Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dekonstruksi Gelar Ulama, Ustadz Pasca Kasus Tifatul Sembiring dan Video Porno MUI Saiful Sardi

20 Maret 2014   05:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:43 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelar ulama, ustadz, kiai, kini harus dipertanyakan dan didekonstruksi. Gelar yang dulu demikian sakral, terhormat, hebat, dan hanya tersemat di sebagain kecil orang, kini menjadi mainan dan hanya hiasan semata. Bahwa makna ‘ulama warrasatul ambiya - ulama pewaris para nabi' telah kehilangan rohnya akibat perilaku buruk para orang yang menyebut diri ulama, juga kiai dan ustadz pun memiliki karakteristik sama yang dengan mudah didapatkan.

Orang dengan gampangnya menyebut diri sebagai ustadz, Guntur Bumi pun menyebut diri ustadz yang tak lain seorang penipu. Demikian pula ustadz Tifatul Sembiring - semua pentolan PKS disebut ustadz termasuk si koruptor ustadz Luthfi Hasan Ishaaq - tersandung menjadi follower akun porno. Berdasarkan kejadian itu, Kini gelar ulama yang tersemat di banyak orang perlu dipertanyakan. Siapakah ulama itu dan bagaimana seharusnya seorang ulama bersikap?

Model video seks dari MUI, artis, DPR, hakim dan guru marak di Indonesia. Wajar sebagai manusia khilaf dan salah. Namun yang sangat mengejutkan tak lain dan tak bukan adalah video porno atas nama ulama bernama Saiful Sardi. Kalau selama ini digambarkan bahwa MUI adalah lembaga pengeluar fatwa halal, haram, benar salah yang menghakimi manusia memiliki gambaran kesempurnaan. Namun di Indonesia ternyata gelar ulama bukanlah hal yang susah didapat. Siapakah yang layak disebut ulama itu?

Di Indonesia semua kalangan dan profesi pernah menjadi model video porno. Catatan tentang pemeran video asusila di Indonesia sungguh telah sempurna. Tak ada satu lembaga pun yang terbebas dari perbuatan asusila dan perselingkuhan. Perselingkuhan menjadi fenomena menarik dari berbagai kalangan. Penyebab maraknya porno aksi dan ketertarikan melakukan dan melihat aktivitas seksual menjadi awal dari tindakan melakuan perbuatan pembuatan video. Sebagai bukti, seorang menteri dan ustadz Tifatul Sembiring yang sudah poligami beristri tiga saja masih senang menonton video porno: buktinya menjadi pengikut akun porno.

Terakhir kasus anggota MUI seorang ulama hebat Saiful Sardi yang melakukan three-some dalam bentuk video porno yang dia rekam sendiri. Three some itu melibatkan Saiful Sardi dan dua orang guru honorer SD dan guru PAUD. Bisa dibayangkan kalau seorang ulama melakukan perbuatan bejat menjadi pemeran video porno dengan dua orang guru. Haha!

Kini, rakyat harus kritis dan tak latah menyebut ustadz. Orang seperti TIfatul menyebut diri ustadz tapi menjadi follower akun porno di twitter. Orang seperti Luthfi Hasan Ishaaq menyebut dirinya ustadz juga adalah seorang koruptor, demikian pula Ahmad Fathanah yang di kalangan kader dipuja-puja setinggi langit oleh para kader partai agama PKS dan dipanggil ustadz tak lain adalah manusia bejat koruptor dan pelaku gratifikasi seks. Sungguh menjijikkan. Kiai pun melakukan hal yang sama. Salah satunya adalah kasus Nur Iskandar SQ yang melakukan pernikahan semalam dengan Dewi Wardah - janda Amir Biki - yang menghebohkan itu.

Maka menjadi penting memertanyakan gelar ulama, kiai, ustadz yang seenaknya disematkan di depan nama orang. Gelar ulama, kiai, ustadz adalah gelar gratis yang bisa didapatkan dengan cara nekat menamai diri. Bikin kartu nama atau businness card dan cantumkan: Kiai Anu, Ulama Anu, Ustadz Anu. Maka dengan demikian Anda sudah menjadi ulama, kiai, dan ustadz. Hal seperti ini bisa terjadi karena tak ada lembaga yang menetapkan gelar ulama, kiai, dan ustadz. Gelar-gelar itu bisa didapatkan oleh siapapun asal nekat dan berani saja. Urusan ummat mengakui atau tidak tak penting. Yang penting ada gelar itu di depan nama Anda.

Kalau ulama seperti Saiful Sardi yang memerankan video porno, ustadz Tifatul Sembiring pengikut akun porno, kiai keblinger, maka menjadi sahih jika itu menjadi titik balik ummat memertanyakan tentang siapa yang berhak untuk menyematkan dan dipanggil ulama, kiai, atau ustadz. Selama ini gelar ustadz, ulama, kiai hanyalah gelar para orang nekat yang berani mendapuk dirinya - jauh dari idealnya zaman dahulu jika seorang ulama pasti memiliki ilmu agama tinggi dan sikap yang baik, juga kiai dan ustadz pun menunjukkan kehormatan dan tak sembarang orang sematkan. Kini, seklai lagi siapapun boleh menyematkan gelar ulama, kiai, dan ustadz. Suatu dekonstruksi tradisi gelar keagamaan.

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun