[caption caption="Keindahan alam / dok Pribadi"][/caption]
Di tengah hedonisme yang merajalela di Indonesia, kekayaan materi dianggap sebagai lambang kehormatan. Kehormatan seseorang banyak diukur dari jawaban pertanyaan kepemilikan: berapa rumah megah, berapa banyak anak, berapa mobil mewah, berapa banyak bidang tanah. Kebahagiaan dianggap paralel dengan kekayaan materi. Tak terkecuali, Ndoro Fahri, tetangga Abu melihat gebyar kehidupan dan berusaha meraih kekayaan materi. Mari kita tengok kisah kehidupan, Ndoro Fahri, tetangga Abu yang sabar dalam upaya meraih kekayaan, kehormatan, dan kebahagiaan dalam ulasan Ki Sabdopanditoratu dengan hati riang gembira senang sentosa pesta pora senantiasa selamanya.
“Ndoro Fahri, ini kopinya!” kata Nina, pembantunya sambil meletakkan secangkir kopi.
“Taruh di meja dekat tangan kiri saya, ya,” perintah Ndoro Fahri tanpa menatap Nina.
“Iya, Ndoro Fahri,” sahut Nina.
Kini Ndoro Fahri menyadari sepenuhnya kisah hidupnya – yang dia dulu ingin meniru keberhasilan Fahri Hamzah si anggota DPR. Bahwa hidup bukan hanya persoalan makan dan minum. Hidup lebih dari itu. Ki Sabdopanditoratu menguraikan kisah hidup Ndoro Fahri. Ndoro Fahri ingin memaknai hidupnya. Ingin memaknai kembali arti kebahagiaan. Termasuk gelar yang dia sematkan sendiri berupa sebutan Ndoro untuk meninggikan derajatnya – meskipun Fahri bukan berasal dari Jawa. Namun, bagi Fahri sebutan Ndoro membanggakan dan membahagiakan dirinya.
Ndoro Fahri kini memiliki segalanya. Berkat partisipasi politik dan bisnis, Ndoro Fahri menjadi lambang keberhasilan. Punya kedudukan. Muda. Kaya. Dan orang penting di kalangannya. Tak ada lagi waktu buat menengok kampung halamannya. Bahkan ketika ayahnya meninggal dunia, Ndoro Fahri tidak sempat melihat jasadnya. Fahri tengah berkunjung ke Uzbekistan dan Turki – tempat favorit para pengikut partai agama itu.
Ketenaran dan kekayaan telah membuat Ndoro Fahri yang sederhana menjadi lupa daratan di kampungnya. Lupa asal dan usulnya. Kini Fahri berubah menjadi usil dan tengil sebagai kompensasi balas dendam terhadap kemiskinan yang dia alami selama ini.
Kini, Ndoro Fahri mengingat masa lalunya. Ndoro Fahri telah menjadi tokoh yang dianggap penting di Indonesia. Kaya. Muda. Istri pertama biasa, tak secantik istri Yusril Ihza Mahendra misalnya, karena dari kampungnya. Ndoro Fahri berencana menikah lagi jika keadaan memungkinkan. Entah kapan. Karena kematian istri atau kewajiban di partainya untuk berbagi kebahagiaan dengan menikah lagi: poligami. Semua itu kini menjadi kenangan.
Ndoro Fahri duduk di teras rumahnya yang menghadap taman luas. Udara segar berhembus mengelus kulit tubuh Ndoro Fahri. Tangan kanan Ndoro Fahri memegang tongkat. Tangan kiri Ndoro Fahri memegang secangkir kopi yang disediakan oleh pembantunya: Nina. Hawa sejuk pagi itu membuat air mata Ndoro Fahri meleleh.
Ndoro fahri ingat kampung halamannya nan jauh di sana. Fahri – dulu tanpa gelar Ndoro, tetangga Abu, lahir di sebuah desa kecil bernama Utan di perbukitan Dompu NTB. Fahri kecil terbiasa bermain di ladang t jagung atau kedelai yang tumbuh sesuai dengan musim. Hijaunya pemandangan menghiasi keriangan Fahri kecil. Kebun ladang kecil orang tua Fahri berada di perbukitan punggung perbukitan Dompu dan Maluk di kejauhan.