Golkar terpecah. Publik masih ingat, naiknya Ical menyebabkan Suryo Paloh mendirikan Partai NasDem. Akankah Ical menjadi penyebab lahirnya NasDem II dan Ical menjadi pemecah-belah Golkar?Pagi-pagi Ical berteriak tentang siapapun Ketum Golkar, Gokar tetap di Koalisi Prabowo. Tak pelak, dua musyawarah nasional (Munas) Golkar akan digelar: Munas Ical 30 November 2014 di Bali dan Munas Muladi-Agung Laksono pada Januari 2014 Apakah latar belakang perpecahan Golkar sesungguhnya sekarang ini? Mari kita tengok dengan hati riang gembira bahagia dan sejahtera.
Di media dan permukaan terlihat penyebabnya hanya gara-gara Ical mau maju menjadi ketua umum lagi. Itu yang tampak. Kubu Muladi dan Agung Laksono serta delapan orang lain mencurigai Ical akan melakukan kecurangan dalam proses pemilihan nanti - dengan menunjuk Nurdin Halid sebagai ketua munas. Selain itu, Ical pun dinilai gagal total memimpin Golkar yang menyebabkan berkurangnya suara Golkar di DPR dan DPRD. Apa sesungguhnya penyebab kengototan Ical?
Ical terlibat politik perkoncoan dengan Prabowo. Itu jawabnya. Ical telah membawa Golkar menjadi partai yang tak taat azas sebagai Golongan Karya. Makna Golongan Karya adalah Golkar harus selalu berada di pemerintahan. Namun, karena Ical memilki keterikanan politik dan ekonomi dengan Prabowo yang sama-sama mengalami kebangkrutan ekonomi dan politik pasca kekalahan Pilpres, maka dengan segala cara Ical akan all out tetap menjadi Ketum Golkar.
Kedua orang itu Ical dan Prabowo lebih senang berada di luar pemerintahan disebabkan oleh (1) Ical dan Prabowo memiliki komitmen saling membantu untuk penyelamatan ekonomi dan politik dengan gerbong kekuatan penyeimbang utamanya bisnis Ical dan Prabowo yang terpuruk dan goyah, (2) pilihan di luar pemerintahan lebih menguntungkan dalam rangka melakukan tekanan politik dan ekonomi kepada Jokowi dan kroni politik dan ekonomi Jokowi-JK agar mendapatkan kue ekonomi, (3) sifat dasar Ical dan Prabowo yang mapan sebagai generasi kedua bisnis orang tuanya tidak memiliki sense of emergency terkait nasib dan derita rakyat dan bangsa, yang ada dalam pikiran mereka hanyalah kepentingan bisnis pribadi yang harus diselamatkan.
Untuk itu, kemarin (25/11/2014) Ical berteriak-teriak bahwa siapapun yang terpilih menjadi Ketum Golkar, Golkar tetap akan ada di koalisi Prabowo. Untuk itu, pasca kisruh dan adu jotos di Rapimnas Golkar, Ical buru-buru menemui Prabowo. Ical ketakutan setengah mati jika sampai kalah dalam perebutan Ketum Golkar maka nasib Koalisi Prabowo akan tidak menentu. Rangkaian skenario penjungkalan Jokowi yang sudah dirancang sebelum pilpres - antisipasi kalah melawan Jokowi yang akhirny kalah beneran - akan berantakan.
Itulah makanya buru-buru cepet-cepet Ical melaporkan kepada atasannya yakni Prabowo terkait perkembangan perebutan kekuasaan Ketum Golkar. Tampak kekhwatiran dan ketakutan luar biasa kubu Ical akan kekalahan perebutan kekuasaan.
Ical dan Prabowo sadar - sama dengan orang awam - bahwa kekuasaan di Golkar adalah kekuasaan yang cukup strategis untuk mendapatkan ‘bargaining position' alias posisi tawar dengan Prabowo dan juga dengan Jokowi. Siapapun yang mendapat dukungan Golkar, maka dialah yang akan selamat secara politik dan ekonomi.
Menyadari posisi yang demikian itu maka Ical melakukan apapun cara dan strategi untuk tetap berkuasa di Golkar dan melanggengkan rencana merecoki pemerintahan Jokowi hanya sebagai ‘bargaining position' agar kepentingan ekonomi Ical dan Prabowo selamat. Mereka sadar jika Golkar ada di pemerintahan, maka kue ekonominya pun tidak sebesar makna ‘penyeimbang' dan ‘penekan' politik terhadap Jokowi-JK.
Demi kepentingan politik-ekonomi antara Ical dan Prabowo inilah maka Ical menerapkan politik tirani di dalam tubuh Golkar. Ical memergunakan koruptor semacam Nurdin Halid yang lihai melakukan penggalangan dan lobbi yang cenderung memanfaatkan politik uang - dalam perebutan Ketum Golkar, harga satu suara sampai Rp 500-700 juta - dalam perebutan Ketum. Logistik yang mantap Ical dengan tangan kanan Nurdin Halid diyakini akan memenangkan Ical ke tampuk kekuasaan Golkar.
Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, Hajriyanto Tohari, Zainudin Amali, Agus Gumiwang Kartasasmita, Yorrys Raweyai, Agun Gunandjar Sudarsa dan Ibnu Munzir, bahkan Muladi tak memiliki kekuatan keuangan yang mumpuni untuk melawan tirani politik model Ical yang memiliki jaringan logistik kuat - meskipun ngutang lho - untuk memenangkan Ketum Golkar.
Makanya, Ical mati-matian menerapkan tirani politik yang tidak demokratis dengan melakukan pelanggaran kesepakatan dengan percepatan Munas pada 30 November 2014 - dari yang sedianya diadakan pada Januari 2014 - akan bisa menjadi boomerang. Namun melihat kepentingan pribadi Ical dan Prabowo - politik perkoncoan dan kepentingan ekonomi - maka dipastikan Ical akan memenangkan pertarungan ini meskipun dengan konsekuensi Golkar akan pecah.