Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPR, Andi Mallarangeng, dan Adam Lanza: Refleksi Penembakan Connecticut dan Korupsi

16 Desember 2012   01:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:35 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Papi, apa makna penembakan Connecticut dan kekerasan dan korupsi di Indonesia?" tanya Monahara remaja jelita seksi berjilbab kepada ayahnya Sabung tukang sabung ayam Bangkok tetangga saya.

"Tuh Om Niko yang akan menjawa soal ruwet begini..." sahut Sabung sambil melirik ke arahku yang tengah memegang ayam Bangkok.

Penembakan di sebuah SD di Connecticut yang menewaskan 27 jiwa, termasuk 20 anak-anak. Dari yang termuda usia 6 tahun sampai para guru berusia 58 tahun. Horor pembunuhan oleh Adam Lanza adalah suatu fenomena kekerasan. Itu refleksi dari dalam jiwa yang kering, kekerasan hati dan rasa frustasi. Semua itu akibat dari sakit jiwa; atau tepatnya jiwa yang sakit. Kekerasan selalu berhubungan dengan adanya perasaan ‘dominasi, lebih, melebihi, superior'. Dalam hal ini Adam Lanza dengan senjatanya dengan enaknya merasa nyaman membunuh ‘orang tak berdaya'.

Mental buruk mirip Adam Lanza itu tergambar dalam diri para penguasa. Penguasa merasa memiliki kekuatan dan bertindak semaunya; korupsi, menipu, membohongi rakyat katena adanya perasaan ‘dominasi, lebih, melebihi, superior'. Jika Adam Lanza senjatanya berupa senapan serbu, senjata otomatis yang dibeli secara resmi oleh ibunya, DPR dan pejabat melakukan korupsi dengan senjata ‘amanah akan saya laksanakan sesuka saya, toh sayalah yang berkuasa dan menguasai'. Dengan begitu mereka akan dengan leluasa bertindak merampok, menipu masyarakat dengan jalan-jalan atas nama studi banding ke luar negeri.

Adalah Romahurmuzy yang menuduh ada upaya pembusukan terhadap DPR adalah benar. Yang benar adalah DPR adalah institusi busuk penuh tipu daya. Legislasi hanya menjadi mainan dan dijadikan bahan tawar-menawar. RUU dijadikan alasan untuk jalan-jalan ke luar negeri. Anggaran dijadikan alasan untuk memeras BUMN. DPR tidak perlu dibusukkan karena memang berisi banyak orang busuk. Tidak perlu adanya pembusukan oleh media karena mereka sudah busuk. DPR adalah gerombolan manusia yang mengingkari amanah rakyat.

DPR adalah kontributor terbesar bagi kekerasan dan budaya korupsi. SBY juga sebagai presiden mengumandangkan anti korupsi. Namun, faktanya Partai Demokrat adalah partai yang para anggota DPP-nya paling banyak korupsi; M. Nazaruddin, Angelina Sondakh, Hartati Murdaya, Andi Mallarangeng adalah contohnya. Manusia-manusia semacam itu tak ada bedanya dengan para pembunuh seperti Adam Lanza. Kalau Adam Lanza hanya membunuh 27 orang, para politikus itu membunuh kesempatan dan memiskinkan jutaan orang. Korupsi yang dilakukan oleh mereka disebabkan oleh senjata dalam jiwa berupa ‘superioritas mereka di atas kelemahan hukum, rakyat yang permisif dan lemah terhadap perilaku korupsi'.

Susilo Bambang Yudhoyono nampaknya sengaja melakukan dua perbuatan yang bertolak belakang; di satu sisi berteriak anti korupsi di sisi yang lain korupsi marak dan dibiarkan di kalangan kadernya. Buktinya justru orang-orang terdekat menjadi koruptor. Sebagai presiden SBY seharusnya memahami dan menyelidiki tentang kecenderungan orang. SBY juga melakukan fit and proper test dan aneka test sebelum merekrut menteri. Dalam diri SBY sebagai presiden berlangsung pikiran semacam ‘aku adalah presiden dan berhak melakukan dan tidak melakukan apapun toh aku juga sudah jadi presiden'. Celakanya rakyat diam dan cuek sehingga negara menjadi negara ‘Auto Pilot'.

Seperti halnya Amerika, saya tak tidak terkejut jika di Amerika terjadi serangkaian penembakan yang menewaskan banyak orang di gedung bioskop, mal, dan sekolah. Gaya koboi yang positif dengan kepemilikan senjata oleh orang sipil telah memakan tuannya; senjata menjadi pembunuh dan menciptakan diri sendiri dalam bahaya ketika senjata dimiliki.

Dalam konteks Indonesia, senjata yang dimiliki masyarakat untuk melakukan kekerasan, seperti halnya anggota DPR adalah ‘moralitas dan perasaan menang serta superior di atas orang lainnya yang lemah'. Sesungguhnya senjata berupa konsep dan keyakinan buruk dalam jiwa seperti itu bahayanya melebihi senjata. Perasaan superior oleh kelompok mayoritas juga menciptakan budaya kekerasan dan intoleran. Misalnya kelompok mayoritas di Indonesia tidak memberi ruang bagi berkembangnya Syiah, Ahmadiyah, dan sebagianya. Bahkan terjadi pembunuhan dan kekerasan seperti Cikesusik dan Sampang.

Perasaan superior di atas yang lemah menyebabkan jemaat Gereja Yasmin dan Gereja HKBP Tambun Bekasi, misalnya dilarang beribadah di tempat ibadah mereka. Itu disebabkan oleh senjata dari dalam jiwa para pelarang yang disebut ‘dominasi, superior, berkuasa atas yang lemah tak berdaya'.

Jadi setiap kekerasan selalu dimulai dari dalam jiwa dengan kepemilikan senjata. Dan senjata itu bisa berwujud perasaan ‘superior di atas yang lemah' atau berupa senjata api seperti milik Adam Lanza. Kelakuan para koruptor dan pelaku tindak kekerasan dan intoleransi juga disebabkan merasa memiliki senjata berupa ‘dominasi, superior di atas kelompok lemah dan minoritas'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun