasi 1 jam 57 menit ini mengupas desain kecurangan pemilu 2024 termasuk peran presiden Jokowi, ketidaknetralan pejabat publik, bansos, dan pelanggaran etik lembaga negara.
Film “Dirty Vote” yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono serta 3 sosok pemerannya yaitu pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Film yang mengungkapkan tentang instrumen kekuasaan dalam memenangkan pemilu dan rusaknya tatanan demokrasi. Dengan dirilisnya film ini banyak orang yang akan makin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja.
Tayangnya film ini juga menyoroti bagaimana media massa dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi opini publik dan penonton juga akan melihat bagaimana media massa ini digunakan untuk menyebarkan informasi palsu sehingga dapat mempengaruhi hasil pemilu. Banyak fakta yang diungkapkan dalam film ini hingga penonton bisa mengetahui bagaimana kecurangan pemilu yang terjadi di pemilu tahun ini sehingga dapat merusak demokrasi, merugikan masyarakat dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.
Menurut Bivitri Susanti, Dirty Vote merupakan sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia. Dia juga menjelaskan pada film Dirty Vote bercerita bahwa kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis.
Dalam negara hukum dan demokratis, semua orang berhak atas kesempatan yang sama, terlepas dari hubungan keluarga mereka. Nepotisme memberikan keuntungan yang tidak adil kepada keluarga dan kerabat para pejabat dan ini melanggar prinsip kesetaraan. Namun, yang kita lihat sekarang pemimpin negara kita seolah-olah bersikap tidak netral sehingga sikap tersebut dianggap sebagai bentuk intervensi dan memanipulasi proses demokrasi. Potensi penyalahgunaan kekuasaan juga kita lihat bahwa dukungan presiden dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik. Seharusnya, presiden sebagai seorang pemimpin negara harus tetap menjaga netralitas.
Dalam film ini, kita bisa melihat bahwa realitas politik yang kotor seperti money politic itu nyata dan kita bisa menilai bahwa seorang calon politik yang mempunyai uang dan kekuasaan dapat memanipulasi hasil pemilihan umum sesuai dengan keinginannya. Dan pada pilkada tahun 2024 ini terbukti bahwa terdapat laporan tentang money politics yang dilakukan oleh beberapa kandidat. Bawaslu menemukan bukti berupa uang dan barang yang diberikan kepada pemilih. Nah, yang terjadi setelah pemilu muncul lagi politik yang kotor yaitu memanipulasi data dan hasil pemilu padahal itu dapat merusak demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Film “Dirty Vote”, meskipun menuai kontroversi, tetapi film ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih kritis terhadap informasi yang beredar dan pastisipatif dalam mengawasi proses pemilu. Masyarakat perlu mencari informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan gambaran tentang situasi politik di Indonesia dan proses pemilu yang terjadi.
Begitulah yang terjadi di negara kita saat ini, bahwa demokrasi saat ini sedang berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, terdapat kemajuan yang signifikan. Di sisi lain, terdapat berbagai tantangan yang perlu di tangani. Demokrasi di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan, namun terdapat harapan untuk masa depan yang lebih baik. Dengan partisipasi aktif dari semua pihak, demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan menjadi lebih kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H