[caption caption="Ical I Sumber Tribunnews.com"][/caption]Kisruh Golkar adalah titik tertinggi dan bagian dari perhatian konsolidasi politik Presiden Jokowi. Golkar adalah roh kekuatan dan kelemahan sekaligus koalisi Prabowo. Maka menjadi perhatian utama adalah Golkar mendukung pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Mari kita tengok dan mengingat kembali bangunan strategi konsolidasi politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sambil tertawa bahagia suka-cita senang sentosa riang ria terbahak ngakak menertawai melihat kisruh Golkar dengan berdansa menari menyanyi break dance senantiasa selamanya.Â
Sejak awal bangunan niatan politik busuk koalisi Prabowo tercium kuat. Merasa akan kalah di pilpres 2014, UU MD 3 adalah senjata Plan B yang disiapkan sebagai ganjalan bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Bukan Presiden Jokowi jika tidak memiliki road map sempurna. Politik zig-zag ke dalam internal partai pendukung dan kepada Prabowo mampu menghaluskan langkah koalisi Prabowo. Sambil konsolidasi politik menghimpun kekuatan dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Awal mulanya tampak Presiden Jokowi menurut dengan membantu Ical kasus Lumpur Lapindo dengan gelontoran uang bantuan Rp 780 milyar. Dilobby untuk membantu – dan bagi Presiden Jokowi memiliki dia makna – Presiden Jokowi beralasan sahih kasihan nasib korban lumpur yang terkatung-katung. Golkar dan koalisi Prabowo menganggap bantuan Ical menunjukkan Presiden Jokowi gampang diatur-atur.
Maka semakin menjadi-jadi upaya di belakang layar menjatuhkan citra politik dan ketidakmampuan Presiden Jokowi dilakukan. Saking kebablasannya upaya dan keyakinan bahwa Presiden Jokowi akan ambruk, bahkan jas kancing baju, pidato, cara ngomong, kebijakan sampai pada jebakan Batman pengajuan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri oleh DPR dijadikan alat untuk meruntuhkan minimal citra Presiden Jokowi.
Corong bermulut manis, indah, menawan dan sejuk koalisi Prabowo dilakukan oleh Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Kontributor mulut manis ayu juga ada pada Golkar dengan Bambang Soesatyo, Idrus Marham, Nurul Arifin, Tantowi Yahya. Bahkan daya magis kabar kelemahan Presiden Jokowi dan merasa sangan gampang dimakzulkan dihembuskan oleh manusia dari PDIP semacam si kepo Rieke Dyah Pitaloka – yang karir politiknya menuju titik nadir mengikuti Effendi Simbolon.
Di tengah ramai-ramai menyoraki Presiden Jokowi, Presiden Jokowi yang telanjur sudah menjadi Presiden Republik Indonesia menggunakan kekuasaannya melakukan konsolidasi politik menggandeng TNI, Polri, BIN dan beberapa lembaga termasuk KPK, dan rakyat. Tak lupa para tokoh kuat digandeng termasuk BJ Habibie, dan bahkan Prabowo Subianto. Politik zig-zag Presiden Jokowi menghasilkan kekuatan konsolidatif politik yang tak terbayangkan sebelumnya.
Dalam rancangan konsolidasi politik itu, satu-satunya jalan mencapaki kekuatan di parlemen adalah merobohkan koalisi Prabowo dan menyisakan Gerindra dan partai agama PKS. PAN, dan PPP hanya anak bawang pengikut saja. Khusus PAN peran Amien Rais yang tukang mencla-mencle dan tak menepati janji misalnya nazar ‘jalan kaki dari Jogja ke Jakarta kalau Jokowi menang Pilpres’ menjadi kehati-hatian bagi Presiden Jokowi. Digantung saja. Partai agama PKS jika ditarik ke dalam kabinet jelas akan membuat pendukung Presiden Jokowi akan marah dan meninggalkan Presiden Jokowi. Demokrat cukup dikunci dengan hukum-politik dan politik-hukum Ibas-Nazaruddin. Selesai.
Nah cara merobohkannya cuma dengan satu cara: menarik Golkar masuk ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi-JK. Dukungan Golkar ke dalam pemerintahan Presiden Jokowi akan merontokkan ambisi politik kekuasaan yang menyandera dengan UU MD 3. Nah, kini dukungan Golkar di depan mata. Namun, Presiden Jokowi pun melihatnya sebagai bagian dari konsolidasi politik dengan cara yang di luar rancangan semula – namun hasilnya lebih baik dengan tiga implikasi politik. Pasal penyebabnya justru dari internal Golkar: kasus Papa Minta Saham yang melibatkan Setya Novanto dan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid.
Pertama, Golkar diinginkan oleh the Operators untuk memiliki pucuk pimpinan baru selain Ical. Maka langkah di DPR memecah-belah diri sendiri menjadi picu yang tak bisa ditolak akan munculnya gerakan menggusur Ical. Pun kepengurusan Munas Riau habis pada 2015. Vakum kepemimpinan terjadi.
Gerakan perlawanan untuk memertahankan Ical lewat Munas sendirian ala Golkar Munas Bali. Seperti diungkapkan oleh Nurdin Halid untuk menarik perhatian dengan pernyataannya bahwa Golkar Ical memertimbangkan mendukung pemerintahan Presiden Jokowi-JK. Hal yang tak hanya dicibir oleh the Operators, namun juga oleh Agung Laksono.
Maka kini kondisi Golkar ruwet dan hanya dengan menyelenggarakan Munas Golkar, Golkar bisa diselamatkan. Bagi Presiden Jokowi dengan catatan Ketum Golkar sebaiknya bukan Ical.