Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peta Politik Kekinian: Makar, Revolusi Gaya FPI, dan Ancaman Terorisme di Indonesia

7 Desember 2016   08:57 Diperbarui: 7 Desember 2016   19:26 8705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet

Lewat Novel, salah satu pentolan FPI mewacanakan ancaman revolusi ala FPI, gaya FPI. Pasalnya sederhana saja yakni permintaan agar Presiden Jokowi tidak melindungi Ahok – ungkapan bersayap yang diulang-ulang anti Presiden Jokowi. Demo lanjutan pun membayangi kasus Ahok – yang kini melebar memanaskan sekaligus mendinginkan suhu politik – karena antisipasi Polri. Publik pun terpecah fokus antara bersimpati pada gerakan FPI atau justru bersimpati mendukung sikap pemerintah dalam menangani kasus Ahok dan kasus sangkaan makar.

Mari kita telaah gambaran dan wajah perebutan pengaruh kasus Ahok antara FPI – yang memanfaatkan fatwa MUI  untuk menarik simpati – dengan masyarakat mayoritas yang juga memiliki kepedulian terkait Ahok dalam perspektif lain yakni NKRI dengan hati gembira riang senang bahagia suka-cita sambil menari menyanyi berdansa jungkir balik koprol menertawai ngakak mendengar revolusi gaya FPI yang dikatakan Novel sesuai prosedur dan tersangka makar selamanya senantiasa.

Memang dalam demokrasi berpendapat dan berpikir apa pun diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah bergerak nyata melakukan perbuatan makar dan permufakatan jahat terhadap pemerintahan yang sah.

Wacana revolusi ala FPI ini menjadikan rakyat yang waras semakin berkernyit dan terheran. Revolusi sesuai prosedur tidak ada dalam sejarah manusia. Sejak zaman revolusi Prancis, revolusi Amerika, revolusi Kuba El Commandante Fidel Castro,  revolusi Mesir, revolusi Libya, revolusi Komunis Tiongkok sampai Revolusi Indonesia, tidak ada mengenal prosedur.

Semua revolusi selalu melawan pemerintah yang sah dengan cara illegal dan jika menang menjadi legal. Itu semua revolusi. Jadi omongan Novel terkait revolusi ala FPI yang sesuai prosedur itu sama dengan tak ada revolusi: omong kosong melompong belaka.

Awal mula gerakan anti Ahok secara politik – dan ekonomi – mendapatkan momentumnya ketika Ahok keselelo lidah. MUI mengambil peran dan disambut oleh FPI sebagai durian runtuh untuk menghancurkan Ahok. Kulminasi ini menjadi menarik ketika SBY dengan hati berbunga berkoar-koar agar kasus Ahok diusut – dengan motif agar anaknya si Agus menang lawan Ahok. Terbaca kaitan kepentingan politik dari kasus Ahok ini.

Kini, harapan terkait kasus Ahok menggelinding di pengadilan. Koaran FPI untuk mengawal kasus Ahok menjadi moment of truth bermata dua: (1) antara menaiknya simpati kepada gerakan FPI, dan (2) kesadaran masyarakat akan kebenaran akibat spiritual, mental, and religious consciousness (kesadaran spiritual, mental dan agamis).

Dalam hukum alam – sunnatullah – jelas sekali adanya hukum kebenaran tertinggi: hukum Allah. Hukum Allah ini selamanya tidak akan pernah menyimpang dari kebenaran yang diajarkan oleh Allah SWT sendiri, melalui Rasullullah SAW. Penyadaran diri dan perenungan diri jauh dari ‘kebersamaan massa sesaat” yang membangun ‘euphoria sesaat’ akan cepat digantikan oleh kebenaran tertinggi, hukum tertinggi yakni hukum Allah SWT yang parallel dengan kebenaran sunnatullah. Tak diragukan lagi.

Oleh karena itu, menjadi menarik mengamati kejadian politik, hukum, kasus Ahok dalam struktur sunnatullah: sesuai dengan hukum Allah SWT dan hukum alam yang tidak pernah salah. Dalam hukum alam telah diatur bahwa upaya adalah bagian dari takdir itu sendiri. Maka dalam kaitan perang kepentingan politik, hukum, agama, dan ekonomi ujungnya – maka upaya atau ikhtiar menjadi memiliki makna sentral untuk mencapai tujuan.

Bertemunya berbagai kepentingan soal Ahok – yang sejatinya hanyalah the right trigger of the moment – antara (1) FPI yang menekan pemerintahan Presiden Jokowi, (2) pemerintahan Presiden Jokowi yang tidak boleh kalah tekanan massa, (3) kepentingan politik para begundal politik yang memanfaatkan segala cara untuk meraih kekuasan – ekonomi alias duit, politik dan keserakahan jabatan.

Maka menghadapi berbagai kepentigan tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi melalui organ dan lembaga ketahanan, keamanan, dan ketertiban, TNI-Polri pun mengantisipasi demo lanjutan pasca 212 sekaligus lebih berkonsentrasi memetakan radikalisme dan terorisme di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun