Eneg. Malas. Marah. Merasa dibodohi. Itu perasaan yang terlintas dalam hati ketika menonton TVOne-MNC Group atau MetroTV. Kedua stasiun yang menggunakan frekuensi publik itu telah menjadi corong Prabowo (TVONe-MNC Group) dan Jokowi (MetroTV). Kenapa eneg, malas, marah dan meras dibodohi? Media konvensional televisi telah kehilangan fungsi sebagai media informasi yang kredibel dan patut disimak. Hal ini ditambah lagi dengan mandulnya KPI sebagai wasit yang mengawasi media massa konvensional pengguna frekuensi public.
Menonton stasiun televisi itu, tampak nilai-nilai jurnalistik yang seimbang dan adil yang menjadi hak publik telah diperkosa. Hak mendapatkan fakta dan berita yang adil dan beradab telah dirampas oleh pemilik stasiun televisi: Aburizal Bakrie-Harry Tanoesoedibjo dan Suryo Paloh. Anehnya, KPI alias Komisi Penyiaran Indonesia justru terlarut dan tenggelam mengikuti kekuatan uang pasangan capres Prabowo-Hatta (Aburizal Bakrie dan Harry Tan) dan Jokowi-Jusuf Kalla (Suryo Paloh). Para stasiun televisi itu telah melakukan pembodohan terhadap rakyat.
KPI yang memiliki hak untuk menindak stasiun televisi yang kebablasan itu ternyata justru diam seribu bahasa alias melakukan pembiaran. Alasan dari KPI yang menyebut bahwa dengan adanya dua kubu TVOne-MNC Group dan MetroTV, maka keseimbangan berita secara otomatis tercipta adalah tindakan yang sangat naïf. KPI menganggap bahwa jika suka Prabowo maka tonton TVOne-MNC Group dan jangan tonton MetroTV, atau jika senang pada Jokowi maka lihat MetroTV dan hindari TVOne-MNC Group, adalah solusi bagi pemirsa televisi dan publik. KPI naif dengan sikap lambannya.
Coba bayangkan, setiap hari, dari jam ke menit sampai detik, selalu di TVOne-MNC Group disuguhi puja-puji, kebaikan, keunggulan, kehebatan, kesempurnaan, kejayaan, dan aneka hal-hal luar biasa untuk pasangan Prahara alias Prabowo-Hatta. Pada saat yang bersamaan di MetroTV disuguhi puja-puji, kebaikan, keunggulan, kehebatan, kesempurnaan, kejayaan, dan aneka hal-hal luar biasa untuk pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Itu hal yang baik. Tayangan yang buruk, subyektif, dan sangat partisan dari TVOne-MNC Group tampil dalam cacian, makian, ulasan buruk, hal negatif, tak ada hal yang baik, keburukan, kebodohan, kejelekan, kekurangan, aib, dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. MetroTV pun menayangkan dalam cacian, makian, ulasan buruk, hal negatif, tak ada hal yang baik, keburukan, kebodohan, kejelekan, kekurangan, aib, dari pasangan Prabowo-Hatta.
Kondisi tayangan dan tontonan seperti itu jelas tak sehat dan menimbulkan perpecahan dan keburukan serta merampas hak rakyat untuk melihat kebenaran. KPI sekali lagi seharusnya bertindak melihat tayangan yang sangat buruk di kedua kubu pendukung pilpres. Pertanyaan untuk KPI pun perlu dilayangkan. Apakah KPI akan membiarkan TVOne-MNC Group dan MetroTV menjadi stasiun televisi yang tak mengindahkan azas jurnalisme seimbang dengan tayangan yang sangat membuat orang eneg?
Ataukah KPI dengan sangat naïf menyampaikan: kalau mau mendukung Prabowo jangan menonton MetroTV dan kalau mau mendukung Jokowi jangan menonton TVOne-MNC Group? Pernyataan dan sikap KPI seperti ini - dengan membiarkan ketidakseimbangan berita terkait kampanye pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla - jelas menunjukkan sikap KPI yang tak sensitif terhadap akibat perpecahan di masyarakat.
Pemberitaan yang tak seimbang akan menyebabkan timbulnya segregasi dan perpecahan di masyarakat yang hanya melihat dari satu perspektif dan sudut pandang sempit. Ini akan membahayakan dan membuat misleading-nya suatu informasi, berita, dan fakta.
Jadi, sekali lagi, tontonan terkait kampanye di TVOne-MNC Group dan MetroTV membuat orang eneg dan menjijikkan. Media yang diharapkan sebagai alat dan obor pencerahan telah diperkosa menjadi corong berita tak berimbang. Hak publik atas pemakai frekuensi publik itu telah dilanggar oleh para stasiun TVOne-MNC Group karena Aburizal Bakrie dan Harry Tanoesoedibjo mendukung Prabowo-Hatta dan MetroTV karena mendukung Jokowi-Jusuf Kalla. Yang sangat disayangkan KPI tetap tinggal diam dan membiarkan mereka (para stasiun televisi) meelanggar kode etik penyiaran dan jurnalistik yang benar, bermartabat, adil dan seimbang. Apakah Anda juga eneg melihatnya?
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H