Berita mengejutkan datang dari DPR RI. Buntut adanya UU MD3 yang menyapu bersih seluruh Pimpinan DPR dan kelengkapan dewan oleh Koalisi Prabowo melahirkan DPR Tandingan yang diketuai oleh Pramono Anung. Terbentuknya pimpinan DPR Sementara pimpinan Pramono Anung merupakan (1) klimaks kekecewaan dan kewaspadaan koalisi Prabowo yang semakin (2) tidak demokratis dan arogan dalam menyikapi kemenangan di DPR. Tujuan pembentukan DPR Sementara juga untuk mengamankan pekerjaan para menteri agar tak diganggu oleh DPR pimpinan Setya Novanto. Terlebih penting lagi, kubu Jokowi mewaspadai adanya upaya sistematis untuk menjungkalkan Jokowi alias pemakzulan politis terhadap Jokowi-JK oleh DPR dan MPR alias TK. Mari kita telaah buntut perpecahan DPR secara hukum ketatanegaraan dan penyebabnya dengan hati riang gembira.
Dasar hukum pembentukan DPR Sementara adalah mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang diketuai oleh Setya Novanto. Tujuan membuat perlawanan oleh kubu Jokowi adalah adanya upaya makar dan pemakzulan terhadap Jokowi secara sistematis oleh koalisi Prabowo dengan cara menguasai seluruh pimpinan dan kelengkapan dewan. Mari kita telaah buntut perpecahan DPR secara hukum ketatanegaraan dan penyebabnya.
Pembentukan DPR Sementara yang diketuai oleh Ketua DPR Pramono Anung sungguh mengejutkan. Bukan hanya rakyat, kubu Koalisi Prabowo yang gagah perkasa pun jengah dan kaget. Tak diduga kubu Jokowi di DPR bertambah satu PPP. Dengan demikian UU MD3 yang dipersiapkan untuk merebut seluruh kekuatan di DPR menjadi seimbang: koalisi Jokowi 5 fraksi, koalisi Prabowo 5 fraksi. Posisi yang sama dan seimbang ini memungkinkan secara hukum kedua kubu meng-klaim sebagai yang berhak untuk membentuk perlengkapan dewan. Pembentukan DPR Sementara itu pun tak diatur dalam undang-undang manapun.
Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Setya Novanto dengan gagah perkasa selama bebarapa hari ini melontarkan pernyataan kemenangan. Musyawarah dan mufakat untuk membentuk perlengkapan dewan tidak disetujui. Penyebabnya adalah koalisi Prabowo ingin menyapu bersih seluruh kelengkapan dewan tanpa satu posisi pun diberikan ke koalisi Jokowi. Apa penyebabnya sehingga mereke ngotot menguasai seluruh kelengkapan dewan?
Pertama. Yang dibanggakan. Dendam akibat kekalahan pilpres. Ini sangat tidak popular. Namun senyatanya sikap dan sifat koalisi Prabowo di DPR menunjukkan rasa benci dan dendam kesumat. Antar anggota dewan sudah tak menghargai satu sama lain. Koalisi Prabowo yang selalu memimpin sidang sama sekali tak menghargai dan tak memberikan kesempatan meski hanya untuk berbicara. Akibatnya bisa diduga: koalisi Jokowi merasa tak dihargai.
Yang dilupakan: kesabaran koalisi Jokowi ada batasnya dan akhirnya keluar keputusan ‘gila' yang tak diduga yakni perlawanan kepada pimpinan alias mosi tidak percaya.
Kedua. Agenda tersembunyi menghambat seluruh program menteri Jokowi sebagai mitra kerja DPR. Dengan dikuasai oleh seluruh koalisi Prabowo, mereka berharap pekerjaan menteri Jokowi terhambat. Dengan pembangunan dan pekerjaan yang tak beres maka Jokowi dinilai gagal dan persiapan kudeta konstitusional akan segera dilakukan.
Yang dilupakan: anggota DPR koalisi Jokowi bukan para ayam sayur yang siap bertarung. Maka pembentukan pimpinan DPR Sementara tak dapat dihindari.
Ketiga. Strategi kuno koalisi Prabowo. Para anggota DPR koalisi Prabowo meyakini bahwa jumlah suara terbanyak akan memenangkan semuanya. Semua kehendak koalisi Prabowo akan terpenuhi. Mereka meyakini strategi menang jumlah suara sebagai strategi terbaik dan unggul dan akan selalu menang. Bukti kemenangan koalisi Prabowo merebut seluruh pimpinan DPR dan MPR akan diulangi lagi dalam pembentukan komisi di DPR. Kubu Prabowo yakin akan menyapu seluruh pimpinan jatuh ke tangan kubu koalisi Prabowo. Dan benar-benar dipraktekkan.
Yang dilupakan kubu Jokowi mengantisipasi kecenderungan otoriter koalisi Prabowo sebagai ancaman dan bukan penyeimbang akan merugikan bangsa dan pemerintahan Jokowi. Maka strategi devide et impera pun diterapkan. Kubu Prabowo meskipun tampak tenang jelas terperangah. Kenapa? Mereka tak menduga langkah koalisi Jokowi ini memiliki legitimasi pula. Selain itu tak ada lembaga yang berhak untuk memecat masing-masing kubu pimpinan DPR.
Keempat. Tujuan busuk merusak bangsa oleh kubu Prabowo di DPR tercium dengan kuat. Upaya pelan tapi pasti untuk menghambat dan akhirnya secara politis mendongkel Jokowi pun menjadi agenda yang akan dijalankan dengan suara mayoritas. Walk-out kubu Jokowi memang selalu diharapkan agar seluruh keputusan dapat diambil. Termasuk di dalamnya dengan seluruh pimpipan DPR dari kubu Prabowo, DPR bisa meminta MPR untuk bersidang untuk memakzulkan Jokowi - meskipun harus ada persetujuan Mahkamah Konstitusi.