Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sarpin Effect dan Nenek Asyani Harus Dihukum Demi Wibawa Hukum

15 Maret 2015   13:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:38 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14264076601282957362

[caption id="attachment_402945" align="aligncenter" width="484" caption="Sumber Foto: Tribunnews"][/caption]

Efek Sarpin atau Sarpin Effect mulai mewabah. Itu terjadi pada Nenek Asyani. Heboh Nenek Asyani menyedot perhatian publik. Nenek Asyani alias Ibu Muaris pun sejak bulan Desember 2014 - alias sudah setahun - ditahan. Menurut Perhutani - alias hutan milik Negara penguasa atas Bumi, tanah, air dan udara serta yang terkandung di dalamnya - Nenek Asyani mengambil kayu bakar di Hutan Perhutani. Nenek Asyani berdasarkan hukum Indonesia harus dihukum: dengan tuduhan illegal logging. Alasan mengambil kayu di tanah miliknya sendiri tak dapat diterima. Mari kita telaah nasib Nenek Asyani dari sisi hukum zaman Sarpin effect yang fenomenal dengan perasaan teriris jauh dari rasa suka cita senang sentosa bahagia ria selamanya.

Pengadilan atas Nenek Asyani sama dengan keputusan si Sarpin Rizaldi atas praperadilan Budi Gunawan. Pro kontra terjadi. Banyak pihak merasa iba atas kasus hukum Nenek Asyani. Berbagai alasan secara manusiawi dikemukakan. Penggambaran bahwa Nenek Asyani lemah pun dikemukakan. Berikut alasan untuk bahwa Nenek Asyani harus dihukum sesuai UU Perhutani, demi kemanusiaan dan keadilan atas nama hukum yang keblinger. Nenek dan orang lemah memang pantas dihukum biar kapok - orang kuat bebas dari hukum. Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah sepert kata Hatta Rajasa.

Pertama, Nenek Asyani memang lemah dan miskin. Dan siapa menyuruh lemah dan miskin. Jika memang lemah, jangan membuat kasus hukum. Itu patokan karena hukum di Indonesia bukan untuk Nenek Asyani yang miskin dan tua.

Kedua, Nenek Asyani tidak mendapatkan lawyer dan pengacara hebat. Siapa suruh Nenek Asyani tak bisa menyewa Arif Razman Nasution. Jika pun miskin jangan mengambil kayu di tanah sendiri, meskipun secara hak hukum tak salah, karena memang Nenek Asyani tidak menyewa Razman Nasution, maka Nenek Asyani hanya bisa membela ala kadarnya.

Ketiga, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim bukan di Pengadilan Negeri Sarpin Rizaldi. Nenek Asyani seharusnya dituntut dan diadili di PN Sarpin. Kasus Budi Gunawan merupakan istibat tepat agar hukuman diterapkan kepada nenek yang memotong pohon di pekarangannya sendiri. Di pengadilan sekarang, Nenek Asyani dipastikan tak akan mendapatkan keadilan ala Perhutani dan ala Sarpin Rizaldi sekali pun.

Keempat, Nenek Asyani seorang perempuan renta tukang pijit hanya. Karena Nenek Asyani hanya perempuan renta. Menyambung hidup lewat pekerjaan menjadi tukang pijit. Beda dengan Ola sang perempuan bandar narkoba. Atau beda dengan Schappelle Corby yang muda bule dan dianggap seksi oleh orang kampung tergila-gila cuma ama bule.

Ola diberi grasi oleh si SBY. Kenapa? Ola perempuan muda dan bandar narkoba. Uang bejibun. Bahkan di dalam penjara terbukti masih jualan narkoba. Hukuman pun 15 tahun. Padahal seharusnya dihukum mati. Ola tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup, maka hukuman 15 tahun batal demi hukum.

Nenek Asyani pun bukan Schappelle Corby yang bule dan dianggap cantik dan perlu dikasihani, maka mendapatkan grasi dari si SBY sang auto-pilot.

Maka menjadi pantas karena hanya tukang pijit, bukan bandar narkoba seperti Ola, bukan pula seperti Schappelle Corby, Nenek Asyani pantas dihukum seberat-beratnya. Kalau perlu orang lemah miskin, tua, renta, tukang pijit ini dihukum mati.

Kelima, Nenek Asyani tak bisa berbahasa hukum dan mengajukan ke praperadilan dan PTUN. Nenek Asyani tak paham bahasa hukum rumit. Harusnya agar jelas, Nenek Asyani ditangani oleh penyidik dari Bareskrim Polri dan langsung dari Jaksa Agung atau Mahkamah Agung untuk mengadili Nenek Asyani. Praperadilan seharusnya diarahkan oleh Bereskrim atau MA atau bahkan KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun