Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Novanto atau Akom, Dilema Dendam Politik Tingkat Tinggi Golkar, Pragmatisme Ical

17 Mei 2016   00:28 Diperbarui: 17 Mei 2016   01:14 3815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mafia Migas dan Petral Riza Chalid I Sumber Tribunnews.com

Golkar tinggal memiliki dua pilihan: memilih Setya Novanto atau Ade Komaruddin. Kedua orang ini memiliki sejatinya sama saja, orang-orang Ical. Golkar memilih Ketua Umum selalu memililih yang memiliki pengaruh kuat. Pengaruh kekuatan utama itu ada pada Setya Novanto yang memiliki kekuatan uang dan pengaruh tak terbatas, pun jelas didukung oleh Jenderal Luhut Pandjaitan. Sementara Akom tampil lebih low-profile dan tidak brangasan yang sejatinya sama-sama orang Ical. Akibatnya, kedua pilihan ini sama sekali tak menguntungkan bagi Golkar, dan Golkar digiring menjadi partai beringin bonsai.

Mari kita telaah dilemma Golkar yang masih dikuasai oleh Ical dan peta pertarungan politik tingkat tinggi yang mewarnai idealisme, pragmatism, dan dendam politik dalam pemilihan Ketua Umum Golkar di Munaslub Golkar Bali dengan hati gembira ria riang senang menertawai Golkar yang menjadi korban permainan politik tingkat tinggi sambil menari menyanyi tertawa ngakak menonton drama Ical mendudukkan diri sendiri dengan memilih kaki-tangan antara Setya Novanto - yang tersangkut kasus Papa Minta Saham yang melibatkan mafia Petral dan migas Riza Chalid - atau Ade Komaruddin.

Dalam peta politik Golkar saat ini, terdapat tiga kekuatan yakni (1) faksi Ical, Akom, Luhut Pandjaitan, dkk. (2) faksi Jusuf Kalla, Agung Laksono, Hartarto, dkk., dan (3) faksi Ical, Aziz Syamsuddin, dkk. Kekuatan Ical memiliki dua kaki sekaligus.

Persaingan Luhut dan Jusuf Kalla memaksa Luhut bermanuver dan mendukung Setya Novanto dan Akom sekaligus. Akom diposisikan melawan Setya Novanto, padahal sebenarnya Akom dan Setya Novanto adalah satu paket anak buah Ical alias Aburizal Bakrie. Dalam skenario normal pemilihan Ketua Umum Golkar, sudah diatur yang akan terpilih yakni Setya Novanto atau Ade Komaruddin. Ketiga faksi itu saling bermanuver yang ujungnya siapapun yang terpilih bukan dari kubu Jusuf Kalla-Agung Laksono.

Kekuatan antara Setya Novanto dan Ade Komaruddin tergambar jelas yakni tidak memiliki kemampuan populis menarik dukungan Golkar menjadi partai besar. Memang, Setya Novanto memiliki jaringan di seluruh struktur kekuasaan di Jakarta dan Indonesia. Sementara Ade Komaruddin adalah lobbyist sejati yang juga memiliki jaringan kekuatan yang bahkan didukung oleh kekuatan kekuangan yang luar biasa termasuk dukungan kroni eyang saya Presiden Soeharto.

Persaingan antara Akom dan Setya Novanto memiliki dasar latar belakang yang jelas secara politis. Akom dan Setya Novanto ditempatkan oleh Ical untuk melanjutkan agenda politik balas dendam Golkar terhadap kekalahan pilpres 2014. Jebakan ala Ical ditujukan untuk pragmatism Ical yakni menunjuk Ketua Umum Golkar antara Akom dan Setya Novanto yang akan mengikuti jejak Ical untuk tidak laku dijual sebagai calon presiden 2019.

Dari luar Golkar, pengajuan Akom dan Novanto menjadi Ketua Umum Golkar menjadi blessing in disguise bagi para partai karena keduanya tidak memiliki kekuatan popular. Setya Novanto yang masih digantung kasus Papa Minta Saham menjadi titik lemah yang akan selalu dimanfaatkan oleh pihak di luar Golkar untuk bargaining political position. Sementara Akom hanya akan menjadi saluran keinginan Ical yang telah menjadi Ketua Dewan Pembina Golkar – posisi menentukan Golkar yang dulu masa Orba diduduki oleh eyang saya Presiden Soeharto.

Warna arahan pemilihan Ketum Golkar adalah warna dendam (1) politik Ical yang tidak laku di pilpres 2014, sehingga membuat Ical all-out ingin menentukan capres 2019, (2) dendam politik Setya Novanto yang terjungkal dari Ketua DPR yang prestisius, sehingga menginginkan kekuasaan di Golkar untuk bargaining political position menghadapi Presiden Jokowi, dan (3) posisi Golkar yang akan berada di pemerintahan secara banci seperti masa rezim pengangguran SBY yakni mendukung sekaligus merecoki pemerintahan Jokowi nantinya.

Nah, tampaknya Golkar cerdas dengan maneuver Ical, Luhut Pandjaitan, dan Jusuf Kalla. Namun, sesungguhnya secara politik nasional, Munaslub Golkar ini adalah pengukuhan pembubaran Koalisi Prabowo secara formal, dan yang terjadi adalah Golkar dikerdilkan dengan Ical tetap sebagai pemilik Golkar dengan kaki tangannya Akom atau Setya Novanto.

Dengan posisi seperti itu, apalagi Setya Novanto atau pun Ade Komaruddin yang terpilih sebagai Ketua Umum Golkar maka Golkar akan tetap menjadi status quo dan menjadi sah dikuasai oleh Ical yang akan mengerdilakn Golkar. Sementara faksi yang didukung oleh Jusuf Kalla dan Agung Laksono gagal total melawan koalisi yang didukung oleh Ical, Luhut Pandjaitan, Setya Novanto, dan Akom.

Jadi, Golkar dalam Munaslub di Bali 2016 ini adalah hanya (1) wujud legitimasi Ical, (2) maneuver jebakan pengerdilan terhadap Golkar dengan menempatkan Setya Novanto dan Ade Komaruddin sebagai kaki tangan Ical yang membuat Golkar tak efektif di percaturan politik nasional. Dan, (3) dendam politik Ical, Setya Novanto yang terjungkal dari kursi Ketua DPR sehingga dimanfaatkan oleh Ical untuk mengompori Setya Novanto mendapatkan posisi Ketum Golkar yang sejatinya hanya kepanjangan tangan kiri Ical, sementara si lembut Akom pun adalah orang Ical yang juga pengekor Ical yang Ketua Dewan Pembina Golkar 20116-2019. Siapapun yang terpilih sebagai Ketua Umum Golkar, misi the Supreme Operator dan the Operators dalam mengarahkan Golkar telah selesai dengan sukses. Mission accomplished.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun