Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Tukang Tambal Ban Sepeda di Jepang

29 Agustus 2012   11:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:11 4103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346246434444832763

Aku tidak pernah mengira sebelumnya kalau nasibku setelah hampir 10 tahun lamanya tinggal di Jepang menjadi seorang tukang tambal ban sepeda ontel. Padahal pekerjaan seperti itu sering aku pikir suatu pekerjaan yang remeh dan terhina. Tanganku akan menjadi kotor saja, karena untuk melakukannya harus memegang-megang ban sepeda bagian luarnya terlebih dahulu yang mungkin habis menginjak kotoran kuda atau ayam. Huhh….Baunya !! Dan mungkin tambah kotor lagi yang tak tertahankan kalau ban sepeda bagian depan dan belakang, kedua-kuanya bocor. Selain itu, upah yang aku dapatkan tidak seberapa besarnya walaupun aku sudah berkeringat memompa dengan cara manual kedua ban itu sampai penuh berisi udara. Setelah itu, seandainya aku lupa memasang satu bagian sekrup yang mungkin aku lepaskan sebelumnya akan dimarahi pemilik sepeda itu karena membahayakan. Belum lagi apa yang dipikirkan pemilik sepeda dan banyak orang tentang jerih payahku melakukan pekerjaan itu yang sebetulnya berguna untuk orang lain. Seorang tukang tambal ban sepeda ontel yang mungkin dianggap kecil seperti di kampungku Indonesia. Pekerjaan seperti itu aku jalani di Jepang walaupun malam hari, saat semua orang termasuk anak dan istriku sudah siap untuk berangkat tidur. Tempat yang aku pilih untuk membuka bengkel  itu yaitu halaman depan rumahku yang hanya bisa untuk memarkir 3 buah sepeda saja, jadi tidak luas dan hanya berpenerangan lampu teras saja. Kemarin malam adalah saat pertama kalinya aku memulai menambal ban sepeda ontel seorang diri tanpa ada seorangpun yang menemani atau berada di sampingku. Dua buah ban sepeda yang aku tambal, yaitu satu buah ban belakang sepeda milik anak SD dan yang sebuah lagi ban belakang juga sepeda dewasa milikku sendiri. Kedua ban itu sukses aku tambal dengan sangat cepat, kira-kira kurang dari 1 jam sudah selesai semua sampai bisa dinaiki lagi. Pekerjaan pertama itu membuat aku sendiri heran dan berpikir, "Ohh, ternyata aku bisa menjadi tukang tambal ban sepeda". Ternyata satu langkah bagian mencungkil ban sampai bisa terbuka dan keluar ban bagian dalamnya itu dulu paling aku anggap hal yang sangat sulit. Khawatir alat pencungkilnya terlepas dan terbang melesat mengenai kacamata dan wajah ku yang selalu membuatku kurang percaya diri. Ternyata kenyataannya hal itu tidak terjadi. Semuanya serba terbalik !  Sangat mudah, cepat, aman dan tidak kotor tangan ku. Pagi hari di musim panas tiba, dan pemilik sepeda anak itu datang untuk bertanya dan mengambil sepedanya yang beberapa hari sebelumnya sampai kemarin malam masih kembes. "Apa roda sepedaku sudah tidak kembes lagi dan bisa dinaiki?", katanya khawatir. "Nih, lihat dan coba dinaiki saja !", jawabku dengan bangga. "Wow…ban sepedaku sudah sembuh…horee…", kata anak perempuan itu bergembira luar biasa. Selama anak itu menaiki sepeda kesayangannya berputar-putar sekitar rumah, aku berkata padanya, "Okay, silakan dinaiki ya sepedanya, kalau nanti bannya bocor lagi bilang saja, papa bisa perbaiki kok !". Mendadak anak kelas 2 SD itu mengerem sepeda warna putih berslebor pinknya dan berhenti tepat di depanku serta berkatanya, "Lho, jadi ban sepeda ini papa sendiri yang menambalnya?". "Iya, benar sekali nak !", jawabku bangga lagi. "Bukannya seperti biasanya dibawa dan minta diperbaiki dibengkel langganan yang menjual sepeda di tengah kota itu?", tanyanya lagi. Jawabku menyalahkan pemahamannya, "Bukan nak, mulai sekarang papa yang perbaiki saja karena sudah belajar dan ingin melakukannya, apalagi kemarin sudah beli alat-alat dan bahan yang diperlukan !". "Papa Sugoi (hebat) ", katanya memuji ku dalam Bahasa Jepang. Begitulah cerita nyataku tentang nasibku menjadi seorang tukang tambal ban di Jepang. Sebenarnya bukannya menjadi tukang tambal ban yang membuka prakteknya di pinggiran jalan atau di bengkel-bengkel resmi lainnya seperti yang ada di Indonesia. Tetapi menjadi tukang tambal ban sepeda ontel untuk sepeda sendiri dan