Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Persib dan PSSI dalam Renungan Sepakbola Indonesia Secara Filosofis dan Bijak

27 November 2014   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:42 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Persib Bandung menjadi juara mengalahkan Persipura. Sementara di level PSSI, sepakbola Indonesia dirundung duka nestapa. Saatnya merenungi sepakbola secara filosofis kehidupan karena sepakbola adalah gambaran kehidupan. Kekalahan melawan Filipina dengan skor 0-4 menjadi titik nadir kondisi sepakbola Indonesia. Itulah kali pertama selama 56 tahun Filipina mampu mengalahkan Indonesia. Apakah hakikat sepakbola dan maknanya bagi kehidupan?

Kemenangan Persib Bandung atas Persipura Jayapura bukanlah kebetulan. Demikian pula kekalahan Persipura juga bukan karena kebetulan. Persib tampil menyerang dan bersemangat. Dalam diri seluruh anggota tim, mereka bersemangat untuk mengalahkan juara bertahan. Sementara Persipura tampil apik penuh percaya diri. Hasilnya, mental juara menjadi penentu yakni hasil draw. Tibalah titik penentuan pengadilan. Dalam hidup dan kehidupan ada kejelasan dari suatu proses: hasil akhir yang disebut penalty alias hukuman dan penghargaan yang satu muara: kematian alias titik akhir. Penentuan penalti itu - seperti kematian itu akan berakibat menyenangkan yakni kalah (neraka) dan menang (surga).

Kekalahan Indonesia melawan Filipina pun mengakibatkan hasil yang sama. Bagi Indonesia menjadi hukuman seperti neraka. Bagi Filipina, relativitas berlaku, yakni menjadi seperti surga. Hasil pertandingan berupa kekalahan dan kemenangan itu gambaran dari proses - baik dalam pertandingan 90 menit - maupun gambaran proses menuju pertandingan berupa persiapan, latihan dan pembinaan sepakbola secara keseluruhan.

Dalam sepakbola - dan juga kehidupan - ada tiga hal yang selalu terjadi. Kalah. Menang. Seri. Namun, sesungguhnya, kekalahan, kemenangan, dan keseriaan adalah gambaran tentang proses. Sepakbola adalah suatu proses. Bukan hasil. Selain sepakbola sebagai proses yang selalu dinamis, sepakbola adalah gambaran nyata kehidupan, individu, kelompok, dan keseluruhan.

Sepakbola sebagai proses. Proses kehidupan tidak berdiri sendiri. Hasil pertandingan - sebagai gambaran hasil dari kehidupan - merupakan gambaran keseluruhan dari proses. Mayoritas hasil pertandingan sepakbola adalah hasil dari suatu proses.

Kejutan sebagai anomali sepakbola seperti kemenangan Denmark pada Piala Eropa 1992 yang menggantikan Yugoslavia, yakni ketika Denmark mengalahkan Jerman bersatu dengan skor 0-2. Kemenangan Denmark bukan karena kebetulan, namun karena mereka juga bukan tim yang ayam sayur. Juga, kemenangan Yunani dalam Piala Eropa 2004 juga bukan karena kebetulan. Proses memberikan kontribusi yang penting. Strategi Otto Rehagel yang jitu menjadi penentu ketika di final Yunani membungkam tuan rumah Portugal.

Kejayaan sepakbola Indonesia zaman Hindia Belanda, misalnya, yang menyisakan kejayaan pada tahun 1950-an sampai 1960-an adalah hasil dari kerja keras masa itu. Kejayaan sepakbola Jepang dan Korea adalah hasil kerja keras selama 15-20 tahun pembinaan usia dini dan kompetisi yang gempita J-League. Kejayaan Singapura memenangi Piala AFF juga melalui proses seleksi naturalisasi yang tepat. Indonesia melakukan naturalisasi dengan serampangan yakni memilih pemain sepakbola kelas pinggir jalan. Singapura memilih pemain kelas hebat bernama Benneit yang susah ditembus.

Di level kehidupan sepakbola yang lebih tinggi, kemenangan Spanyol di Piala Dunia 2010 adalah hasil dari kerja keras riset sepakbola masa itu yang menghasilkan tiki-taka. Kekalahan Spanyol di Piala Dunia juga akibat riset sepakbola yang mampu meredam tiki-taka oleh Belanda yang menghancurkan Spanyol. Maka tim-tim lain pun memelajar proses kemenangan Belanda dan akhirnya Spanyol tersingkir dan tamatlah tiki-taka. Semua proses kekalahan dan kemenangan persis seperti kehidupan yang melalui proses belajar yang selalu dinamis.

Persib Bandung belajar berproses untuk menuju kemenangan - di dalam pertandingan selama 120 menit dan dalam proses 19 tahun tak pernah menang. Sementara PSSI berproses kalah dengan mengusung pasukan tua dengan rata-rata usia 30 tahun. Proses menuju kekalahan dipakai oleh Alfred Riedl. Seharusnya PSSI belajar berproses menang dengan riset sepakbola seperti ketika Spanyol menyikhir publik sepakbola dunia dengan tiki-taka Piala Dunia 2010. Juga proses pembinaan usia dini seperti Korea Utara, Korea Selatan, Jepang. Atau naturalisasi cerdas ala Singapura dan Filipina yang mencuri pemain berkualitas.

Jadi, kalah, menang dan seri dalam sepakbola adalah gambaran kehidupan yang sesungguhnya yang mengajarkan adanya proses. Proses kalah dan proses menang. Tinggal dipilih saja. Bahkan kekalahan, kemenangan dan keserian dalam sepakbola adalah proses itu sendiri yang titik kulminasinya tetap akhir pertandingan: kalah atau menang. Dalam kehidupan kalah atau menang akhir kehidupan adalah tetap sama yakni akhir kehidupan alias kematian: neraka atau surga.

Itulah hakikat sepakbola sebagai kehidupan yang harus direnungi oleh Persib Bandung dan PSSI.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun