Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Prabowo Gugat KPU ke MK, Blunder Kedua Setelah Pidato Polonia

24 Juli 2014   13:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:23 7110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prabowo akan menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan ke MK ini akan menjadi blunder kedua setelah Pidato Polonia yang menelanjangi Prabowo dan mitra koalisi itu. Prabowo akan melakukan maneuver selama satu bulan ke depan dan targetnya bukan menang, tetapi merecoki legitimasi Presiden Terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Buktinya?

Prabowo dan seluruh Timses-nya sampai saat ini belum mengakui kemenangan (Jokowi-JK) dan kekalahan (Prabowo-Hatta) meskipun puluhan kali Prabowo dan Tantowi Yahya serta seluruh mitra koalisi berjanji akan menelepon dan mengucapkan selamat kepada Jokowi-JK. Dan diyakini, langkah maju menggugat ke Mahkamah Konstitusi hanya sebagai bedak bagi Prabowo untuk melakukan safe and honorable exit baginya. Lalu bagaimana gambaran maneuver Prabowo dan mitra koalisinya menghadapi Jokowi-JK?

Prabowo tahu tentang fakta hukum tentang Pilpres 2014 yang sulit sekali dibuktikan kecurangannya yang bersifat ‘terstruktur, masif dan sistematis' sebagai prasyarat Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara sengketa pemilu sama sekali tak akan pernah terpenuhi. Lalu kenapa Prabowo tetap saja melakukukan tuntutan yang sia-sia itu dan apa dampaknya bagi Prabowo, mitra koalisi, Jokowi dan publik secara lebih luas? Mari kita telaah dengan hati gembira karena Indonesia baru saja lepas dari cengkeraman Aburizal Bakrie dan para oportunis seperti Hatta, Amien Rais dan para pentolan PKS.

Pertama buat Prabowo. Prabowo akan semakin tenggelam ke dasar kepopuleran titik nadir. Angka 60 juta suara itu hanya suara ‘positif' tentang Prabowo, bukan suara ‘pasca ngacir' berupa Pidato Polonia yang menyebabkan semua wujud Prabowo dan para pentolan mitra koalisi terkuak. Kini kekuatan 47% suara rakyat itu sudah gembos dan euphoria dan bandul kekuasaan ada pada Presiden Terpilih Jokowi.

Prabowo dalam satu bulan ke depan hanya akan menjadi obyek pembahasan para pakar hukum seperti Yusril Ihza Mahendra, Jimly Asshiddique, KPU dan tentu para pengamat hukum dan politik. Selain itu Netizen akan turut pula mewarnai rangkaian langkah Prabowo menggugat KPU terkait pelaksanaan pilpres.

Prabowo dengan tindakannya ‘ngacir dan ngambek' menarik diri dari proses pilres, sekaligus untuk pamer kekuatan yang gagal total karena dicueki dan tak diindahkan oleh SBY, Jenderal Moeldoko, dan Jenderal Sutarman serta tak dianggap oleh Yusril Ihza Mahendra dan hanya dikomentari dan dikasihani oleh Jimly Asshiddique sebagai Ketua DKPP, serta dianggap biasa oleh Ketua KPU, merupakan blunder pertama.

Memang Prabowo telanjur dibentuk oleh Hashim Djojohadikusumo sebagai ‘the real president' selama masa kampanye. Prabowo digambarkan dan digemborkan sebagai orang kuat, sebagai ‘presiden'. Bahkan saking populernya atau merasa popular dan akan memenangi pilpres, Prabowo dengan elektabilitasnya yang meroket dan mendapatkan apreasiasi para pengamat, termasuk Siti Zuhro yang gempita mendukung Prabowo dan mengecilkan Jokowi, telah bertindak di luar keumuman yang membuat publik mengernyitkan dahi.

Contohnya, Prabowo menggunakan Podium Kepresidenan untuk menyatakan bahwa SBY mendukungnya. Tindakan menggunakan podium dan lambang lembaga negara itu menjadi satu contoh bahwa Prabowo tak menghargai SBY sebagai presiden yang sah. Juga lambang garuda yang dikritik oleh pengamat, bahwa Lambang Garuda tidak boleh digunakan selain keperluan kenegaraan, Prabowo dan dibantu oleh Mahfud MD sebagai Ketua MK yang memutuskan tentang penggunaan Garuda menyatakan lambang itu bukan Garuda - okelah Netizen menyebutnya elang Cap Lang.

Pola membangun dan merasa sebagai ‘presiden' yang dibentuk Hashim dan mitra koalisinya atas diri Prabowo dan pendukungnya itu begitu nyata. Mulailah publik merasa Prabowo akan menjadi presiden mendatang. Maka para politikus pun menjadi gamang melihat situasi politik terkait kecenderungan Prabowo ‘yang dipastikan akan menjadi ‘presiden'.

Maka, dengan aneka maneuver, Prabowo berhasil menandatangani dukungan dari PKS yang mendapatkan tujuh kementerian kunci. Lalu PPP pun ikut bergabung. Dengan tiga partai cukuplah Prabowo mendapatkan kendaraan. PAN yang gagal merapat ke Jokowi, ambil langkah politik mendekati Prabowo. Dengan pertimbangan besan SBY, maka Prabowo memilih Hatta Rajasa dan bukan calon yang lebih potensial seperti Ahmad Heryawan atau Hidayat Nur Wahid. Lalu Golkar bergabung dengan janji jabatan Menteri Utama.

Kecenderungan Prabowo menang ini membentuk karakter asli Prabowo muncul. Prabowo - didukung oleh mitra koalisinya semacam Anis Matta, Hidayat Nur Wahid, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Mahfud MD, Suryadharma Ali, tampil penuh percaya diri dan gebyar penuh ‘kekuatan' dan ‘keyakinan' diri yang luar biasa sebagai ‘pemenang kursi kepresidenan'. Presiden SBY yang terkenal santun pun ‘sempat goyah' dan terpaksa bermain di dua kaki menghadapi maneuver Prabowo yang sudah sok yakin akan menang. Hal ini terbukti Prabowo berkali-kali menemui SBY - dengan ditemani oleh Hatta - demi mendapatkan dukungan darinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun