Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ngeper, DPRD DKI Batal Copot Jokowi, Malah Iri pada Ahmad Fathanah

24 Mei 2013   21:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:04 2352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Triwisaksana ngeper. DPRD DKI Jakarta menarik ucapan ingin melakukan pendongkelan jabatan Gubernur DKI. Salah satu corong para anggota DPRD, Triwisaksana, yang menyerupai gerombolan geng preman proyek yang kehilangan uang dan kekuasaan menekan gubernur menyampaikan bahwa pencopotan Jokowi terlalu berlebihan. Hal ini disampaikan atas panasnya dan reaksi publik terhadap wacana pelengseran Jokowi. Rupanya DPRD DKI ngeper. Salah satu alasan lain adalah ternyata anggota DPRD DKI iri dengan Ahmad Fathanah. Bagaimana logika salah DPRD DKI tersebut? Mari kita telaah secara serampangan dan ngawur sengawur para anggota DPRD DKI Jakarta itu.

Setelah reaksi masyarakat terhadap DPRD DKI Jakarta yang akan mencopot Jokowi terkait 16 rumah sakit yang minta bayaran, begitu kental dengan gerakan melawan DPRD DKI, salah satu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta menyatakan bahwa wacana pencopotan terhadap Jokowi adalah tidak benar. Publik dibodohi dan disuguhi dalam tempo kurang dari 24 jam pernyataan yang bertolak belakang. Ancaman terhadap Jokowi sesungguhnya begitu besar mengingat Jokowi-Ahok hanya memiliki kursi sangat minoritas hanya sebesar 15% dari suara di DPRD DKI.

Publik masih ingat ketika gempita perayaan pelantikan Jokowi-Ahok, pidato yang disampaikan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta menekankan secara politis bahwa unsur pemerintahan adalah DPRD dan Gubernur. Pernyataan tersebut disampaikan untuk memberi peringatan bahwa DPRD DKI adalah partner dan pemegang kekuasaan pemerintahan. Ketua DPRD menyampaikan hal itu dengan bahasa yang jumawa dan gaya pejabat sambil melirik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana yang manggut-manggut mengamini pernyataan pentolannya.

Perseteruan dan taktik tarik ulur DPRD DKI untuk menekan Jokowi-Ahok gagal membuahkan hasil. Bahkan upaya DPRD untuk memburukkan Jokowi gagal termasuk dengan membawa Komnas HAM terkait Waduk Pluit yang dikuasai para pemodal besar di balik berbagai bangunan di sana. Upaya menunjukkan keburukan Jokowi terkait program KJS (Kartu Jakarta Sehat) dikira sebagai momentum yang tepat untuk melepaskan anak panah dan menyerang Jokowi-Ahok.

DPRD DKI sepatutnya menyampaikan kepada para rumah sakit di Jakarta agar tetap melayani warga. Persoalan pembayaran bukan masalah mendasar yang membuat program kesehatan warga dikorbankan. Alih-alih berpikir mendukung program pro-warga, DPRD DKI yang selama ini selalu dekat - untuk mencari keuntungan pribadi - dengan kalangan pengusaha dan tentu para pemodal rumah sakit swasta di Jakarta, justru memerkeruh dan mengompori rumah sakit yang sebagian sudah kehilangan fungsi sosialnya menjadi gerah.

Memang perlu diakui bahwa keterlambatan pembayaran kepada para rumah sakit itu membebani rumah sakit penyedia layanan KJS. Keterlambatan pembayaran disebabkan oleh dana dari Pemda belum cair dan juga akibat keterlambatan administrasi terkait penyesuaian pos anggaran pengeluaran untuk KJS dari tahun 2012 yang tidak dianggarkan - hanya memanfaatkan sisa dana anggaran 2012 - ke tahun 2013 yang belum mulus. Itu penyebabnya. Sedangkan anggaran dan dananya pun sudah tersedia. Ini semata-mata masalah administratif.

Maka, langkah dan taktik gertak sambal model DPRD DKI yang mencoba menekan Jokowi-Ahok tidak membuahkan hasil. Justru yang terjadi DPRD DKI dikecam keras dan ke-30 anggota DPRD DKI yang akan menginterpelasi Jokowi justru menjadi sorotan publik. Kecaman anggota DPRD DKI dinilai oleh publik sebagai ‘ketahuan watak asli koruptif' DPRD sebagai para calo proyek yang gagal mendapatkan yang diinginkannya dari Jokowi-Ahok, yang tak ingin memihak rakyat.

Tampak DPRD DKI muncul dengan semangat untuk mencari keuntungan antara lain ingin kaya raya seperti Ahmad Fathanah dengan gelimang harta haram dan perempuan perek serta pelacur bertebaran memenuhi imajinasi para koruptor dan pejabat jorok. Jadi batalnya interpelasi dan impeachment karena ngeper takut gerakan rakyat dan menyadari sedikit rasa iri terhadap Ahmad Fathanah ternyata harus dibuang jauh-jauh. Anggota DPRD DKI cuma gigit jari dan kalah dibandingkan dengan Ahmad Fathanah. Itu salah satu pemicu kegerahan para anggota DPRD DKI. Ha ha ha.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun