Kalapnya SBY yang serta-merta curhat lewat cuitan Twitter, setelah didahului oleh tudingan adanya penyadapan, dan terakhir tentang akunnya, bukan peristiwa spontan. Pun Prabowo yang kembali menjual masa lalu Ahok untuk mendorong Anies terdapat strategi yang publik tidak memahami. Gelombang rebound consciousness alias kesadaran kembali muncul dengan dukungan kepada Ahok kembali mengalir. Selain Rizieq FPI dan gerakan FPI yang mendompieng MUI, terdapat strategi SBY dan Anies di bidang media yang bersinergi untuk mengalahkan Ahok.
Mari kita telaah di balik pemikiran dan strategi politik SBY untuk anteknya si Agus dan Anies juga persona di balik berbagai strategi dalam komunikasi media sosial sambil sekali lagi menguliti kegagalan peran Noudhy Valdryno dalam perang media sosial sambil menari menyanyi berdansa bahagia suka-cita senang gembira riang ria pesta pora ngakak koprol jungkir balik selamanya senantiasa.
Melihat elektabilitas para paslon Agus, Anies, dan Ahok, yang tetap menempatkan Ahok sebagai favorit memenangi Pilkada DKI, para pengamat dan publik DKI Jakarta sebagian gagal memahami adanya anomaly tersebut. Namun sesungguhnya dalam Pilkada DKI para ahli strategi bermain – termasuk para lembaga survei yang menggoreng hasil survei, misal dengan memermainkan margin of error.
Namun, sesungguhnya yang tengah terjadi adalah perang strategi termasuk para professional yang disewa oleh para partai dan Timses. Di balik para professional itu, ada siluman yang menjembatani dan menelisik ke dalam dapur masing-masing Timses.
Pun strategi dan taktik termasuk komunikasi media sosial pun dirancang sedemikian rupa. Yang menjadi kendala adalah tim media sosial harus menghadapi tiga front sekaligus (1) mendongkrak pasangan sendiri dan (2) menyerang pasangan lain, serta (3) bertahan menghadapi serangan pasangan lain.
Dalam Pilkada DKI 2017 terdapat anomali yakni persaingan dan serangan ditujukan untuk melawan Ahok. Muncul semacam common enemy yakni mengalahkan Ahok. Dasar alasan untuk membangun strategi mengalahkan Ahok pun tidak kuat dan lebih banyak diisi jebakan umum yang termakan.
Salah satunya, sebelum penetapan calon Gerindra kebingungan mencari figure, lalu disarankan lewat corong pemilik lembaga survei hanya calon antithesis Ahok yang bisa melawan Ahok. Maka serta-merta Prabowo mencari sosok yang bertolak belakang dengan Ahok yang kalem dan sudah didzolimi. Calon tersebut adalah Anies.
Anies yang tak becus menjadi menteri dipecat oleh Presiden Jokowi. Modal dipecat inilah yang sejatinya akan disetir oleh Timses Gerindra untuk mendongkrak rasa kasihan dan belas kasihan untuk Anies yang baru dipecat Presiden Jokowi.
Namun, perhitungan itu semakin menjadi-jadi ketika Prabowo kembali terusik mengungkit kegagalan dirinya dan keberhasilan Ahok. Terbukti pilihan Prabowo untuk Ahok tepat yakni Ahok menunjukkan kinerja yang luar biasa di DKI Jakarta. Kini, publik dibuat bingung untuk diajak memilih Anies yang menjadi menteri saja tak becus, apalagi menangani DKI Jakarta bakal kedodoran.
Sementara strategi pemenangan dibangun, SBY terutama, dan ahli strategi kampanye media sosial Anies, Noudhy Valdryno, melihat adanya kesempatan dalam kasus Ahok. Untuk itu serta-merta gempita menjungkalkan Ahok dianggap strategi terbaik melawan petahana. Namun, lagi-lagi strategi head-to-headmenyerang tampaknya mengalami kegagalan karena alasan menghadapi tiga front di atas.
Kasus Ahok mengubah seluruh bangunan strategi kampanye Agus, Ahok, dan Anies dengan perang strategi di balik layar yang sangat menarik untuk diikuti. Permainan strategi dan saling menjegal menjadi barang yang sangat menarik untuk diikuti.