"Inez!!!!!" serta merta tanganku memeluk Inez adikku. Mataku terpejam, badanku bergetar. Aku takut. "Sialan nih, kok bisa sih di bandara mati lampu. Malu-maluin aja, mana banyak banget turisnya," sewot Inez Plop....lampu akhirnya kembali menyala. Aku melepaskan pelukanku namun badanku masih belum berhenti bergetar. Ya, aku memang takut akan gelap. Apalagi gelap yang tiba-tiba seperti mati lampu. Aku dan Inez kembali berjalan menuju ke luar bandara. Pintu bandara terbuka dan dengan segera kurasakan belaian lembut angin malam di wajahku. Akhirnya, aku tiba di Jakarta. Kota yang penuh kenangan. Kami masuk ke sebuah taksi yang sudah sedari tadi menunggu dan melaju perlahan. Sepanjang perjalanan suara Inez masih terdengar menggerutu akan berbagai hal. Macetnya kota Jakarta meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, banyaknya jalan yang berlubang, angkot yang ugal-ugalan dan selalu menyalip taksi kami dan banyak lainnya. Aku hanya terdiam menatap pemandangan kota Jakarta lewat jendela taksi. Pikiranku pun melayang ke masa lalu. Masa kecilku dan Inez yang menyenangkan. Masa dimana kebahagiaan itu serasa tak akan pernah terenggut dari kami. Inez adalah kembaranku namun begitu sifatnya sangat berbeda denganku. Sewaktu kecil ia selalu diliputi sinar keceriaan. Semua orang yang melihatnya rasanya ingin sekali memeluknya. Benar-benar anak yang mampu merebut hati semua orang. Aku sendiri memang tidak seaktif Inez, tapi sewaktu kecil aku mampu tersenyum, aku mampu bermanja ria dengan semua orang, aku mampu meluluhkan setiap hati orang yang melihatku. Aku dan Inez di masa lalu, kami merupakan pujaan hati setiap orang, terutama mama dan papa. Sekarang, semuanya berubah. Inez menjadi wanita yang hanya bisa menggerutu dan mengeluh. Sedangkan aku, aku menjadi semakin pendiam dan larut dalam duniaku sendiri. Aku tidak pernah tersenyum sekalipun apalagi tertawa. Muram dan dingin. Entah sejak kapan kami berubah, kami sama-sama tidak ingat. Sepertinya sudah lama sekali, sangat lama. Sekeras apapun kami berusaha mengingat ataupun berubah seperti dulu, kami tak mampu. Sepertinya ada bayangan hitam yang mengikat kami sekaligus menutupi ingatan kami. Mungkin kenangan itu sangat buruk hingga otak kami tak mau mengingatnya kembali. Apapun itu, semuanya sudah terjadi. Sudah lama kami hidup seperti ini dan biarlah kami terus hidup seperti ini. Taksi kami berhenti di sebuah rumah yang sudah tidak asing bagi kami. Ada secercah keraguan di hatiku saat Inez membuka kunci pintu rumah itu. Rumah ini sudah 15 tahun ditinggalkan kosong. Pasti perabotannya sudah berdebu, pikirku. Inez membuka pintu dan tiba-tiba "Arrrrrggggghhhh.......!!!!!!" Bersambung... Sumber foto: http://today.ccopinion.com/images/2006/2006-02-olsen-twins-badgley-mischka2.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H