Di indonesia terdapat beberapa agama dimana agama yang paling tua adalah agama Hindu. Dalam agama Hindu ada istilah punarbhawa dimana adanya lahir hidup dan mati yang disebut sebagai samsara, dalam agama Hindu ada yang namanya upacara pengabenan dimana pengabenan dilakukan saat ada orang yang meninggal pengabenan ini bersifat wajib dilakukan oleh agama Hindu karena pengabenan bersifat sakral. Adapun desa yang paling tua di pulau bali yaitu desa trunyan, yang berada di timur danau batur jika kita kesana kita harus memerlukan perahu untuk menyeberang menuju desa trunyan tersebut, masyarakat Bali umumnya jika ada Orang meninggal pasti dilakukan penguburan atau pembakaran mayat, sedangkan tradisi masyarakat desa trunyan berbeda dimana setiap orang meninggal mayat nya tidak di kuburkan atau di bakar, mayat nya di diamankan begitu saja di kuburan layaknya seperti orang tidur terlentang. Dimana disana disebut dengan "kubur angin".  Dan di pulau Bali yang di kenal masyarakat adalah ngaben "kubur api" , sebagai upacara kematian selain dinamakan ngutang mayat ada juga pengabenan tapi upacara pengabenan di desa trunyan di lakukan dengan berbeda dengan umat agama Hindu Bali.  Adanya nama Hindu-trunyan karena mite masyarakat trunyan adanya pohon taru menyan. Dimana yang saya ketahui pohon tersebut menyerap bau mayat yang ada di dalam kuburan sehingga di kuburan tersebut jika ada orang yang meninggal dan mayat nya di diamkan mayat tersebut tidak berbau karena ada nya pohon taru menyan. Menariknya ada nya perbedaan antara cara penguburan tersebut yang bersumber dari umur,status, dan cara kematian dan bagaimana kondisi masyarakat desa trunyan meninggal. Di desa trunyan ada istilah "mepasah-an" dimana orang meninggal mepasahan itu disebut orang yang meninggal yang sudah berumah tangga,atau masih bujangan, atau masih perawan, dan anak kecik yang telah tumbuh gigi susunya. Sedangkan yang di kebumikan orang orang yang meninggalnya kecelakaan,atau ada luka luka seperti luka jatuh, dan adanya penyakit, selain itu orang yang kematiannyanya yang  dianggap tidak wajar adalah orang yang mati nya dengan melakukan gantung diri atau adanya pembunuhan. Terkait itu desa trunyan terdapat 3 sema kuburan yaitu sema wayah,sema bantas,sema nguda. Dimana sema wayah di khususkan dengan orang Orang yang kubur angin atau mepasah. Di sema Wayah terdapat 7 petak saja dimana jika ada orang yang meninggal di desa trunyan kita taruh di bagian orang yang sudah lama
Meninggalnya, dimana kita sembahyangkan memohon izin dengan penghuni lama, tulang belulangg penghuni lama kita singkirkan ke samping di luar petak maka baru jenazah baru itu di taruh di petak tersebut, sedangkan di sema Bantas dimana proses penguburan nya ini dilakukan dengan kubur tanah, dan terakhir ada sema nguda tempat pemakaman ini hanya untuk orang orang yang belum menikah atau yang bisa disebut dengan orang orang yang masih truna, bajang. Dimana orang yang meninggal diamankan dengan mepasah. Namun di sini juga dilakukan pemakaman untuk anak anak bayi yang belum masuk waktu meketus dan anak anak bayi ini dimakamkan dengan cara kubur tanah. Menurut keyakinan orang orang di desa adat trunyan dimana orang yang di makamkan di sema nguda maka keluarga yang di tinggalkan tidak melakukan upacara ngaben. Orang orang yang belum menikah, atau yang masih truna truni atau adapun bayi yang belum fase maketus ataupun yang sudah di fase maketus dianggap masih suci.  Mereka bisa kembali ke kawah surga tanpa harus di sucikan melalui melakukan pengabenan mereka adalah golongan yang di sayangi oleh ratu sakti pancering jagat, sehingga tidak perlu reinkarnasi lagi ke bumi trunyan. Lain halnya dengan mereka yang di makamkan di sema wayah walaupun mereka meninggalkan nya secara wajar karena mereka sudah menikah maka mereka perlu melakukan upacara ngaben, setelah pengabenan selesai baru mereka bisa masuk ke dalam ( dunia orang meninggal). Lalu dari sini mereka bisa menitis kembali sebagai manusia melalui tubuh  keturunan yang dalam satu garis kerabat atau dadia.
Bagi yang di makamkan di sema bantas dimana mereka meninggal karena adanya pembunuhan, bunuh diri, atau ada luka luka karena penyakit tertentu maka menurut keyakinan masyarakat trunyan bukan hanya ngutang mayat dan ngaben mereka perlu melakukan upacara penyucian diri tambahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H