[caption caption="RJ Lino Ancam Mundur I Sumber Kompas.com"][/caption]
Retorika. Tahukah bahwa SBY tidak memahami makna retorika? Itu keluar setelah media memberitakan bahwa Presiden Jokowi disuruh berhenti dan dilarang beretorika oleh SBY. Terkait retorika, salah kaprah menjadi-jadi. Retorika yang seharusnya dimaknai sebagai seni bebicara berdasarkan bakat yang baik dianggap negatif oleh SBY. Dalam benak SBY yang dianggap beretorika adalah omong kosong. Maka SBY menggunakan kata retorika untuk menyerang Presiden Jokowi yang diminta berhenti beretorika. Seperti biasa, Â Presiden Jokowi tak akan menanggapi omongan SBY yang remeh-temeh begini. Mari kita telaah makna retorika, RJ Lino, SBY dengan sikap yang diambil presiden terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka cita selamanya pesta-pora bahagia selamanya senantiasa.
Meminjam pemahaman salah SBY tentang makna retorika, maka muncul dua orang beretorika: SBY dan RJ Lino. RJ Lino mencak-mencak. SBY memberi kuliah kepada Jokowi agar tak banyak beretorika. RJ Lino yang akan segera diperiksa Bareskrim Polri mengancam mundur. Sikap RJ Lino ini setali dengan retorika SBY yang meminta Presiden Jokowi menurunkan harga dan berhenti beretorika. Lah makna retorika itu opo, Rek? Kalau nggak tahu makna retorika diem saja.
Pertama, sesuai pemahaman salah makna retorika SBY. Bukan SBY kalau tidak gatel berkomentar soal Presiden Jokowi. SBY bersikap seperti pacar yang gatel untuk mengetahui bekasnya, mantannya. Maka SBY meminta perhatian dengan menyebut retorika Jokowi. Jokowi harus berhenti beretorika. Tukang retorika justru SBY yang gatel mengomentari semua hal layaknya orang pengamat atau paling pinter dunia akhirat. Lah 10 tahun membangun rezim sama sekali tidak membangun. Menumpuk hutang sampai Rp 2,600 triliun dan tukang curhat ke sana ke mari. Pencitraan menjadi alat dengan retorika mendayu-dayu bak bunga akan segera layu.
Pemerintahan rezim SBY dibangun dengan retorika dan teori kimunikasi mengulur waktu dengan wacana dan retorika. SBY adalah jago retorika nomor wahid dunia akhirat. Retorika SBY menjadi pencitraan tanpa hasil kerja.
Kedua, dengan pemahaman salah SBY tentang retorika, RJ Lino melakukan retorika. Dalam benak SBY yang dianggap beretorika adalah omong kosong. Maka SBY menggunakan kata retorika untuk menyerang Presiden Jokowi yang diminta berhenti beretorika. RJ Lino berjanji akan keluar dari jabatan Pelindo II sebagai Dirjen. Kita tunggu apakah pernyataan RJ Lino hanya pencitraan atau retorika belaka? Itu makna retorika ala SBY yang harus dijauhi publik.Di pikiran SBY retorika dianggap sama dengan pencitraan. Lain lah SBY.
Justru yang terjadi Presiden Jokowi yang plegak-pleguk dan kaku ketika berbicara tidak memiliki kemapuan retorika yang sehebat SBY. SBY-lah yang harusnya bangga memiliki kemampuan retorika yang hebat meskipun tanpa isi yang akhirnya hanya berwujud pencitraan belaka. Presiden Jokowi adalah sosok yang jauh dari kemauan untuk beretorika. Maka tak perlu Presiden Jokowi menanggapi omongan soal retorika ini. Cukup Ki Sabdopanditoratu saja. Nggak ada gunanya menanggapi omongan SBY.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H