sepeda-sepeda milik anak-anak dan istriku Kenapa aku lakukan hal yang dulu aku anggap sepele dan hina itu ? Alasan utamanya yaitu di Jepang tidak ada banyak tempat untuk memperbaiki sepeda ontel atau bengkel atau tukang tambal ban. Padahal jika ban sepeda bocarnya malam hari, bengkelnya sudah tutup dan bukanya hari berikutnya sekitar jam 8 pagi. Padahal sebelum jam buka itu dan sampai malam aku harus bekerja. Jadi singkatnya repot untuk masalah waktu saja. Pernah sepeda anakku aku masukkan dan angkut dengan mobil dan aku bawa ke kantor tempat ku bekerja yang jaraknya sekitar 50 kilometer dari rumah. Setelah itu, pada jam istirahat siang yang hanya 1 jam dikurangi waktu makan siang, sepeda itu aku angkut ke toko sepeda terdekat yang menyediakan jasa tambal ban. Sepeda itu aku tinggal dan baru  aku ambil pada waktu selesai bekerja jam 6 sore, padahal toko sepeda itu tutupnya jam 7 malam. Waktu yang mepet dan harus dimanfaatkan dengan baik. Kemudian sepeda yang sudah ditambal bannya aku angkut lagi pulang ke rumah. Lain ceritanya jika ban sepeda itu bocornya waktu hari libur atau hari minggu, mungkin ada bengkel yang lebih dekat. Tetapi walau bagaimanapun, kelihatannya menjadi tukang tambal ban untuk sebuah sepeda sendiri dan tiga buah sepeda milik anggota keluarga asyik juga kok ! Selain itu, permasalahan yang lain yaitu karena sangat mahalnya ongkos tambal ban sepeda di Jepang. Di bengkel langgananku sebelumnya, tarifnya untuk menambal 1 lobang ban yang bocor yaitu sebesar 1.500 Yen atau sekitar Rp. 165.000 (bila kurs 1 yen = Rp. 110). Bila dalam satu roda terdapat dua lobang yang harus ditambal yaitu tarifnya 1.500 Yen + 1000 Yen jadi harus membayar 2.500 Yen atau sekitar Rp. 275.000,-. Dengan tarif sebesar itu, bayangkan bila dalam 1 bulan menambalkan beberapa kali ban sepeda ontel yang bocor. Terus dalam 1 tahun harus mengeluarkan berapa ratus ribu atau berapa juta rupiah untuk sekedar menambal ban sepeda ontel yang bocor? Mendingan uangnya diberikan pada anak asuh atau disumbangakan kepada Dompet Duafa saja ! Aku ingat pelajaran sewaktu kecil, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Berhubungan dengan sepeda, perlu diketahui kalau harga ban sepeda bagian dalam yang baru  sekitar 600 Yen sebuah dan harga sepeda anak-anak dan dewasa yang baru antara 10.000 sanpai 15.000 Yen yang kualitas biasa. Memang di Jepang, biaya menggunakan jasa teramat mahal. Dengan alasan mahalnya harga jasa, makanya di Jepang istilah "Do It Your Self" yang berarti "Melakukan Pekerjaan Sendiri" sangat terkenal. Hampir semua orang melakukan banyak pekerjaan sendirian tanpa memakai jasa dari pihak atau orang lain, misalnya yang paling banyak dilakukan yaitu pekerjaan rumah tangga dan beberapa pekerjaan pertukangan. Banyak sekali produk-produk yang berunsur "Do It Your Self" dijual ditoko-toko.Bahkan toko-toko bahan bangunan dan alat rumah tangga atau di Jepang dikenal dengan "Home Centre" menydiakan tempat dan alat2 khusus yang bisa dipakai para pembeli toko secara gratis, misalnya memotong, menempel, memasang dan lainnya. Akupun tak ketinggalan membeli satu set alat dan bahan untuk menambal ban sepeda yang bocor, yang berisi 2 buah alat pencungkil ban, 5 potong karet untuk menambal, 1 tabung kecil  lem dan 1 lembar amplas kecil. Tulisan "Doi It Your Self" dan panduan cara-cara pemakaian alat dan bahan untuk menambal ban bocor juga terdapat dibungkus kemasan barang yang aku beli yang bernama "Bicycle Flat Tire Repair Set" di Toko Daiso yang menjual semua barang dagangannya 1 biji hanya 100 Yen. Jadi, 2 buah ban sepeda ontel yang sukses aku tambal kemarin hanya perlu biaya 100 Yen atau Rp. 11.000 saja dan waktu kurang dari 1 jam. Alat pencungkil, lem, karet penambal dan amplas kecil masih tersisa dan bisa dipakai lagi nantinya. Bayangkan dengan ongkos jika menyuruh tukang tambal ban langganan saya menambalnya ! Tidak sia-sia aku sering melihat salah satu acara TV NHK yang menyiarkan pemikiran dan prinsip orang Jepang dalam acara menarik yang berjudul "Yatte Minakucha Wakaranai" yang berarti "Bila Tidak Mencoba Melakukan Tidak Akan Mengerti"! Salam dari Jepang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun