Lanjutkan perjuangan ustadz Luthfi Hasan Ishaaq, agar bisa hidup seperti katak. Tak semua yang dilakuan LHI baik, dan tak semua yang dilakukan LHI buruk: semua ada ukurannya dan relatif cara pandangnya. Pendukung LHI mengatakan konspirasi, penentang LHI mengatakan korupsi. Itu hal yang wajar sewajar orang bisa jalan kaki, karena semua orang waras jalan pakai kaki. Tentang LHI juga jelas karena tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna seperti katak. Pola pikir koruptor ruwet - maka memahami pun ruwet seruwet tulisan ini - seperti dawet yang bikin mumet.
LHI telah berjuang demi partai agama PKS, bukan jualan es. Maka, kalau ada sumur di ladang boleh kita numpang mandi, daripada mandi basah di dalam bui. Tak boleh seperti kacang lupa pada kulitnya, makan saja isinya. Tak ada akar rotan pun jadi, biarpun hanya korupsi sapi. Lain ladang lain belalang, lain ikan lain lubuknya, jangan suka begadang, sakit bisa menghadang. Beda ketua beda partainya, beda Anas Urbaningrum beda LHI, beda jelas pula yang dikorupsi. Tongkat dan batu jadi tanaman, siapa menanam pasti bukan tanaman apalagi taman. Perjuangan LHI mari kita lanjutkan, tanpa melihat kesalahan dan dijadikan pembenaran.
Ada gula ada semut, maka semua menjadi taklid dan menurut. Ada uang ada barang, siapa punya uang akan senang - wani piro jadi semboyan agar partai jadi tenang. Bagai musafir di perjalanan, tengak-tengok kiri-kanan tapi kepergok KPK di tengah jalan, karena korupsi mengikuti setan. Malu bertanya sesat di jalan, banyak nanya disebut kepo dan kurang kerjaan.
Tak bertanya pada Golkar tentang cara dan teknik korupsi, LHI dihukum 16 tahun di bui. Rakyat paham paling jago korupsi ya Golkar, maka belajarlah korupsi pada Golkar dan bukan pada sapi. Sapi mah tak secerdas monyet misalnya. Maka korupsi dengan belajar dari sapi berakhir di bui karena tak sesuai dengan kaidah teknik korupsi.
Kuda dan roda sering di atas dan di bawah, pula gunung berapi punya kawah. Orang juga kadang di atas kadang di bawah. Tak peduli lelaki atau perempuan, tak peduli Nazaruddin atau LHI, bisa di atas atau di bawah. Kena hujan air nanti basah, jangan kurang kerjaan nanti susah. Korupsi perbuatan kurang kerjaan, maka bui menjadi rumah masa depan. Siapa contohnya yang dibui, ya banyak sekali mulai Gayus, Andi, Anas dan Angie tak lupa jelas LHI.
Pagi-pagi mari tertawa hahihi melanjutkan perjuangan ustadz LHI - yang sangat wajar - dibela oleh partai agama PKS setengah mati. Tak percaya bahwa tulisan tak butuh makna hakiki yang penting memberi makna kuat soal pemberantasan korupsi. Kompasiana memberi semua sarana menuliskan sesuatu yang luar biasa sekali.
Keluarlah Kompasiana dari mainstream media, menjadi media warga yang ternyata banyak dibaca - dan menghentak para koruptor di seantero Indonesia. Beginilah enaknya menulis di Kompasiana - dengan cara apapun tulisan tayang asal sesuai TOC Kompasiana. Termasuk mendorong kesadaran dan pencerahan korupsi yang dilakukan oleh LHI dengan satire yang tak bisa dibantah kecuali lewat caci maki. Jadi kepada para kader PKS dan rakyat Indonesia - kalau mau lho nggak maksa, mari kita berdiri, berjuang mendukung LHI, bukan perbuatannya, namun dipenjaranya, di bui lama sekali. Ini sebagai pelajaran agar tak korupsi dan bermain api.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H