Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Petualangan di Tottori Jepang

24 September 2010   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:59 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada bulan Agustus 2010 yang lalu, saya melakukan perjalanan petualangan di Tottori Perfecture tepat di musim liburan “obong” musim panas tahun ini.Libur Obon adalah hari-hari libur tidak resmi sebelum dan sesudah tanggal 15 Agustus. Walaupun perayaan Obon tidak merupakan hari libur resmi, perusahaan dan pemilik usaha sering meliburkan diri selama beberapa hari (Sekitar 13-16 Agustus) atau hingga satu minggu, akan tetapi kali ini saya bisa libur 12-16 Agustus 2010. Pada umumnya di Jepang libur obon digunakan untuk berziarah ke makam leluhur dan berkumpul dengan sanak keluarga di kampung halaman dan juga pastinya sebagai waktu yang tepat melakukan perjalanan wisata ke berbagai tempat yang disukai oleh orang Jepang. Di Indonesia suasana ini bisa dikatakan hampir mirip dengan suasana lebaran.

Warna orange: Perfecture Tottori Kenapa saya sebut “Perjalanan Petualangan”? Karena perjalanan jauh sekitar 400 Km dari Kota Kyoto dengan tujuan utama mendaki gunung Daisen yang ada di Propinsi Tottori dan sebelumnya melakukan tidur di dalam tenda atau kemah di suatu tempat dekat dengan laut di salah satu sudut Kota Tottori Perfecture Tottori. Perfecture Tottori merupakan salah satu prefektur atau propinsi di bagian timur laut wilayah Chugoku yang terletak di bagian barat Pulau Honshu, Jepang. Kota Tottori merupakan ibu kota Prefektur Tottori. Propinsi ini banyak pengunungannya yang dikenal dengan pegunungan “San in”, dengan begitu tidaklah heran jika sepanjang jalan tol yang saya lewati selalu saja menerobos terowongan di bawah gunung-gunung. Sungguh menakjubkan karena tak tahan menghitung berapa banyak terowongan yang saya tembus. salah satu terowongan di tottori salah satu terowongan di tottori Hari Pertama asyik belajar di depan tenda Setelah melakukan perjalanan panjang sekitar 7 jam bersama 2 kali istirahat dan makan siang di Service Area, kami tiba di Bumi Perkemahan dan Wahana Negeri Anak-anak atau yang di sebut “Kodomo No Kuni” di Kota Tottori bagian atas, karena memang lautan terlihat dari tempat luas ini. Kodomo No Kuni merupakan daerah di daerah ketinggian Kota Tottori dengan sarana bumi perkemahan, tempat permainan anak-anak dengan kolam renangnya yang menarik. Saya dan keluarga melakukan kemah semalam di tempat ini. Bagi saya yang sering melakukan kemah di berbagai tempat, menilai kemah di tempat ini merupakan hal yang lain dari yang lain. Hal lain yang saya maksud yaitu betapa susahnya mendirikan sebuah tenda yang bisa muat 5 orang sendirian. Saya harus mendirikan tenda sendirian dengan musuh utama angin kencang yang tanpa kompromi, sekali lengah tenda saya bisa kabur beberapa ratus meter. Saat itu memang perkiraan cuaca sedang mengumumkan lewatnya taifun atau angin kencang yang sering melanda Jepang. Dengan mengerahkan tenaga dan putar-putar otak akhirnya tenda saya berdiri tegak walau dari segi waktu melebihi target yang kira2 hanya makan waktu 1 jam saja jika tanpa hambatan apa-apa. Tentu saja anak-anak saya, Hiroki dan Kirana juga Aoi, keponakan perempuan senang dengan pemandangan lautnya dari ketinggian, padang rumputnya dan tentu saja permainan anak-anak dan renang di kolam mungilnya. makan bersama di depan tenda salah satu arena bermain anak-anak di kodomo no kuni Hari kedua Sebelum makan siang saya putuskan untuk membongkar tenda dan cabut dari “Kodomo No Kuni” untuk menuju salah satu obyek wisata andalan Perfecture Tottori ini. Tidak jauh dari tempat kemah ini, kira-kira 10 menit mengemudi sudah sampai di “Tottori Sakyu”, dalam Bahasa Inggris disebut Tottori Sand Dunes atau dalam Bahasa Indonesia disebut Guguk Pasir Tottori. Guguk Pasir ini sangat luas dan kita harus menaiki dan menuruninya dengan ketinggian yg cukup jika ingin berkeliling, dan kita bisa melihat pantai dibawahnya yang indah. Bedanya dengan padang pasir yaitu mungkin hanya kedatarannya saja. Guguk pasir Tottori juga merupakan objek penelitian teknik pertanian tanah gersang yang dilakukan Universitas Kajian Ilmu Lingkungan Tottori. Guguk pasir Tottori ini merupakan guguk pasir terbesar dan satu-satunya yang ada Jepang. Guguk Pasir yang dibentuk oleh angin Guguk Pasir Tottori Guguk pasir Tottori merupakan bagian dari Taman Nasional Sanin Kaigan, melintang dari utara ke selatan sepanjang 2,4 km dan membujur dari barat ke timur sepanjang 16 km. Menurut panfket panduan yang say abaca, guguk pasir Tottori ini terbentuk dari endapan sedimen batu granit asal Pegunungan Chugoku yang terbawa aliran Sungai Sendai ke Laut Jepang. Arus laut dan angin mengangkat pasir dari dasar laut ke pantai untuk kemudian diterbangkan angin membentuk perbukitan pasir. Tiupan angin secara terus menerus ke arah pantai mengubah-ubah bentuk guguk pasir Tottori. Guguk pasir Tottori yang kami kunjungi ini diperkirakan sudah ada sejak 100.000 tahun yang lalu, tapi wilayah guguk pasir terus berkurang akibat program penghutanan kembali yang dilakukan pemerintah Jepang di pasca Perang Dunia II. Selain itu, penghalang dari beton yang dibangun untuk melindungi daerah pantai dari tsunami berakibat pada terganggunya arus laut dan tiupan angin yang membawa pasir dari dasar laut ke pantai. Usaha mengurangi penyusutan guguk pasir terus dilakukan pemerintah daerah ini karena guguk pasir merupakan objek pariwisata andalan Prefektur Tottori. Menurut petugas Kantor Konservasi yang saya temui di kantornya tidak jauh dari tempat kami mencuci kaki yang kotor setelah menginjak-injak pasir itu, setiap tahunnya diperkirakan sekitar 2 juta wisatawan datang berkunjung ke guguk pasir Tottori. Pemerintah daerah bahkan sampai mencabuti rumput di sekitar guguk pasir dan membuang pasir ke laut dengan harapan arus laut dan angin akan membawanya ke pantai. inilah kami Sekitar 2 jam kami menikmati keindahan Guguk Pasir Tottori ini. Pastinya anak-anak senang karena bisa berlari bebas di atas pasir dan naik turun di gunung-gunung (guguk) kecil sampai di bibir pantainya. Tak ketinggalan anak-anak juga sempat naik unta yang disediakan oleh pengelola obyek wisata ini. Sekedar informasi saja tarif naik unta ini untuk 3 orang anak sebesar 3.500 Yen (Sekitar Rp.350 Ribu) untuk 10 menit-an naik berputar-putar. Kata pengelolanya sudah murah karena 1 ekor unta sebenarnya hanya bisa dinaiki 2 orang anak saja. Hehe......Sekali lagi yang penting anak-anak senang ! Ohh…..untung unta yang untung…… Di obyek wisata ini juga difasilitasi robwey, yaitu kereta gantung yang membawa para pengunjung sampai di guguk pasir dari tempat parkir toko souvenir dan restoran dan juga sebaliknya. Robway ini mempunyai daya tarik sendiri khususnya untuk anak-anak karena asyiknya mirip sebuah permainan dan juga karena menyeberangi sebuah jalan raya utama di depan obyek wisata ini. Aoi dan Hiro asyik naik robway Asyik naik unta bertiga Tidak jauh dari tempat parkir restoran obyek wisata ini, kira-kira hanya perlu waktu 5 menit berjalan kaki terdapat Musium Pasir. Musium ini juga mempunyai daya tarik yang bagus untuk para wisatawan. Salah satu karya musium ini adalah patung-patung berbagai ukuran yang bagus terbuat dari pasir Tottori Sakyu yang ada sekitar museum ini. Tahun ini tema patung-patung pasir di museum ini adalah “Africa”, dengan begitu segala patung kehidupan, binatang dan juga yang baru popular tahun ini adalah Piala Dunia menjadi tema dan menghiasi gedung museum ini yang bangunannya sengaja dibuat non-permanent. Patung Pasir Poster Musium Pasir Tottori Patung Pasir Di antara berbagai atraksi berpasir di Guguk Pasir Tottori atau dikenal juga dengan Tottori Sand Dunes di Jepang wilayah Chugoku ini adalah Museum Pasir, sebuah pameran seni daerah yang unik yang didedikasikan untuk patung pasir.Musium Pasir ini mengadakan pameran kecil pertama mulai November 2006. Beberapa pematung menggunakan keahlian mereka untuk meraut dan mengukir blok besar dari pasir dan mengemas ke dalam desain di bawah tema Renaisans Italia. Kemudian di bulan April tahun 2008 dengan pameran lagi didedikasikan untuk situs Warisan Dunia Asia, dan kemudian pada bulan September tahun 2009 dengan menampilkan bertema Austria. Museum Pasir saat ini sedang dalam pameran yang keempat, yang betema “Around the World in Sand ~Africa~ ” atau "Mengelilingi Dunia Dalam Pasir ~ Afrika ~" Seniman Amerika Utara, Eropa, dan Australia bekerja di bawah bimbingan museum Umum Produser Katsuhiko Chaen Jepang untuk menghasilkan sepuluh desain besar. Pameran bertema Afrika kali ini dibuka pada tanggal 29 April 2010, dan dijadwalkan untuk tetap buka sampai 10 Januari 2011. Silakan menyempatkan diri mengunjunginya.Museum ini mencatat bahwa "daya pikat patung pasir terletak pada kehidupan yang pendek dan sifat rapuh," sebuah pernyataan kuat yang dapat dengan mudah dipahami setelah melihat hanya salah satu bagian seni yang luar biasa secara pribadi. Patung-patung yang merupakan hasil karya para memahat dari berbagai negara itu sempat mengagumkan kami, terutama anak-anak yang selalu ingin menyentuhnya dan selalu bertanya-tanya bagaimana cara membuatnya. Salah satu yang menimbulkan pertanyaan saya yaitu patung-patung itu terbuat dari pasir dan penempatannya ada yang di luar ruangan tanpa atap pelindung dari air hujan, padahal sat itu kadang sering turun hujan walau musim panas. Setelah bertanya kepada salah satu staf kreatornya, saya merasa beruntung karena mendapatkan banyak penjelasan lengkap secara khusus dan untuk pertanyaan saya yang tertulis diatas, dia menjawab rahasianya yaitu setelah proses ukir selesai dan finishing dilakukan dengan menyemprotkan air yang dicampur lem untuk pelindung dan untuk memperkeras patung pasir tersebut. Anak-anak pun sempat mencoba sebentar cara pembuatan patung ini dengan bimbingan staf creator yang ramah tersebut. Kunjungan petualangan di Musium Pasir yang sempat seakan kami terbawa ke dalam nuansa Afrika ini saya akhiri dengan melanjutkan perjalanan menuju kota kelahiran Gosho Aoyama atau yang bernama asli Yoshimasa Aoyama, yaitu seorang pencipta dan pengarang komik Detective Conan yang sangat terkenal itu. Kira-kira satu jam perjalanan dari Musium Pasir tadi kami sudah sampai di Kota Hokuei di Propinsi Tottori juga di mana Musium Gosho Aoyama berada. Nampang bersama Gosho Aoyama Aoi, Kira dan Hiro foto bersama Conan dkk Patung Conan di depan Musium Suasana di dalam musium Saya di ruang kerja Gosho Aoyama Gosho Aoyama lahir pada 21 Juni 1963 di kota kecil ini. Karena menghargai kontribusi Gosho Aoyama sebagai seorang komikus dan penghuni teladan, kota tempatnya berasal, Hokuei, telah melakukan berbagai proyek revitalisasi kota (machi okoshi). Sebuah museum bernama Aoyama Goushou Furusato-kan, dibuka pada 18 Maret 2007. Selain itu, dibangun juga Jembatan Conan yang menyeberangi Sungai Yura yang diapit dua patung Conan. Jembatan Konan di Kota Hokuei Kami mengunjungi Musium itu yang memamerkan berbagai karya-karya Aoyama beserta proses pembuatan komik dan film Conan. Salah satu yang sangat menyenangkan yaitu saya bisa masuk ruangan dan duduk dikursi Gosho Aoyama saat dia melukis komik Conan itu dan juga bisa memegang kertas-kertas bergambar komik Conan asli lukisan beliau. Tak terlewatkan juga kami berjalan-jalan sepanjang Jalan Conan dan menyeberangi Jembatan Conan dan melihat-lihat patung-paqtung Conan yang ada di sana. Walau sekitar 2 jam saja kami berada di Musium Conan dan Kota Hokuei itu merasa puas karena anak-anak saya mendapatkan kepuasan yang luar biasa melebihi saat di menyaksikan film Conan di televisi. Pertemuan kami dengan Conan ini saya akhiri dengan melanjutkan perjalanan petualangan ke Gunung Daisen yang terletak di Propinsi Tottori. Perjalanan dari tempat ini makan waktu kira-kira 2 jam untuk sampai di Daisen-cho, yaitu daerah atau desa terakhir yang ada di bawah gunung Daisen. Di desa inilah terdapat pintu masuk untuk mendaki gunung atau dikenal dengan istilah “Toyama-guchi” dalam Bahasa Jepang. Gunung Daisen Mendengar kata “desa terakhir” di bawah gunung terkesan teringat kembali akan desa terakhir di daerah kopeng di bawah kaki gungung merbabu saat saya sempat mengunjunginya untuk mendaki Gunung Merbabu kira-kira 20 tahun yang lalu. Jangan dibayangkan keadaannya seperti itu desa terakhir di Daisen-cho ini. Desa ini mrmpunya akses jalan raya yang bagus bisa dilewati berbagai kendaraan termasuk bus ukuran besar. Di dekat pintu masuk pendakian, kira-kira 100 meter jaraknya terdapat berbagai restoran dan toko-toko yang menyediakan berbagai macam perlengkapan pendakian atau perlengkapan bermain ski, krn jika musim dingin tiba tempat ini terdapat arena permainan ski. Salah satu took perlengkapan kegiatan luar (outdoor-shop) yang terdapat di daerah ini yaitu Mont-Bell. Guest House dan hotel-hotel bagus pun juga banyak terdapat di desa ini. Hotel Daisen Shirogane tempat kami menginap Ekspedisi atau pendakian Gunung Daisen ini kami mulai tepat pukul 4 pagi tgl 14 Agustis 2010. Acara pendakian tersebut sempat tertunda yang sebenarnya saya rencanakan tengah malam karena kondisi cuaca dan persiapan-persiapa untuk 3 orang anak yang harus dibantu dan dimotivasi terus supaya mau dan semangat mendaki bersama kedua orang tuanya. Setelah breafing bersama pendakian Gunung Daisen kami lakukan dengan sebelumnya menulis dan memasukkan surat pemberitahuan ke dalam kotak khusus pelaporan pendakian yg ada pos pintu masuk mendaki gunung tersebut. segala perlengkapan kami untuk pendakian gunung daisen suasana pendakian bersama anak-anak Gunung Daisen merupakan gunung tertingi di Perfectur Tottori dengan ketinggian 1.729 meter. Walaupun hanya setinggi itu tapi cukup membuat kami berusaha keras mendaki dan menuruninya. Total waktu yang kami butuhkan untuk mendaki gunung tersebut kira-kira 10 jam pulang pergi. Sebenarnya bisa lebih cepat dari itu karena pendakian gunung bersama anak kecil harus sabar dan harus juga membantu dan menolong mereka untuk sukses sampai puncak dan sampai bawah lagi dengan selamat. Hal yang mengagetkan saya yaitu ternyata anak-anak saya bersemangat dan malah Hiroki dan keponakannya, Aoi lebih dulu mencapai puncak dan demikian juga waktu turunnya. masak air di puncak gunung daisen hiro minum hangat di puncak gunung daisen makan mie instan di puncak gunung daisen Kira dibantu Aoi turun gunung ijinkan saya pose di puncak gunung daisen Tepat jam 3 sore kami semua sudah sukses menuruni Gunung Daisen dengan selamat dan berkat semangat baja kami juga. Hari itu kami habiskan melepas kelelahan dan menyambung tulang-tulang kaki kami yang hampr putus karena kondisi jalan gunung itu yang sama sekali tidak datar di Hotel Daisen Shirogane. Keramahan pegawai hotel itu serta fasilitas onzen-nya bisa cepat mengembalikan tenaga kami yang hilang. Anda ingin juga berpetualang dengan tantangan ini? Makan malam di hotel merayakan suksesnya ekspedisi gunung daisen Hari terakhir kami di Perfectur Tottori dihabiskan dengan mengunjungi Kota Sakaiminato, kira-kira 1 jam perjalanan dari Daisen-choo, yaitu merupakan kota kelahiran Shigeru Mizuki, seorang pengarang cerita komik Ge Ge Ge No kitaro yang dalam judul aslinya "Hakaba Kitaro". Beliau lahir di kota ini pada 8 Maret 1922 dan sangat dihormati karena karya-karyanya sehingga membuat kota kelahirannya dikenal luas oleh masyarakat. Shigeru Mizuki Hiroki bersama Shigeru Mizuki

Ge Ge Ge No Kitara merupakan cerita hantu Jepang yang terkenal. Ceritanya yaitu seorang hantu (Kitaro) dan ayahnya (Medama-oyaji) yang berupa mata adalah suku terakhir dari suku hantu. Kitaro memiliki satu mata, sementara rambut panjangnya menutupi sebelahnya. Untuk melawan para hantu jahat, dia menggunakan alat-alat di tubuhnya dari sendal hingga rambut. Teman-teman sesama hantu juga dipanggil menolongnya, terutama 'Nenek' (Sunakake) yg sangat bijak, Ittan Momen yang sering di naiki untuk kemana-mana dan Nurikabe, hantu tembok yg sering digunakan untuk menindih lawan Kitaro. Dia berteman dengan Otoko, yang pernah ditolong olehnya hingga suka pada Kitaro. Kitaro, walau penampakannya seperti manusia biasa, sebenarnya ia adalah hantu. Dengan penampilannya yang khas, kitaro berjuang untung menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dan hantu.

Hiro, Kira dan Aoi bersama Kitaro Aoi dan Hiro bersama Kitaro di depan Musium Hiro dan Aoi  Nezumi

Di kota Sakaiminato ini kami sempat mengunjungi Musium Memorial Shigeru Mizuki yang memajang berbagai karya komik Ge Ge Ge No Kitaro. Selain itu, di depan museum itu terdapat jalan dengan pertokan yang ramai menjajakan barang-barang yang berhubungan dangan cerita ini. Pemerintah kota Sakaiminato seperti halnya kota kelahiran Gosho Aoyama, Hokuei juga menjadikan salah satu jalan utamanya sebagai tempat mengenang karya besar Shigeru Mizuki. Jalan Shigeru Mizuki dekat dengan museum tadi dipenuhi dengan patung-patung tokoh-tokoh komik Kitaro yang terbuat dari perunggu.

Mizuki Shigeru Road Kirana main di Mizuki Shigeru Road Hiro dan Kira bersama Kitaro di Musium

Kami tak melewatkan kesempatan untuk berjalan-jalan sambil menikmati patung-patung itu serta keluar masuk took-toko yang menjual berbagai barang yang berhubungan dengan cerita Kitaro. Acara seperti ini tidak membuat anak-anak, Hiroki dan Kirana bosan walau 3 tahun yang lalu sempat dan pernah mengunjungi kota dan tempat ini. Beginilah magis cerita Ge Ge Ge Kitaro yang disukai anak-anak. Mungkin ada baiknya anda mengunjungi kota ini bila berkesempatan datang ke Jepang.

Petualangan di Tottori yang menyenangkan.......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun