Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon Berjuang Halangi Agung Rombak Fraksi dan Politik Text Book Gagal

21 Maret 2015   09:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fadli Zon jengah. Itu bisa dipahami. Penyebanya adalah (1) rontoknya Golkar Ical, dan implikasinya (2) robohnya koalisi Prabowo. Lebih jauh, percobaan penerapan teori politik text-book berupa pseudo power gagal total. Dan Golkar adalah penyebabnya. Untuk menyelamatkan percobaan teori politik text book itu, Fadli Zon harus menggagalkan perombakan Fraksi Golkar di DPR. Loyalis Ical seperti Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo, Ade Komaruddin, Tantowi Yahya, dan di DPP seperti Idrus Marham harus dipertahankan. Mari kita telaah implikasi politik dan kiprah Fadli Zon dan praktik jualan teori politik pseudo-power yang gagal dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia selamanya.

Teori pseudo power yang dianut oleh pemerintah Uni Soviet. Teori ini berawal dari upaya membelokkan esensi kekuatan rakyat, kelas pekerja dan kaum proletariat. Penguasa partai menjadi ‘kapitalis penguasa' sesungguhnya di Uni Soviet. Kekuatan rakyat dipinjam untuk memraktikkan keuasaan menguasai seluruh peri kehidupan rakyat. Pseudo power terbentuk. Elite penguasa mencoba memenangi seluruh dan menguasai dengan tekanan kepada lawan.

Fadli Zon pun paham akan hal ini. Maka memanfaatkan militansi pendukung Prabowo, para partai, pentolan partai yang kalap atas kekalahan, maka upaya membentuk pseudo power dianggap paling tepat. Maka terbentuklah koalisi permanen ala Koalisi Prabowo.

Dengan meminjam situasi politik, atau bahkan fenomena politik, Fadli Zon mendesain koalisi penyeimbang yang sejatinya pseudo power. Jadilah ia arsitek pembentukan pseudo power di Indonesia dalam wujud DPR. Diimpikan oleh Fadli Zon, dengan kekuatan parlemen 76% dikuasai oleh koalisi Prabowo, diimajinasikan Presiden Jokowi akan memberikan banyak konsesi ke oposisi.

Awalnya teori politik itu dianggap akan berjalan dengan baik. Maka persiapan eksekusi teori ke dalam praktik dilancarkan. UU MD3 dibentuk sebagai prasyarat membangun kekuatan. Tak heran semua alat dan pimpinan DPR dan MPR disapu bersih untuk koalisi Prabowo.

Awalnya, sejak sebelum Pilpres, persiapan untuk memraktikkan pseudo-power, dengan kelabuhan berupa istilah penyeimbang, mendapatkan tempat di koalisi Prabowo. Bahkan Partai Demokrat yang tak memiliki arah terombang-ambing mendukung pseudo power ala Fadli Zon itu.

Jadilah ia arsitek pembentukan pseudo power di Indonesia dalam wujud DPR. Diimpikan dengan kekuatan parlemen 76% dikuasai oleh koalisi Prabowo, diimajinasikan Presiden Jokowi akan memberikan banyak konsesi ke oposisi.

Pseudo power sendiri biasanya dibangun dan dapat dijalankan dengan syarat-syarat (1) soliditas para partai anggota pembentuk pseudo power memiliki kekuatan mayoritas, (2) penguasa sah dianggap lemah - namun memiliki kekuatan dukungan publik, (3) pseudo power mampu memberikan keuntungan bagi partai pendukungnya, (4) kekuatan dominan angkatan bersenjata dan kepolisian terpecah, dan (5) pelaku pseudo power mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Dari kelima prasyarat keberhasilan pseudo-power sebagai alat penekan, hanya poin ke-5 yang terpenuhi. Poin satu PPP dan Golkar pecah dan tak solid. Butir 2, ternyata Presiden Jokowi bukan ayam sayur - malah memorakporandakan PPP dan Golkar. Poin 3, pseudo power yang dibangun dengan nama penyeimbang gagal memberikan kue ekonomi atau konsesi dari Presiden Jokowi. TNI, BIN dan Polri tetap mendukung Presiden Jokowi secara solid.

Dapat dipastikan percobaan penerapan teori kekuatan ‘penyeimbang' - dengan menyingkirkan istilah oposisi pun gagal total. Lebih jauh, koalisi permanen pun bubar berkeping dan diprediksi oleh orang waras hanya akan menyisakan: PKS dan Gerindra. Ini jelas membuat sang arsitek melihat kegagalan percobaan sebagai aib. Tak mengherankan Fadli Zon dan Fahri Hamzah berjuang all-out untuk memertahankan Golkar versi Ical. Padahal secara hukum yang diakui pemerintah adalah Golkar Agung Laksono.

Tak mengherankan Fadli Zon yang terobsesi pseudo power jadi sewot. Bukan hanya percobaan membuat parlemen penyeimbang (bukan oposisi). Teori Fadli Zon ini serta-merta dicerna dan diamini sebagai kebenaran. Istilah penyeimbang pun ditelan oleh para partai dan dianggap sebagai kebenaran. Istilah oposisi pun dianggap tabu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun