Hanya akan ada tiga capres maju sebagai capres 2014 berdasarkan peta pileg hari ini. Ketiga capres tersebut adalah Jokowi (Joko Widodo), Ical (Aburizal Bakrie), dan (Prabowo Subianto atau tokoh lain) yang akan nyapres 2014. Mencermati peta persaingan antara Prabowo dan Jokowi sungguh menarik - semenarik melihat rakyat menghukum partai korup seperti PKS dan Demokrat sebagai sarang koruptor. Pileg telah selesai hari ini.
Jutaan rakyat telah menentukan pilihan. Dua partai tak lolos PT alias parliamentary threshold dan tak lolos ke Senayan yakni PBB dan PKPI. PDIP, Golkar, Gerindra - menyingkirkan mimpi partai agama PKS, Demokrat menjuarai pertarungan pileg dan menjadi papan satu. Papan dua ditempati oleh PPP, PKB, PKS, NasDem, PAN, dan Hanura. Melihat peta persaingan seperti itu, maka yang akan maju sebagai capres tetaplah tiga calon yakni Jokowi, Ical dan Prabowo.
Berkoalisi dengan apapun, maka pada akhirnya persaingan akan terjadi pada Jokowi dan Prabowo. Ical sebagai calon presiden Golkar, hanya akan menjadi pemecah suara baik bagi Prabowo maupun Jokowi. Melihat peta politik terakhir, partai-partai berbasis Islam seperti PPP, PKB, PKS, PAN memiliki posisi tawar yang kuat.
Jika PPP - yang dalam pileg 2014 kali ini perolehan suaranya cukup meningkat - akan berkoalisi dengan PPP. Dengan bergabungnya PPP ke Gerindra maka perolehan kedua partai diyakini mendekati presidential threshold (PT). Hanya dengan satu partai Islam lagi atau satu partai nasionalis maka Gerindra bisa mengusung Prabowo.
Akibat bergabungnya PPP dengan Gerindra dan satu partai nasionalis lain, maka posisi tawar partai lain menjadi meningkat. Pada saat yang bersamaan partai-partai Islam tak akan mampu mengusung sendiri calonnya karena selalu terpecah dan ketiadaan tokoh dari partai Islam. Mau tidak mau terpaksa partai-partai Islam mendukung salah satu capres nasionalis Ical, Prabowo atau Jokowi.
Skenario lainnya adalah Golkar juga akan menarik semakin banyak partai untuk melawan Jokowi dan Prabowo. Jika ini terjadi, maka para partai tersebut tetap akan merugi karena faktor elektabilitas Ical yang jeblog. Para partai akan berpikir keras untuk mendukung Ical terkait kemungkinan menang Ical yang sangat kecil dibandingkan dengan jika berkoalisi dengan PDIP atau Gerindra.
Jika partai-partai menengah tidak mendukung Gerindra - dengan alasan seperti yang disampaikan oleh Anies Baswedan bahwa Prabowo adalah bagian dari masalah masa Orde Baru - maka Prabowo akan sangat merasakan betapa kerasnya perjuangan untuk memenangkan dukungan para partai papan dua. Para partai papan dua akan berpikir keras dan jual mahal untuk mendukung partai tertentu. Prabowo akan mengalami kesulitan luar biasa untuk menarik para partai papan dua.
Bisa jadi Prabowo akan mengalami kesulitan dan tak berhasil maju. Hal ini bisa terjadi jika satu atau dua para partai Islam - PKS, PPP, PAN, PKB yang mengusai sekitar 28% suara DPR - terpecah mendukung Golkar atau PDIP. Faktanya bahwa PPP telah merapat ke Gerindra. Ini jelas menyulitkan posisi Prabowo, karena Gerindra sendiri hanya mendapatkan kurang dari 20% suara DPR. Sungguh menyesakkan dan menarik sekali.
Faktor sosok Jokowi yang benar-benar memenangkan PDIP akan berakibat kuat yang akan menyebabkan posisi tawar PDIP semakin tinggi. PDIP perlu menggandeng partai Islam atau partai nasionalis lain seperti NasDem - yang kemungkinan tak akan mendukung Golkar . Hanura dipastikan akan mendukung Golkar. Ada kemungkinan Golkar akan kehilangan kemampuan untuk memenangkan koalisi besar terkait peta kekuatan Ical sebagai capres yang tak semenarik Jokowi bahkan Prabowo sekalipun.
Dengan demikian, perolehan suara partai papan dua (PKS, PPP, PKB, PAN, NasDem, Hanura, PPP) yang merata antara 5 % - 8 %, akan sangat menentukan apakah Prabowo, Ical bahkan Jokowi menjadi capres dan muncul di kertas suara pilpres. Yang menjadi masalah adalah semua partai tersebut tak memiliki calon presiden atau tokoh sekuat Jokowi - hal yang mirip ketika SBY pada 2004 dan 2009 muncul tanpa pesaing. Saat ini Jokowi menjadi tokoh penarik untuk membangun koalisi besar di bawah pimpinan PDIP - kondisi yang mirip dengan koalisi pilpres 2009.
Bahkan jika partai Islam akan mengusung sendiri calonnya, dengan tidak ada tokoh besarnya, itu hanya akan memecah suara - dan jelas akan menyingkirkan Prabowo dari pencapresan - dan peluang menang capres yang diusung partai Islam tetap sangat kecil. Untuk itu, kecerdasan para pimpinan partai dalam melihat peluang mendukung Jokowi, Ical, atau Prabowo - dengan pertimbangan ketokohan Jokowi, elektabilitas Ical yang rendah, dan permasalahan Prabowo - akan sangat menentukan. Yang jelas, Ical maju hanya menjadin pemecah suara bagi Jokowi atau Prabowo.