Hari menjelang sore. Matahari sudah condong di ufuk barat Kota Dilli. Fairuz masuk ke dalam kamar. Dia menutup pintu rapat-rapat dari dalam. Tak lupa dikunci. Tak mau Fairuz ayahnya tahu bahwa dia menerima surat dari Mario. Fairuz memahami dan khawatir kisah cintanya dengan Mario akan membuat keluarganya tidak mengizinkan dia bergaul lebih luas.
Fairuz memang memahami keluarganya cukup terbuka mengenai pendidikan meskipun mereka berlatar belakang keturunan Arab. Kebiasaan perjodohan masih kuat di kalangan keluarga Arab. Bukan tidak mungkin kedekatan Hussein Alambary dengan Keluarga Alkatiry akan mengarah pada perjodohan di kemudian hari. Hussein memiliki anak lelaki sebaya Fairuz: Muhammad Amir Alambary.
Tidak sabar dia akan membuka surat dari Portugal. Di bagian belakang sampul surat itu tertulis: De Mario Clemente dos Santos, Rua de Isabella 23, Portugal. Dipandanginya alamat itu sejenak. Tampak muka Fairuz cerah sumringah. Mukanya berubah memerah diterpa cahaya dari jendela rumah bercat putih yang lebar. Fairuz duduk menghadap jendela dengan pemandangan di luar hamparan halaman berumput hijau. Di kejauhan tampak perbukitan di luar Kota Dilli dan pemandangan kebiruan laut yang memesona.
Dibukanya sampul surat dengan hati-hati dengan cara dipotong dengan gunting kecil berwarna biru buatan Swiss. Memang Keluarga Alkatiry adalah keluarga terpandang di Kota Dilli, Timor Portugal. Banyak perabotan yang diimpor dari Portugal, Turki dan belahan Eropa lainnya.
Ditariknya kertas surat berwarna putih kecoklatan itu dari dalam sampul berwarna coklat. Tampak tebal isi sampul itu. Pada detik ke lima ditariknya kertas itu, jatuhlah sebuah foto di atas meja. Tampak pemuda berkulit putih tampan dengan rambut sedikit berombak berwarna kecoklatan. Itulah foto Mario. Dalam latar belakang foto tergambar Kota Lisbon, Portugal. Mata Fairuz lama terpaku memandangi foto itu berikut detilnya.
A Meu Amor: Fairuz Alkatiry
Faiz sayang, aku baik-baik saja. Aku merindukan kamu. Kini aku mulai masuk ...
De Mario Con Amor
"Faiz, ada berita dari Radio Australia tentang istri Bupati Rembang di Hindia Belanda meninggal dunia!" teriak Alkatiry memanggil putrinya, Fairuz.
"Ya, Abah! Segera ke sana!" teriak Fairuz dari dalam kamarnya. Berhentilah dia membaca surat. Dimasukkanlah surat dan foto itu ke dalam laci lemari.
Segera bergegas gadis jelita semampai itu menghampiri Alkatiry yang tengah duduk di ruang tamu bersama sahabatnya Hussein. Faiz pun ikut duduk di sebelah ayahnya. Hussein duduk di sebelah Alkatiry.