Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI adalah kontroversi. Namun, Pancasila pula lah sebagai perekat kesatuan bangsa ciptaan Bung Karno dan diilhami oleh para pencetus Sumpah Pemuda 1928. Pancasila adalah anak ideologi Bung Karno – pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat berbagai alasan yang menyebabkan Pancasila merupakan solusi tepat bagi kenegaraan secara universal.
Mari kita tengok keterbuktian bahwa ideologi terbuka Pancasila mampu membungkam seluruh tantangan kebangsaan dan kenegaraan a new-born nation: Indonesia dengan hati gembira dengan hati gembira ria riang senang bahagia sambil sekaligus merayakan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan bersuka-suka jingkrak-jingkrak koprol menari menyanyi pesta-pora suka-cita dansa karaoke guling-guling menikmati tambahan hari libur selamanya senantiasa.
Kandungan unik sekularisme-religius Pancasila yang diajarkan dan dilahirkan oleh Bung Karno menghentak para penganut paham komunis, religius, dan sekuler sekaligus dalam kadar sesuai dengan persektif ideologis mereka masing-masing. Pancasila mampu mengadopsi kepentingan ketiga aliran besar tersebut.
Paham komunis sama sekali tidak menghendaki keberadaan Ketuhanan yang maha esa karena bagi pemaham komunisme, keyakinan ideologi agama merupakan candu yang memabukkan dan menghambat perkembangan egaliterisme kemanusiaan dan sosialisme ala komunis.
Maka tak mengherankan pemaham dan penganut komunis lebih mencintai Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi cita-cita sosialisme.
Paham religius bahkan tak mampu menolak eksistensi Pancasila karena semua hal yang terkait dengan kepentingan keyakinan dan kepercayaan baik hablum minallah (Ketuhanan yang maha esa) dan hablum minannas (Kemanusiaan yang adil dan beradab) terangkum dalam Pancasila.Â
Pun konsep hubungan dengan Tuhan dengan manusia dan manusia dengan manusaia diatur lebih lanjut dalam semua sila yang tak terbantahkan masuk dalam semua ajaran agama resmi negara Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katholik, dan Konghucu, selain keyakinan dan kepercayaan asli bangsa Indonesia sebagai local genius bangsa-bangsa Nusantara.
Maka Pancasila pun sebagai ideologi Negara Indonesia membungkam seluruh potensi kritik berdasarkan perspektif religius. Upaya menggeser Pancasila dengan ajaran agama melalui pemberontakan dan perlawanan ideologi agama Islam dan ajaran lain segregatif seperti DI/TII, Permesta, dan juga perlawanan terorisme mengatasnamakan Negara Indonesia Timur dan belakangan kelompok radikal yang membawa-bawa agama Islam gagal mendapatkan tempat secara lahiriah dalam masyarakat mayoritas.
Impian latent perjuangan perlawanan ideologis terhadap Pancasila hanya mampu disimpan dalam bentuk cita-cita dan tak berani muncul dalam bentuk terang-terangan. Kenapa? Karena tak ada alasan dan dalih untuk mencari alternatif lain yang lebih baik daripada Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Dalam hal pemaham dan pendukung sekularisme pun Pancasila memberikan ruang akomodasi. Kemanusiaan, demokrasi, keadilan sosial, yang beradab dan berperadaban memberikan kepuasan bagi penganut sekularisme dan bahkan agnostic – dengan absurditas kata Ketuhanan yang maha esa yang begitu terbuka maknanya bagi interpretasi apapun. Itulah kecerdasan Bung Karno yang membuat Pancasila begitu hebat menjadi ideologi terbuka yang diterima secara universal.
Ajaran Bung Karno memiliki latar belakang universal yang dilatarbelakangi oleh kecerdasan Bung Karno dalam melihat ke depan dalam visi kemanusiaan universal. Bung Karno pada abad ke-20 telah melihat tantangan dan tentangan kenegaraan Indonesia pada abad ke-21.Â