Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Dilantik, Lalu Dimakzulkan, Politik Melankolis Koalisi Prabowo dan Strategi Jokowi

16 Oktober 2014   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggal 20 Oktober 2014 Jokowi terpaksa harus dilantik. Wacana di dalam koalisi Prabowo untuk menjungkalkan atau menjegal atau memakzulkan Jokowi merupakan wujud politik melankolis ala koalisi Prabowo. Sesungguhnya dalam lubuk hati terdalam, koalisi Prabowo - yang tetap gagal move on - di MPR dan DPR sebenarnya ogah-ogahan melantik Jokowi. Namun, karena bagian dari strategi menjungkalkan Jokowi, Jokowi harus dilantik dahulu. Setelah dilantik agenda politik DPR akan mencari alasan agar secara politis Jokowi dimakzulkan alias di-impeached. Bagaimana, apa petunjuk awal, dan strategi pemakzulan Jokowi oleh koalisi Prabowo yang disebut politik melankolis? Mari kita bahas dengan hati gembira ria.

Alasan melankolis, delusif dan ilusif terkait dengan keberadaan Prabowo di panggung politik nasional. Koalisi Prabowo masih diliputi perasaan menang di dalam diri mereka. UU MD 3, Pilkada oleh DPRD, perebutan dan penguasaan pimpinan DPR dan MPR adalah sebagian dari upaya balas dendam dan melankolisme politik. Ada tiga melankolisme politik yang dialami Prabowo dan mitra koalisinya.

Pertama, Prabowo merasa kuat. Koalisi Prabowo yang diliputi oleh dendam kesumat itu akan menjadi sampai saat ini masih merasa kuat. Kekuatan di parlemen dianggap segala-galanya. Meskipun sesungguhnya tanpa kekuasaan di pemerintahan, lembaga legislatif tetap saja kekuatan yang sesungguhnya ada di tangan pemerintah. Legitimasi menjalankan roda pemerintahan ada pada Jokowi. Namun, dengan menguasai DPR dan MPR mereka berpikir akan mengganggu pemerintahan menjadi tak efektif.

Kedua, Prabowo dan Gerindra dianggap orang dan partai penting. Pada saatnya Golkar, PAN, PPP akan sadar bahwa Prabowo itu tidak memiliki kekuatan apa-apa. Bukti Prabowo tidak memiliki kekuatan adalah Prabowo kalah melawan Jokowi. Prabowo juga tak memberikan kontribusi apa-apa untuk Golkar, PAN, PPP. Dan, sesunguhnya kebesaran Prabowo hanya ilusi dan delusi koalisi Prabowo yang akan segera berakhir dalam benak para politikus. Dengan Gerindra-nya yang hanya 11% di parlemen, Prabowo mengatur-atur koalisi permanen juga sebenarnya memalukan Golkar, PAN dan PPP serta Demokrat.

Ketiga, Prabowo dan koalisi Prabowo merasa rakyat mendukung mereka. Mereka lupa bahwa mereka secara bersama-sama tengah menggali kubur mereka untuk tahun 2019. Pemilihan presiden berlangsung langsung dan calon independen yang muncul akan sangat kuat. Parpol tak dibutuhkan oleh presiden yang dipilih rakyat secara langsung pada 2019.

Bagaimana pemakzulan akan diskenariokan?

Petunjuk awal akan adanya pemakzulan adalah berbagai pernyataan politik yang saling mendukung. (1) pernyataan Hashim adik Prabowo yang akan menjegal Jokowi meskipun disanggah, (2) tuduhan kepada Jokowi korupsi oleh Rachmawati, (3) Prabowo yang tetap kepedean dan tak mengakui kemenangan Jokowi, (4) sikap Fahri Hamzah dan Fadli Zon yang menunjukkan permusuhan dengan Jokowi tak kunjung habis, (5) politisasi kasus bus Transjakarta. Kelima butir tersebut yang menjadi perekat koalisi Prabowo yang sangat ingin berkuasa dengan cara apapun.

Selain itu, sikap ngotot Aburizal Bakrie yang bersumpah akan mengubah banyak undang-undang untuk kepentingan kelompok, setelah keberhasilan UU MD3, Pilkada DPRD, menunjukkan upaya melawan dan merecoki pemerintahan Jokowi. Sikap Ical ini sebenarnya menggambarkan kepentingan kubu Prabowo terkait dengan penguasaan bisnis, hegemoni ekonomi, sumber daya alam, mineral, migas dan APBN yang sebelumnya banyak dikuasai oleh Golkar selama 10 tahun harus terlepas ke kelompok Jokowi. Pergeseran ini tidak dikehendaki oleh kubu Prabowo karena sikap, tekad dan sifat Jokowi yang akan melakukan pembersihan yang jelas akan sangat merugikan para mafia di bidang hukum, politik dan ekonomi.

Strategi koalisi Prabowo dalam pemakzulan yang mereka tengah persiapkan adalah skenario seperti ketika menjungkalkan Gus Dur. Kasus Gus Dur yang menerima US 3,5 juta sebagai sumbangan untuk seorang ‘kiai' dipolitisir oleh Amien Rais untuk menjatuhkan Gus Dur.

Pemakzulan terhadap Jokowi akan melalui politisasi kasus bus karatan TransJakarta. Pemakzulan seperti itu dianggap tepat oleh kubu Prabowo. UU MD3 menjelaskan tentang skenario mengangkat Prabowo menjadi presiden setelah dimakzulkan MPR. Padahal, untuk memakzulkan Jokowi perlu suara 2/3 anggota MPR. Mereka tetap tak peduli dan akan melakukan pemakzulan dengan cara apapun.

Perecokan terhadap pemerintahan dan program Jokowi dibayangkan dan diharapkan akan melunturkan popularitas Jokowi. Dengan kondisi prestasi pembangunan politik yang lemah, maka kriminalisasi dan politisasi kasus yang dituduhkan kepada Jokowi akan berjalan mulus. Mereka lupa Kejaksaan Agung ada di bawah kendali presiden. Namun, bagi mereka hal ini tak dipikirkan dan dinafikan. Bahwa kejagung lebih dekat dengan presiden dianggap angin lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun