Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Sampah" Pun Bisa Jadi Oleh-oleh!

9 September 2012   00:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:44 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_197959" align="aligncenter" width="450" caption="Dok. Pribadi"][/caption] Selalu saja aku mendengar kata-kata dari beberapa teman atau malah bisa dikatakan banyak teman yang berkata begini: "Kalau pulang dari Jepang jangan lupa oleh-oleh ya !" Saat pertama-tama reaksiku biasa-biasa saja dan aku menuriti perintahnya dengan memberikan oleh-oleh permintaan mereka terutama jika temanku itu aku pandang baik dan pernah berjasa kepadaku. Ada juga seorang temanku yang meminta oleh-oleh dengan meminta terus terang jenis barang tertentu sesuai yang paling dia inginkan, misalnya berkata begini: "Tori (panggilan dia kepadaku), tolong aku dibeliin stick softball atau stick golf ya !" Untuk permintaan yang satu ini aku agak kaget karena selain aku buta permainan olahraga softball dan golf, kedua alat olahraga itu sebenarnya repot membawanya dan juga harganya berjuta-juta rupiah bila dihitung dengan mata uang rupiah. Sebagai orang Indonesia apalagi teman dekat, aku hanya menjawab," Ohh iya, nanti kalau ada atau ketemu coba aku beliin." Aku berkata itu sambil melihat raut wajahnya. Ternyata raut wajah temanku itu bersinar menyilaukan mataku. Mungkin bisa diumpamakan mataku silau dengan kilat petir yang bersinar di tengah awan gelap. "Clap…clap…clap…!" Aku berpikir dalam hati, "Wah..dasar sekali, asal ngomong aja nih teman. Aku membawa diri aja udah berat kok malah dibebani pikiran macam-macam seperti itu !". Sebenarnya, hal seperti itu masih lumayan sekali tingkatan permintaan mereka karena masih menggunakan kata-kata yang baik dan sopan. Jika mau mengingat-ingat, ada seorang teman yang meminta oleh-oleh dengan kata-kata bernada ancaman kepadaku karena beberapa kali aku pulang ke kampung dari Jepang tanpa membawa dan memberi buah tangan untuknya. Teman tersebut pernah berkata begini kepadaku di depan beberapa teman yang lain, "Pak Tori, jika nanti tidak membawa oleh-oleh lagi untuk aku, tidak aku anggap teman lagi dirimu lho !" "Aduh, payah benar kata-kata dan isi kepala teman yang satu ini!", pikirku saat itu tanpa menjawabnya. Kejadian yang paling melegakan hati dan bisa membuat hatiku trenyuh yaitu bila aku membawa oleh-oleh untuk banyak teman sesuai dengan kemauanku, terutama yang ringan dan gampang dibawa dari Jepang dan memberikan oleh-oleh tersebut kepada teman yang aku pilih sendiri. Ditambah setelah teman itu menerima dan membukanya sangat senang dan berkata, "Terimakasih ya....maturnuwun lho!". "Iya, sama-sama…Cuma bisa bawa dan kasih oleh-oleh seperti itu kok!", jawabku kepada mereka senang. Itulah beberapa gambaran kejadian nyata yang sering aku alami di Indonesia. Tanpa merendahkan teman sendiri, negara dan bangsa sendiri, memang aku akui itulah salah satu kebudayaan bangsaku Indonesia. Kebudayaan seperti itu, seperti yang aku rasakan sendiri, mungkin didasari untuk tujuan mengakrabkan pertemanan dan persaudaraan saja. Perlu aku tulis juga kesadaranku di sini bahwa kebudayaa seperti itu tidak mutlak dilakukan oleh semua orang Indonesia,. Ada banyak orang Indonesia yang sangat malu juga untuk meminta, memohon oleh-oleh kepada teman, saudara atau anggota keluarganya. Rasa malu meminta oleh-oleh kepada orang lain walaupun sudah dikenal secara akrab terjadi dan dilakukan oleh orang jepang. Aku ulangi sekali lagi, dilakukan orang Jepang ! Perkara semua orang Jepang atau tidak aku tidak tahu, tetapi yang nyata aku selama sekitar 10 tahun tinggal di Jepang tidak pernah mendengar kat-kata permintaan oleh-oleh dari mereka. Mungkin saudara pembaca semuanya setuju dengan pendapatku yang mengatakan bahwa sebenarnya masalah harga oleh-oleh itu tidak masalah tetapi sebenarnya aku juga ingin dipahami bahwa bepergian dan mudik dari luar negeri itu sebenarnya sangat repot. Kenapa begitu? Karena perlu banyak menyiapkan dokumen-dokumen dan bahkan karena banyaknya urusan sampai-sampai bisa dikatakan membawa diri saja sebenarnya sulit, dan dengan begitu bila bisa sampai tujuan dengan selamat pun itu sudah sangat beruntung. Tetapi aku sadar lagi dan menenangkan diri karena pikiran dan pendapat orang itu berbeda-beda. Karena ada pikiran seperti itu, akupun juga mempunyai pikiran lain dalam menyeriusi permintaan oleh-oleh dari teman-temanku terutama barang-barang yang tidak wajar. Tidak cepat putus asa untuk menolak permintaan teman walau mungkin susah diujudkan. Singkatnya, aku memberi oleh-oleh kepada beberapa teman berupa "sampah". Sekali lagi "sampah" ! Barang seperti itupun ternyata bisa membuat mereka puas dan berterimakasih. Bahkan seorang teman yang pernah rela tidak akan mengakui aku sebagai temannya pun berubah pikiran sebaliknya. Bukannya, aku takut kehilangan teman seperti dia, tetapi karena aku mampu mewujudkan keinginannya dengan "sampah" ! Jepang adalah negara maju yang mengelola berbagai macam sampah dengan profesional sehingga bisa membuat keuntungan lain dan lebih untuk kemajuan ekonomi negaranya. Ada sampai yang diolah menjadi  ujud barang-barang  lain yang menarik dan bernilai mahal dari segi fungsi dan ekonomi. Tetapi selain itu, ada banyak barang yang sudah dibuang pemiliknya tetapi tetap dirawat oleh lembaga pemerintah yang menangani masalah sampah, terutama sampah-sampah baik yang berukuran besar maupun kecil yang masih bisa terpakai atau berfungfi dengan baik. Bahkan tidak menutup kemungkinan banyak barang yang masih baru tetapi dibuang pemiliknya karena hanya masalah tidak suka terhadap barang tersebut dan juga karena tidak ada tempat menaruhnya di rumah, karena kebanyak rumah orang jepang kecil-kecil. Melengkapi keteranganku teentang kata membuang, sebetulnya dalam hal ini tidak berarti kegiatan membuang dengan cara melemparkan barang ke tong sampah atau meletakkan dipinggir jalan dan menunggu petugas pengangkut sampah datang mengambilnya seperti yang umumnya ada di Jepang. Banyak orang Jepang datang ke Kantor Urusan Sampah atau yang dikenal dengan nama "Recycle Centre" dengan membawa barang-barang miliknya yang sudah tidak terpakai. Tujuan mereka diantaranya yaitu supaya barang yang masih dianggap memiliki nilai guna tersebut bisa dipakai orang lain dengan baik dan sayang kalau sampai dihancurkan bersama sampah yang lain atau diperlakukan sembarangan. Selain itu, bila barang tersebut dijual di toko barang bekas pun sudah pasti akan murah harganya. Ini pengalaman nyata sekali, setelah berpikir seperti itu aku juga beberapa kali membawa dan meletakkan barang-barang bekas yang tidak aku perlukan lagi ke Recycle Centre dengan tujuan supaya barangkali ada yang memakainya, seperti buku-buku dan mainan anak-anak, pakaian dan lainnya. Ada nuansa pikiran dan perasaan lain melakukan hal itu ! Dalam hal ini, pemerintah kota-kota di Jepang menyediakan fasilitas dan sistem untuk tujuan seperti penjelasan di atas. Mungkin tidak banyak orang asing yang tinggal di Jepang yang tahu hal ini, karena biasanya ruangan untuk  memajang barang-barang seperti itu berupa ruangan seperti ruang pamer dan menyatu dengan kantor. Di dekat tempat tinggalku, Kizugawa-shi Kyoto, malah ruangan untuk meletakkan barang yang boleh diambil oleh siapapun asal dipakai dengan suka dan baik tersebut letaknya tersembunyi dan lewat bagian yang menyerupai pintu belakang. Di tempat itulah aku menemukan "sampah" yang masih bernilai tiinggi untuk teman-temanku yang mengharapkan dibawakan oleh-oleh. Terus terang, aku pernah mengambil helm anak-anak untuk naik sepeda, stick softball dan sarung kulit untuk penangkap bolanya, stick golf, 1 set bermacam-macam jenis pisau, raket tenis dan lain-lainnya yang masih baru atau terkesan baru sekali dua kali saja pernah dipakai. Aku pikir apa salahnya mengambil barang-baraang itu untuk teman-temanku? Apalagi di dinding-dinding ruang itu ada tulisan yang berbunyi "Doozo iru mono o totte mochikaete kudasai !" yang artinya "Silakan mengambil barang yang dibutuhkan dan membawa pulang !". "Woww…!" teriakku dalam hati saat itu. Berpikir semua barang yang ada di situ semua aku butuhkan tapi faktor malu dan tidak ada ruang menyimpannya saja !Tidak hanya barang yang kecil-kecil saja yang ada di Recycle Centre di kotaku, tapi barang-barang yang super beratpun ada banyak dan gratis untuk di bawa ke rumah dan digunakan dengan baik, seperti meja kursi, almari dan mebel lainnya. Terdapat tulisan yang berarti "Silakan dipakai dan dirawat dengan baik !". Mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, setelah aku sukses membawa barang-barang tersebut ke kampung halaman dan bertemu teman-teman yang mengharapkan oleh-oleh dariku.Aku berikan "sampah" berharga itu kepada merka satu persatu. "Ini pesanan yang kamu inginkan beberapa waktu lalu sebelum aku pergi ke Jepang", kataku sambil menyerahkan stick atau pemukul softball dan kedua sarung penangkap bolanya kepada teman akrabku. "Wow…kok beneran dibawain, kan mahal harga barang ini..!", katanya kaget setenga mati. "Memang benar, barang seperti itu di Jepang bisa mencapai kira-kira Rp. 2 atau 3 Juta  karena asli !", pikirku dalam hati saja. Aku hanya mencoba menjawab pertanyaan dia dengan berterus terang, "Tidak mahal kok barang itu, karena ngambil dari tempat sampah !". "Bisa aja kamu ! Kalau ngomong yang benar aja kamu !", katanya tidak percaya sama sekali. Aku hanya tersenyum-senyum melihat penampilan teman yang berwajah mudah dibohongi dan sulit mempercayai sesuatu hal ! Sebenarnya masih banyak cerita seperti itu termasuk cerita teman yang akan tidak menganggap aku sebagai temannya bila sampai tidak memberikan oleh-oleh dari Jepang. Tapi aku pikir tidak perlu aku tulis detil di sini karena dia ternyata juga seperti teman yang aku beri stick golf dan sarung kulitnya. Singkatnya, menganggap teman aku karena telah puas dengan oleh-oleh dari Jepang. "ohh, ternyata masih saja banyak orang yang berpikir tentang persahabatan diukur dari banyaknya barang  yang diberikan kepadanya !", pikirku tak habis pikir dan terheran sendiri. Sekali lagi, aku katakan bahwa aku sebenarnya tidak berpikir terlalu dalam masalah tak masuk akal seperti itu, tetapi hanya mencoba menjalankan program pemerintah Jepang yang serius mengatasi masalah sampah yang membanjir. Jelasnya, salah satu program cara mengurangi sampah adalah dengan memperpanjang usia pemakaian suatu barang, apalagi di Jepang membuang sampah-sampah ukuran besar itu tidak gratis dan perlu membayar. Berpikir juga bahwa mungkin ada banyak orang yang membutuhkan barang yang "dibuang" orang lain. Apakah itu sesuatu yang keliru? Berpikir sampah adalah berpikir kemanusiaan, buktinya dengan "sampah" aku tidak jadi terbuang dari pertemanan. Mungkin juga anda nantinya ! Tokyo, 9 September 2012 Salam dari Jepang !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun