Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Selamatkanlah Prabowo, Tuan Yudhoyono!

25 April 2014   03:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Publik baru sadar. Ternyata SBY cerdas dalam berpolitik. Tak disangka. Dengan 10% kursi DPR yang dimiliki oleh Partai Demokrat, SBY berhasil menyandera para partai pemenang pemilu. Bahkan SBY menonton Prabowo terseok-seok membangun koalisi. Langkah taktis Yudhoyono menjadi sangat menentukan. Apa yang akan dilakukan oleh Yudhoyono?

Melihat kecerdasan politik SBY, dalam menentukan kawan dan lawan politik, tentunya tak lepas dari perhitungan tentang kepribadian seseorang: SBY adalah seorang pragmatis. SBY sebagai orang Jawa kelas biasa - bukan keturunan ningrat dan keratin - memiliki kebiasaan perhitungan pragmatis. Contoh, demi ambisi menjadi capres, SBY menjadi orang pertama yang menyewa Fox sebagai konsultan politiknya. SBY keluar dari kabinet Presiden Megawati. Skenario untuk ‘menjadi korban dan didzolimi' oleh Megawati menjadi jualan. Maka SBY menjadi ‘yang harus disayang dan dikasihi'. Partai Demokrat dengan cerdas merekrut para artis seperti Angelina Sondakh dan Adjie Massaid sebagai penarik suara. Langkah praktis pragmatis ini terbukti berhasil.

Untuk menggandeng mitra koalisi pilpres 2004, SBY menggandeng Jusuf Kalla yang orang Golkar yang ‘terbuang' dari partainya, karena konvensi Partai Golkar menetapkan Wiranto sebagai capres Golkar. Lengkap sudah, SBY seolah didzolimi oleh Megawati dan Jusuf Kalla seolah dikesankan oleh media yang disetir oleh Fox Indonesia sebagai korban Golkar. Hasilnya SBY-JK menang.

Dalam perjalanannya, SBY hanya senang dengan partner yang mituhu - taat dan menurut. JK yang sangat aktif bekerja justru menjadi bayangan SBY. SBY tak menghendaki JK dan pada 2009, ketika Demokrat sudah menjadi partai besar, maka SBY membuang JK. SBY yang di atas angin menawarkan koalisi untuk melawan Megawati. Hasilnya semua partai kecuali Golkar-Hanura dan PDIP-Gerindra mendukung SBY. Soal kawan politik SBY menunjuk Boediono yang mituhu penurut bahkan kalau disuruh mengurut SBY pasti akan manut menurut.

Dalam hal memilih kawan politik, SBY lebih senang dengan pemimpin yang low profile dan menurut. Sikap seperti ini terjadi dalam memilih pejabat dan pentolan partai. SBY membutuhkan para ketua partai yang loyal dan menurut. Orang semacam Ruhut Sitompoel menjadi favorit bagi SBY. Orang semacam Gde Pasek, Anas Urbaningrum tak begitu dibutuhkan dan perlu disingkirkan. Azas politik tak ada kawan dan lawan politik abadi sangat dipegang oleh SBY dalam menjaga kepentingannya.

Oleh sebab itu, kecenderungan arah koalisi atau dukungan SBY sangat ditentukan oleh kepribadian SBY dan kepribadian yang akan diajak berkoalisi dengan SBY, yakni calon presiden. Tiga capres Ical, Jokowi, dan Prabowo menjadi pihak yang sangat menunggu keputusan SBY antara membentuk koalisi sendiri atau mengarahkan dukungan kepada salah satu dari ketiga capres tersebut.

Dari ketiga capres tersebut SBY tak memiliki preferensi yang menonjol. Ketiganya memiliki kelebihan dan kekurangan di mata kepribadian SBY. Ical di mata SBY memiliki kelebihan yakni fleksibel dan pernah bekerjasama. Jokowi tidak pernah terjadi gesekan dengan SBY sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sedangkan dengan Prabowo, Prabowo adalah penentang den pengritik apapun yang berbau SBY. Sikap dan kepribadian ketiga capres itu yang menentukan arah koalisi.

Sedangkan aspek keterpilihan Ical paling buncit kemungkinan terpilihnya. Jokowi tetap menjadi yang terbesar kesempatan terpilih. Sedangkan Prabowo menganggap diri akan menang melawan Jokowi. Di sinilah dilemma SBY. SBY memiliki dua pilihan. Memimpin koalisi atau mendukung Jokowi, atau Prabowo, atau bahkan Ical.

Pertama, skenario mendukung Ical bagi SBY tak berguna karena hampir dapat dipastikan Ical tak akan menang dalam pilpres. SBY hanya akan mendukung Ical jika calon presiden Partai Demokrat maju minimal menjadi cawapres. Ini pun kecil kemungkinannya SBY mendukung Ical karena faktor Ical yang terjerat stigma lumpur hitam Lapindo.

Kedua, skenario mendukung Jokowi terganjal dengan Megawati. Megawati tak akan membiarkan Jokowi menggandeng Demokrat alias SBY. Jadi SBY tak akan mendukung Jokowi.

Ketiga, skenario mendukung Prabowo terkendala kepribadian dan sikap Prabowo yang sama pragmatisnya dengan SBY, namun tergantung jaminan hukum jika Prabowo menang akan bermanfaat melindungi SBY dan keluarganya dari kasus hukum Hambalang dan Century.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun