Kisruh Golkar memasuki babak baru. Setelah PPP pecah, kini Golkar di ambang perpecahan. Saling adu kekuatan kembali dipertontonkan setelah Menkumham men-sahkan kepengurusan DPP Golkar Agung Laksono. Agung melakukan konsolidasi zig-zag internal dan eksternal partai. Tak pelak upaya Ical menempuh jalur hukum lain dan bermuara ke (1) harapan keadilan ala Sarpin Rizaldi dan lagi-lagi (2) Bareskrim Polri menjadi andalan. Mari kita telaah delapan (8) perbandingan kekuatan politik, hukum dan ekonomi antara kubu Agung dan kubu Ical dengan perayaan hati gembira ria senang bahagia suka cita sentosa.
Pengumuman kemenangan Agung Laksono oleh Mahkamah Partai tak banyak diprediksi orang. Gebyar dan kemewahan dukungan yang tampak dari luar cenderung menjagokan Ical menang. Namun, jika ditilik dari konstelasi politik, kekuatan Agung Laksono dkk. jauh lebih besar.
Pertama, dukungan DPP, DPD I dan DPD II. Dukungan DPP, DPD I dan DPD II terpecah-belah. Konsolidasi kedua kubu Golkars terus dijalankan. Perpecahan ini makin tampak dengan gambaran di DPR justru.
Bambang Soesatyo, Ade Komaruddin, Aziz Samsuddin, dan tentu Setya Novanto adalah para pihak yang paling gerah dengan kemenangan Agung. Mereka dipastikan akan tersingkir dari posisi di parlemen. Yang akan selamat justru orang kuat Setya Novanto.
Posisi Setya Novanto hanya mengikuti gerakan Ical dan memahami dinamika politik. Dipastikan kubu Agung tak akan gegabah untuk menyingkirkan Setya Novanto. (Setya Novanto memiliki posisi penting dan sejalan dengan penggalangan kekuatan bersama Yorrys Raweyai. Setya Novanto hanya terseret arus Ical saja.)
Geliat kegerahan Idrus Marham, Ali Mochtar Ngabalin yang pada akhirnya memaksa Golkar Ical membawa masalah ke ranah hukum ke Bareskrim. Tuduhannya adalah pemalsuan dokumen. Menarik sekali. Yang jadi andalan adalah Bareskrim. Mereka yakin Bareskrim akan berpihak kepada mereka sebagaimana keberpihakan yang diharapkan oleh Lulung, M. Taufik.
Selain Bareskrim, pengadilan yang dianggap masih bisa di-Sarpin-kan juga menjadi upaya hukum Ical untuk bertahan.
(Perhitungan kubu Ical membawa kasus kisruh ke Bareskrim Polri dan upaya mendapatkan keadilan ala Sarpin hanya bersifat euphoria saja. Mereka terbawa arus. Padahal, Polri tengah berbenah dan Presiden Jokowi tengah melakukan kompromi politik-hukum dan hukum-politik.
Tampaknya, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto menjadi bagian deal kompromi Jokowi dan Polri dengan kompensasi Budi Gunawan plus Denny Indrayana. Khusus untuk Komnas HAM, Presiden Jokowi tak menghendaki dan dipastikan akan di-drop. Itulah yang terjadi.
Maka, harapan Ical ke pengadilan agar mendapatkan keadilan ala Sarpin dipastikan gagal total. Bareskrim Polri pun akan tunduk begitu ketegasan Presiden Jokowi muncul dengan penyegaran di tubuh Polri.)
Kedua, faktor Akbar Tandjung dan Muladi, serta tokoh Golkar lain. Posisi Akbar Tandjung yang condong ke Ical sudah tidak digubris oleh Agung Laksono Cs. Muladi yang sebagai orang Jawa memang peragu, pun kehilangan political touch. Perpecahan tokoh Golkar, dengan Siswono Yudhohusodo, Yorrys Raweyai, Priyo Budi Santoso, Agun Gunandjar, Agus Gumiwang yang berpengaruh dan beberapa tokoh yang memiliki kekayaan dan pengaruh sangat berperan. Sementara di kubu Ical, Ical sendiri gagal membantu keuangan yang dibutuhkan partai. Dana abadi yang dijanjikan oleh Ical tak pernah diberikan. Akbar Tandjung dan Muladi pun bukan pemilik uang bejibun yang jelas tak bisa membantu Golkar secara keuangan.