Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Giliran DPR Permalukan SBY Terkait Perppu Pilkada Langsung?

11 November 2014   18:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:05 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DPR akan permalukan SBY terkait perppu pilkada langsung? Banyak pihak berharap DPR akan meloloskan Perppu ciptaan SBY. Namun sesungguhnya yang terjadi di DPR adalah Perppu Pilkada Langsung versi SBY itu diharapkan oleh SBY sendiri untuk ditolak oleh DPR. Sikap SBY terkait pilkada langsung sebenarnya menolak dan SBY menyetujui pilkada oleh DPRD. Lalu untuk apa SBY mengeluarkan Perppu dan kenapa DPR akan memermalukan SBY? Mari kita telaah kaitan kepribadian SBY dengan sikap koalisi Prabowo yang saling mendukung untuk ditolaknya Perppu Pilkada langsung dengan hati gembira ria.

Pertama, sikap politik dan kepribadian SBY. Sejak awal terkait Pilkada DPRD, SBY memiliki sikap yang membingungkan. Puncaknya adalah ketika SBY memerintahkan kepada Nurhayati untuk walk-out dari pemilihan alias voting. Padahal jika tak walk-out, dan partai SBY Demokrat mendukung pilkada langsung saat itu juga akan menang. Namun, yang terjadi adalah SBY melakukan maneuver, berakrobat, dan berpura-pura sedih. Akibat tekanan publik, SBY mengeluarkan Perppu Pilkada Langsung, yang harus disetujui oleh DPR.

Sejak lama SBY dikenal memiliki sifat ragu, takut dan menjalankan politik di dua kaki jika harus berhadapan dengan konflik. Ketakutan SBY berkonflik telah menghasilkan politik kompromi yang membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang lambat pembangunannya akibat korupsi yang marak yang dipimpin oleh para menteri dan partai SBY.

Rasa ketakutan SBY tak pernah surut sehingga menghindari konflik. Akibatnya, karena semua orang dan kelompok adalah kawan, maka para kawan ini melonjak dan tak menghargai SBY. Kewibawaan SBY sirna termakan oleh sikap dirinya yang tak berani melawan konflik. Apalagi sekarang setelah kehilangan kekuasaan SBY yang merangkul semua orang menjadi kawan telah ditinggalkan seorang diri. Pertimbangan menghargai oleh DPR sirna karena orientasi kekuasaan DPR tidak dimiliki lagi dan SBY menjadi bagian dari pelampiasan kekalahan koalisi Prabowo.

Kondisi lebih buruk lagi adalah SBY yang sudah tidak punya kekuatan dan pengaruh akan diabaikan oleh para anggota DPR dari Partai Demokrat yang tak melihat lagi SBY sebagai orang penting. Contohnya kegagalan maneuver dan acrobat SBY terkait Pilkada DPRD yang sebernarnya dia dukung, tak mengorbankan anggota DPR Demokrat dan tak ada sanksi terkait tindakan walk-out. Ini membuktikan anggota DPR dari Demokrat tak akan patuh dengan SBY yang sama sekali tak memiliki posisi tawar kekuatan.

Kedua, semangat asal beda pendapat dan balas dendam koalisi Prabowo tak pernah luntur. Segala hal yang terkait dengan hal atau kesan yang merugikan rakyat - yang bisa digunakan sebagai kambing hitam untuk pemerintahan Jokowi-JK - akan dilakukan, Dari mulai kartu KIS, KIP, BPJS dan sebagainya menjadi bahan kritikan meskipun sebenarnya kartu-kartu itu bagian dari jaring pengaman sosial untuk mengatasi kemiskinan.

Bagi koalisi Prabowo yang terpenting adalah kemenangan dan kesan kemenangan. Terkait pilkada DPRD - jika memang diterapkan maka - hanya Golkar yang akan merajadi kemenangan jabatan kepala daerah. Sementara PAN, Gerindra dan PKS apalagi PPP tak akan mendapatkan banyak jabatan kepala daerah. Yang diboyong adalah semangat berbeda pendapat dengan koalisi Jokowi. Perebutan jabatan di DPR dan MPR telah menghasilkan gesekan dan perang kepentingan antar kedua kelompok koalisi Prabowo dan koalisi Jokowi.

Jadi, dalam kondisi seperti itu, baik langsung maupun tidak langsung, meskipun diliputi oleh pecahnya PPP, nasib Perppu akan sama dengan ketika terjadi rebutan posisi jabatan di DPR dan MPR. Selain pertimbangan terhadap sikap dan sifat politik SBY masa lalu dan kini - yang tanpa kekuatan dan ditinggal teman - koalisi Prabowo akan menolak Perppu Pilkada langsung yang kebetulan memiliki roh sama dengan Jokowi. Padahal segala hal yang berbau Jokowi - meskipun itu didukung oleh rakyat - akan dimentahkan oleh koalisi Prabowo dengan semangat ‘asal berbeda dengan Jokowi' sebagai wujud dendam kesumat kekalahan junjungan mereka Prabowo dalam pilpres. Sikap DPR yang seperti ini secara langsung tak langsung akan memermalukan - meskipun ini bagian dari seolah-olah mendukung demokrasi oleh SBY - SBY.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun