Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Risma dan Jokowi, Megawati Akan Senasib Patung Lenin?

23 Februari 2014   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nasib Megawati itu ibarat nasib patung Lenin yang didirikan pada masa Uni Soviet berjaya. Namun kini banyak patung Lenin sebagai Bapak Revolusi dan Pendiri Uni Soviet - bernama resmi Republik Uni Sosialis Soviet (USSR) - dirobohkan di seluruh Ukraina. Dulu Lenin adalah spirit dan roh seluruh Uni Soviet. Lenin pun dipuja bak dewa di seluruh penjuru negara karena jasanya mendirikan Uni Soviet. Patung-patung gagah perkasa berdiri di seluruh taman-taman kota. Dan patung itu memberi semangat hidup bagi rakyat Uni Soviet, dan patung itu tetap hidup dalam sanubari rakyatnya. Kini, terkait Jokowi Risma, Mega yang menjadi salah satu tokoh Reformasi 1998, tengah menjalani peran sebagai patung hidup, dan akankah Mega menjadi senasib dengan patung hidup seperti Lenin ?

Apakah hakikat dan makna patung? Patung adalah pengingat bagi jasa. Itulah sebabnya di Jakarta di jalan poros dibangun aneka patung sesuai dengan nama jalannya; Jenderal Soedirman, MH Thamrin, adalah contoh pahlawan yang dipatungkan. Patung adalah jembatan pengingat perbuatan seseorang, seperti Lenin yang berjasa membangun Uni Soviet, juga Kim Il-sung dan Kim Jong-il, dibuatkan patung karena jasanya - soal jasa ini sudut pandangnya berbeda-beda. Usman-Harun pun dianggap teroris oleh Singapura namun pahlawan bagi Indonesia. Maka kini menjadi hal yang lumrah kalau Mega dipatungkan dalam sanubari - karena hakikat patung adalah pengingat - karena jasa Mega meski belum dipatungkan secara permanen. Hakikat patung adalah berhala - maka mengidolakan manusia sifatnya adalah mematungkan dan memuja.

Maka ketika publik dihadapkan pada pilihan untuk menjadikan seseorang berjasa kepada orang lain, pada saat itu orang tersebut akan menjalani peran sebagai idola. Publik tentu ingat bagaimana jasa Gus Dur yang luar biasa menetapkan Agama Konghucu sebagai agama resmi negara - langkah yang jika dilakukan saat ini terhadap agama Yahudi atau agama lainnya akan mendaparkan reaksi keras dari para penganut ajaran garis keras seperti MUI misalnya. Kerena kekuatan dan ketokohan Gus Dur-lah maka agama Konghucu ditetapkan sebagai agama resmi Indonesia. Maka Gus Dur pun tanpa patung dan menjadi patung dalam sanubari bangsa Indonesia - khususnya etnik dan pengikut agama Konghucu. Maka Gus Dur pun telah menjadi patung dalam sanubari bangsa Indonesia.

Kini, Megawati tengah ada dalam persimpangan dalam pilihan untuk menjadi patung yang dikenang. Mega tengah dalam kegalauan antara menjadi patung untuk dirinya sendiri atau menjadi patung untuk orang lain. Pilihan pertama Mega bisa menjadi patung dengan mendukung calon potensial Joko Widodo - selain keberpihakan Mega pada Risma - atau pilihan kedua Mega maju sendiri sebagai capres dalam upaya menjadi patung; baik dalam konteks patung atau idola yang sebenarnya atau dalam konsep patung - seseorang yang diingat sebagai patung dalam jiwa. Namun, menjadi patung bagi Megawati akan sama sekali berbeda makna antara maju sebagai capres atau mendorong Jokowi sebagai capres - dan mengeluarkan titah tentang Risma.

Sementara itu, sebagai gambaran tentang patung, di seluruh Ukraina patung Lenin dirobohkan paksa, karena jasa Lenin dianggap sudah tak ada. Russia dianggap sebagai biang kerok yang menghalangi Ukraina bergabung dengan blok Barat - dan Lenin adalah lambang kegagalan dan lambang dominasi kegagalan kehidupan di Ukraina. Maka para patung itu secara menyedihkan roboh jatuh tersungkur ditarik tali baja. Pedih perih melihat Lenin yang dulu dipuja - karena patung Lenin dianggap biang kerok perubahan di Ukraina kini - dirobohkan dan para patung mencium tanah dan pecah berantakan.

Maka kini, nasib Megawati di kemudian hari pun akan sama, ketika Megawati maju lagi menjadi calon presiden untuk ketiga kalinya - dan menelantarkan Risma, maka Mega akan menjadi konsep patung yang diingat oleh para pendukung koruptor dan partai durjana. Rakyat akan mengingat Mega sebagai patung yang aneh. Mega akan diingat sebagai patung ketika kegagalan seperti di Ukraina terjadi. Lambang kemenangan, lambang kebesaran kejayaan dalam bentuk patung Lenin pun dirobohkan. Artinya, dengan kegagalan ekonomi di Ukraina, rakyat tak menganggap idola, patung Lenin sebagai sumber kegagalan, sumber malapetaka.

Maka kini, sebenarnya peran Mega sebagai patung Lenin tengah mengalami ujian. Jika Mega tunduk kepada para begundal di dalam dan di luar partai yang merayu Mega untuk maju untuk ketiga kalinya sebagai capres - yang 1,000,000 persen pasti kalah - Mega akan dikenang sebagai patung yang gagal. Pendukung PDIP akan merobohkan patung Mega saat ini yang menguasai PDIP dengan kegagalan PDIP untuk memenangi pemilu dan pilpres sekaligus.

Sebaliknya, jika Mega berani melawan para begundal dan mencalonkan Jokowi yang memiliki elektabilitas tinggi - dan Risma yang bekerja benar untuk rakyat Surabaya - maka Mega pun akan dikenang sebagai orang yang berjasa bagi Jokowi, Risma dan negara - walaupun tetap saja Mega dari sisi lain akan dirobohkan patungnya oleh para begundal internal dan eksternal PDIP.

Jadi, saat ini peran apapun tetap jadilah Mega tetap sebagai patung yang tak akan dinilai oleh orang: keputusan apapun dari Mega, Mega tetap menjadi patung. Cuma bedanya patung yang dinilai oleh orang benar, atau patung yang dinilai oleh orang tak benar seperti para koruptor - yang menjerumuskan Mega maju lagi sebagai calon presiden dan membiarkan Risma menghadapi persoalan dengan dirinya sendiri . Pilhan ada pada Mega menjadi patung yang mana, seperti nasib patung Lenin di Ukraina.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun