[caption caption="Hidayat Nur Wahid pentolan partai agama PKS I Sumber Kompas.com"][/caption]Â
Hidayat Nur Wahid memang hebat. Kapasitasnya bisa disamakan dengan yuniornya: Fahri Hamzah. Hidayat mengusulkan Densus 88 memberantas teroris, dengan menembak teroris dengan peluru obat bius. Tujuannya agar teroris yang tidak tewas ditembak (1) bisa dimintai keterangan dan (2) agar tidak salah tembak. Usulan Hidayat itu selintas tepat dan disampaikan di tengah upaya revisi UU anti Terorisme oleh Presiden Jokowi yang dengan tegas akan memberangus terorisme. Mari kita tengok fenomena isi revisi UU anti Terorisme dengan hati gembira ria riang ria menertawai motif di balik tentangan PKS, Gerindra, dan menertawai terbahak usulan dan motif Hidayat terkait isi revisi UU anti terorisme selamanya senantiasa.
Kreatif sekali si Hidayat Nur Wahid. Ada-ada saja memang para pentolan partai agama PKS. Puisi dukungan terhadap ISIS dipersembahkan oleh Anis Matta – salah satu alasan Anis Matta terpental dan dibuang dari partai agama PKS. Lalu sentimen ogah-ogahan menolak ISIS oleh Tifatul Sembiring yang menyebut ISIS sebagai istri solihah idaman suami. Kini si wani piro Hidayat Nur Wahid mengusulkan Densus 88, menembak teroris dengan menggunakan peluru obat bius: dor lumpuh. Begitu bayangan Hidayat Nur Wahid. Dor, terorisnya lemah dan jatuh ke tanah atau aspal atau marmer.
Hidayat Nur Wahid memang sangat cerdas: S3, doktor, gelaran pendidikan tertinggi di dunia akhirat. Maka menyikapi UU anti teroris, seperti halnya Gerindra – yang menerapkan azas asal berbeda dengan Presiden Jokowi – partai agama PKS juga tidak melihat revisi UU anti Teror sebagai prioritas. Khusus untuk menembak teroris, menurut akal kecerdasan Hidayat Nur Wahid, teroris tak layak dibunuh karena (1) belum tentu bersalah, (2) takutnya terjadi salah tembak dan telanjur mati, dan (3) bisa digunakan untuk mengendus lebih jauh keterlibatan pihak lain. Itu sekilas.
Namun, kalau dicermati, usulan Hidayat ini sungguh luar biasa. Dengan kecerdasan super tinggi, karena dirasuki keyakinannya yang sangat pribadi terkait ideologi partai agama PKS, Hidayat mungkin dengan kaca mata ideologinya melihat teroris sebagai anak-anak yang memainkan air-soft gun, bukan bom, bukan granat, bukan AK 47, M-16, bukan senapan serbu SS 14, bukan senapan buatan pindad; hanya mainan tak berbahaya.
Di sisi lain, rasa belas kasihan terhadap matinya para teroris menyesakkan dada Hidayat ketika Densus 88 berjibaku saling serang dengan teroris seperti di Temanggung, Poso, Ciputat, Tegal dan terakhir kasus Thamrin. Mungkin Nurdin M. Top dan Dr. Azahari seharusnya dilumpuhkan dengan peluru karet atau bius – seperti menembak gajah untuk keperluan pendidikan dengan bius – agar bisa mengajari membuat bom di penjara.
Usulan Hidayat Nur Wahid, karena ditutupi oleh motif tersembunyi ideologinya, yang hanya Hidayat yang tahu kok bisa mengusulkan begitu, sama sekali tidak memertimbangkan hal-hal yang umum di dunia dan akhirat: bahwa teroris sangat berbahaya dan memiliki daya serang mematikan. Di mana pun di dunia untuk melawan teroris digunakan senjata mematikan: tujuannya membunuh teroris. Hidayat bisa jadi tidak pernah melihat di televisi teror di Paris, Iraq, Lebanon, Syria, Mesir, Nigeria, Kenya, Amerika, Jakarta, semuanya melawan teroris dengan senjata mematikan.
Yang ditonton Hidayat mungkin hanya sinetron atau parade gebyar fashion ala akhirat, bukan realita ancaman teror yang sudah sangat membahayakan. PB NU menyebut bahaya radikalisasi di Indonesia telah di titik yang sangat membahayakan dan mengkhawatirkan. Eh, Hidayat malah usul pakai peluru karet berisi obat bius mirip menembak gajah agar teroris tidak mati.
Hidayat pun tak memerdulikan keselamatan Densus 88 ketika melawan teroris. Penggunaan peluru obat bius membutuhkan waktu sekitar 20 detik sampai 2 menit untuk agar efek bius bekerja. Nah, dalam tempo ituu teroris masih bisa menembakkan pistol atau senapan dan bahkan granat serta bom. Dalam pertempuran hitungan menang-kalah, mati-hidup, dibunuh-membunuh hanya hitungan detik. Untuk itu kicauan dan belaan Hidayat Nur Wahid menunjukkan kecerdasan luar biasa manusia satu itu. Dan … tak usah digubris.
Di lain sisi, Presiden Jokowi tengah mengusulkan revisi UU anti Terorisme – dan ditentang banyak pihak karena usulan Jokowi yang akan bertujuan (1) menguatkan perang terhadap terorisme, karena diyakini (2) teroris telah bersekutu dengan bandar narkoba dan (3) para koruptor. Pembiayaan teror ISIS oleh Freddy Budiman sang gembong narkoba yang Presiden Jokowi tidak berani mengeksekusi, menjadi peringatan. Dan yang lebih parah, adanya sinyalemen dan dugaan para koruptor yang terancam bisa mendanai aksi teror bersenjata untuk menggoyang pemerintahan. Ini tengah diselidiki dan dicermati oleh BIN, TNI dan Polri serta lembaga lainnya.
Maka, mengantisipasi bahaya itu maka isi revisi UU anti Terorisme antara lain (1) intelejen, Polri, dan TNI jika dianggap perlu diberi wewenang untuk menangkap terduga teroris dan (2) menahan teroris selama 7 hari atau lebih. Pun juga Densus 88 serta Polri dan intelejen bekerjasama untuk melakukan preemptive measures untuk memberangus gerakan yang berbau radikalisme dan mengancam keamanan nasional dan kesatuan bangsa. Itu untuk mencegah agar sebelum mereka bertindak melakukan pemboman dan serangan, aparat intelejen baik TNI maupun BIN, Densus 88 dan Polri menyerang lebih dahulu, berdasarkan bukti-bukti permulaan. Itu isi penting revisi yang akan dilakukan oleh Presiden Jokowi.