Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.Â
KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.Â
KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan.Â
Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani. Â
Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta 'tangan dingin' pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Dalam proses "menuntun", anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang 'pamong' dapat memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lain. Oleh sebab itu, tuntutan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat)
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, "waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu". KHD menggunakan 'barang-barang' sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.Â
KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga merupakan sebuah ekosistem kecil untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan institusi pendidikan lainnya.
Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antara satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.
KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi murid Abad ke-21, tentu sangat berbeda dengan para murid di pertengahan dan akhir abad ke-20. Kodrat alam Indonesia dengan memiliki 2 musim (musim hujan dan musim kemarau) serta bentangan alam mulai dari pesisir pantai hingga pegunungan memiliki keberagaman dalam memaknai dan menghayati hidup. Demikian pula dengan zaman yang terus berkembang dinamis mempengaruhi cara pendidik menuntun para murid.Â
Budi Pekerti merupakan keselarasan (keseimbangan) hidup antara cipta, rasa, karsa dan karya. Keselarasan hidup anak dilatih melalui pemahaman kesadaran diri yang baik tentang kekuatan dirinya kemudian dilatih mengelola diri agar mampu memiliki kesadaran sosial bahwa ia tidak hidup sendiri dalam relasi sosialnya sehingga ketika membuat sebuah keputusan yang bertanggungjawab dalam kemerdekaan dirinya dan kemerdekaan orang lain. Budi Pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain.Â
Pernyataan diatas memaknai bahwa pendidikan adalah ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang memerlukan penuntunan dalam meraih nilai tersebut dan dalam penuntunannya disesuaikan oleh kodrat alam dan zaman. Berkolaborasi dengan keluarga menjadi salah satu cara untuk mengetahui karakter murid dan penanggulangaan untuk permasalahan yang nantinya akan terjadi dan penuntunan dalam proses pendidikan. Penanaman budi pekerti yang baik nantinya akan menimbulkan kesadaran diri untuk menjadi yang lebih baik dan sealu berusaha lebih baik. Kultur sosial budaya dari luarpun perlu disaring dan dipastikan kebaikannya untuk pendidikan di Indonesia karena perlu ada penyesuaian cocok atau tidak cocoknya terhadap kultur negara Indonesia.
Relevansi pernyataan Ki Hajar Dewantara dituangkan dalam tugas demonstrasi kontekstual yaitu memberikan pembelajaran kontekstual dalam pelajaran matematika. Mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa pembelajaran harus selamat dan bahagia. Pendidik memikirkan bagiamana caranya pembelajaran tersebut bermakna, selamat dan bahagia.Â
Pendidikpun mencerna pernyataan KHD bawa bermain adalah pendidikan. Oleh karena itu, pendidik menerapkan pernyataan tersebut pada tugas demonstrasi kontekstual, pendidik memberikan pembelajaran kontekstual yang diterapkan pada materi aljabar kelas VII. Sub materi yang menjadi tujuannya adalah siswa dapat menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk aljabar. Adapun kegiatan pembelajarannya terdiri dari tiga tahap yaitu tahap kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir.Â
Uraian kegiatan awal yaitu guru memberi salam, mengecek kehadiran, mengaitkan materi dengan pengalaman, menginstruksikan menyiapkan alat dan bahan yaitu buah-buahan, menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan stimulasi dengan memberikan ilustrasi cerita yang nantinya akan dibuat kelompok. Dalam kegiatan awal peserta didik menjawab salam, ketua kelas lapor kehadiran, buah-buah dan alat tulis siap, memperhatikan penjelasan guru terhadap tujuan pembelajaran, terlibat dalam situasi terhadap pemberian stimulasi ilustrasi cerita. Uraian kegiatan inti yaitu guru menjelaskan sistematika pembelajaran kelompok membuat cerita dengan memodifikasi ilustrasi cerita yang disampaikan pada kegiatan awal, nantinya setiap kelompok mempunyai cerita yang berbeda dengan unsur pengenalan aljabar, penjumlahan dan pengurangan aljabar pada cerita yang telah dibuat nantinya, guru memberikan bantuan secara klasikal melalui pemberian scaffloding bila diperlukan. Kelompok mengidentifikasi ilustrasi untuk memodifikasinya dalam pemanfaatan pada alat dan bahan yang sudah dibawa yaitu buah-buahan. Dua jenis buah yang sudah dibawa dibayangkan proses cerita yang nantinya cerita tersebut akan di tulis dikertas F4 yang disediakan guru, mengecek kembali cerita dan penyelesaiannya kemudian membuat kesimpulan.Â
Uraian kegiatan akhir yaitu guru betanya terkait kesimpulan, siswa menyimpulkan materi, guru memberitahu untuk pertemuan berikutnya adalah menghitung nilai bentuk aljabar dan siswa menyimak sambil mempersiapkan pelajaran selanjutnya.Â
Penilaian dari guru terdiri dari penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan. Aspek penilaian sikap diantaranya religius, peduli lingkungan (kebersihan), pantang menyerah, disiplin. Dalam penilaian sikap dituliskan nama siswa yang terbaik dan terburuk. Aspek penilaian pengetahuan yaitu mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, mengolah data dan verifikasi, memberi kesimpulan. Dalam penilaian sikap skor tertinggi setiap aspek adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Aspek penilaian keterampilan yaitu menyiapkan alat dan bahan dengan bobot skor maksimal 10, kelengkapan langkah penyelesaian bobot skor 70 dan kerapihan bobot skor 20.
Refleksi pembelajaran dipaparkan dalam beberapa tahap yaitu pemaparan, alasan, hasil , tantangan dan solusi. Pemaparan mengenai alasan dan sistematika pembelajaran yang dijelaskan dengan ringkas yaitu bermain merupakan kodarat anak. Permainan anak itulah pendidikan. KHD menyatakan pendidik harus memahami bahwa kodrat anak adalah bermain sehingga pembelajaran bisa diintegrasikan dengan bermain. Bermain berfaedah dengan arti bermain peran yang dituliskan dalam cerita menuju tujuan pembelajaran yaitu membuat cerita dengan unsur di dalamnya terdapat pengenalan dan operasi aljabar. Alasan mengenai latar belakang penerapan pembelajaran kontekstual pada materi aljabar yaitu materi yang abstrak.Â
Oleh karena itu, perlu ada pembelajaran menyenangkan, bermakna, selamat dan bahagia. Hasil yang didapatkan setiap kelompok selesaikan menyelesaikan kinerja dan mereka terlihat bahagia. Rencana yang sudah dirancang tidak selalu mulus dalam penerapannya.Â
Tantangan yang dihadapi pendidik pada penerapannya yaitu tantangan mengontrol emosi dan berpikir cepat mencari solusi supaya tujuan pembelajaran terlaksana dikarenakan terdapat kelompok yang tidak membawa buah, ada kelompok tidak membawa pisau untuk memotong buah dan ada kelompok membawa satu jenis buah dan jajanan permen.Â
Solusi yang diberikan pendidik untuk kelompok tidak membawa buah yaitu membeli dua jenis snack atau jajanan di minimarket sekolah, kelompok yang membawa satu buah dan jajanan masih bisa mengerjakan tugas dan yang tidak membawa pisau segera mencari pisau di dapur sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H