[caption caption="Patrice Rio Capella I Sumber Kompas.com"][/caption]
Kasus Patrice Rio Capella menyadarkan bahwa pendidikan bela negara penting bagi bangsa Indonesia. Rasa kebangsaan telah luntur. Maka menjadi relevan rencana Presiden Jokowi dalam mengadakan pendidikan bela negara. Sangat didukung. Diusulkan kepada Presiden Jokowi untuk memrioritaskan 9 kelompok. Mari kita telaah pentingnya 9 kelompok orang yang wajib menjadi peserta PBN dengan hati riang gembira senang sentosa suka-cita pesta-pora bernyanyi menari bahagia ria sentosa selamanya senantiasa.
Yang paling banyak luntur rasa kebangsaannya adalah para anggota DPR, DPRD, dan LSM seperti Imparsial serta narapidana koruptor, selain kelompok lainnya. Merekalah target utama dan yang paling mendesak untuk menjalani peserta Pendidikan Bela Negara (PBN). Dasar perlunya bela negara adalah untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan nasionalisme. Dan yang merekalah yang paling rendah rasa kebangsaan dan nasionalisme mereka.
Kepada Presiden Jokowi, maka diusulkan kepada Presiden Jokowi untuk memriotritaskan PBN bagi sembilan golongan semprul berikut ini. Meskipun usia melebihi 50 tahun, diusulkan mereka justru ikut dispensasi karena daya rusak atas bangsa ini demikian besar. Mereka sama sekali tak mencintai bangsa Indonesia dan Negara Indonsia alias NKRI>
Pertama, prioritas pertama peserta PBN adalah anggota DPR, DPRD I dan II. Seperti diketahui, DPR dan turunannya serta para pejabat adalah yang paling banyak melakukan pencurian uang rakyat. Mereka menjadi kontributor utama korupsi. Terakhir Patrice Rio Capella menjadi pesakitan mengikuti pesuruhnya Gatot Pujo. Kontribusi masuk penjara terbanyak kasus korupsi ada di tangan DPR. Merekalah yang pertama harus diikutkan pendidikan bela negara (PBN).
Kedua, prioritas berikutnya adalah pengacara. Para pengacara berlomba-lomba membagi kue uang hasil korupsi para koruptor. Dengan membela kasus korupsi, dipastikan uang bayarannya dibagi dengan koruptor. Rasa kebangsaan para pengacara hitam – bahkan NU mewacanakan untuk membuat fatwa haram bagi pengacara pembela koruptor. Rasa kebangsaan mereka telah ditukar dengan uang. Tak peduli uang hasil korupsi yang penting membela koruptor.
Ketiga, hakim harus dididik mengikuti PBN. Nah, ini dia. Para hakim kebanyakan menjadi hamba uang dan fulus dan menerima sogokan dari pengacara dan DPR. Paling kentara adalah kasus Gatot, Patrice Rio Capella, OC Kaligis, dan Kejaksaan Agung. Korupsi berjamaah yang sistematis antara anggota DPR (Rio), pejabat (Gatot), dan pengacara (OC Kaligis), dan Kejaksaan Agung (Yudikatif) jelas telah menunjukkan rasa kebangsaan yang berada di titik nadir.
Keempat, pejabat eselon 1, 2, dirjen, setingkat dirjen., pejabat dan dirut BUMN. Mereka ini selalu berkongkalikong untuk menghambat pekerjaan dari menteri. Mereka ini kebanyakan tidak memiliki rasa kebangsaan dan nasionalisme karena diperbudak oleh rezim lamanya: SBY. Mereka melakukan resistensi terhadap program Presiden Jokowi.
Kelima, pengusaha hitam. Para pengusaha yang menguasai proyek dan pembangunan hitam sama sekali tak memiliki rasa kebangsaan dan nasionalisme. Pengusaha hitam pembakar dan pembabat hutan seperti Martua Sitorus alias Thio Seng Hap serta dugaan penyelundup semen. Juga para perusak hutan yang membakar hutan. Dipastikan manusia seperti Sitorus itu tak memiliki rasa kebangsaan sama sekali.
Keenam, para terpidana dan bandar narkoba yang WNI sebelum dihukum mati. Nah, ini unik. Bandar narkoba sama sekali tak memiliki rasa nasionalisme dan kebangsaan. Mereka tega menjual dan merusak anak bangsa. Mereka adalah penghianat bangsa dan negara Indonesia.
Ketujuh, para pejabat LSM seperti KonTras, Imparsial, dll. Mereka menjadi corong yang menentang kebaikan bangsa. Mereka tidak rela nasionalisme bangkit. Mereka ingin kebangsaan luntur. Mereka adalah para pengkhianat negara demi uang sumbangan dari mancanegara. Mereka kalau masih dibutuhkan diberikanlah pendidikan bela negara agar mereka berhenti menjual negara.