Dalam revolusi selalu ada pihak-pihak yang menjadi pahlawan. Entah pahlawan kesiangan atau pahlawan beneran. Namun begitu revolusi berakhir akan muncul pihak yang memanfaatkan revolusi itu. Di Mesir, gerakan yang dimotori oleh pemuda dimanfaatkan oleh Ikhawanul Muslimin untuk merebut kekuasaan. Di Uni Soviet, Michael Gorbachev yang memelopori glasnost dan perestroika memberi jalan bagi Boris Yeltsin untuk berkuasa. Di Filipina, kematian Ninoy Aquino, mengantarkan Corazon Aquino menjadi pemimpin lewat people power.
Di Indonesia, Reformasi '98 dimanfaatkan oleh para koruptor untuk korupsi berjamaah. Maka korupsi yang seyogyanya diperangi malah semakin marak pada dua periode masa jabatan Soesilo Bambang Yudhoyono. Dengan slogan Katakan Tidak Pada Korupsi, PD menjadi partai yang para pimpinannya tersangkut korupsi: Nazaruddin, Angelina Sondakh, Hartati Murdaya dan seabrek koruptor lainnya.
Maka kini, ketika Bang Yos turun dari kekuasaan selama 10 tahun, Foke yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan yang standard paling rendah sekalipun, didaulat maju. Rakyat mengira pengalaman sebagai birokrat Foke akan mampu berbuat sesuatu buat warga DKI. Dengan anggaran yang bejibun dan segunung pun, sesuai dengan keyakinannya, Foke tak mampu mengatasi masalah banjir dan kemacetan akut di jalanan Jakarta. Kedua hal ini sebenarnya esensi masalah paling memberatkan warga Jakarta untuk beraktivitas. Foke sebenarnya adalah barisan manusia yang hanya memanfaatkan Reformasi 98 untuk dirinya. Seandainya tak ada Reformasi 98, Foke pasti masih berkutat menjadi juru tulis dan juru gambar tata kota.
Betapapun juga, Fauzi Bowo alias Foke memang oke. Betapa tidak, dia didukung oleh dua orang paling terkenal dan hebat di negeri ini. SBY jelas semua orang buta huruf pun tahu, Presiden Partai Demokrat, karena lebih banyak mengurusi perusahaan yang bernama partai, Partai Demokrat. Manusia berinisial SBY ini jago bersolek ria dalam bentuk pencitraan. Pencitraan alias bohong. Kebohongan pemerintahan SBY pernah disampaikan oleh para tokoh agama.
Foke juga didukung oleh Aburizal Bakrie sang Ketum Golkar, Capres Golkar yang sedang bergelut dengan keraguan akan maju atau tidak pada Pilpres 2014. Selain ragu, dia juga sedang bermasalah dengan Lumpur Lapindo yang menyengsarakan warga Sidoarjo.
Amien Rais yang gelar Pahlawan Reformasi-nya dalam wacana akan dicabut oleh UI juga berbaris mendukung Foke. Alasannya PAN mendukung dia. Namun di balik itu, jelas ada unsur dagang sapi versi Amien Rais dalam dukungan terhadap Foke. Ini mengingat Foke sama sekali tidak reformis.
Lalu Marzuki Alie sebagai tokoh cerdas PD, yang sering melontarkan pernyataan kontroversial, jelas mendukung Foke, mengikuti garis Tuan SBY. Alie menambahkan dukungan yang sektarian dan berbau SARA. Tak patut ditiru.
Selain itu Foke juga didukung oleh para pendukung yang sangat senang memecah belah, seperti bunyi spanduk yang sangat tidak mendidik berbau SARA, kakaknya PRIMORDIALISME.
Melihat barisan pendukung yang bermasalah itu, SBY, Ical, Amien Rais, Rhoma Irama, Alie, rupanya suara Foke justru akan nyungsep alias terjun bebas pada putaran kedua. Para pendukung itu adalah kartu mati. Rakyat sebenarnya hidup rukun dan damai. Maka komporan alias panasan alias dipanaspanasi oleh aksi kampanye primordialisme dan SARA Foke - yang diamini oleh Panwaslu dan KPUD - tak akan mempan buat warga DKI.
Dalam berbagai wawancara, tujuh dari sepuluh orang normal di DKI Jakarta, mengatakan bahwa memilih pemimpin DKI adalah urusan duniawi. Kecuali jika Indonesia atau DKI adalah negara dalam kekuasaan Daulat Umah wal Islamiyah, Negara seperti yang diimpikan Hizbut Tahrir, maka wajiblah pimpian harus Islam. Lah Indonesia kan Negara Pancasila yang pluralis. Ini pendapat banyak rakyat jelata yang goblok, tolol, bebal, bodoh dan sederhana seperti saya - bukan pendapat Panwaslu dan para ustadz bayaran Foke. Upaya memecah belah dan sektarian ini juga akan menggerus suara Foke. Pasti. Rakyat tak suka pemimpin yang tukang ngeles dan membohongi rakyat seperti pencitraan dan seterusnya yang diwakili oleh tokoh-tokoh tadi.
Ingat tahun 2007, rakyat DKI muak dengan arogansi dan sikap ekslusifisme PKS. Maka PKS dihukum dan sejak tahun 2007 dukungan rakyat pada PKS anjlok. Puncaknya Hidayat dipermalukan dengan suara 11% jauh di bawah 19 % konstituen PKS tahun 2009. Tahun 2007, rakyat melawan kejumawaan PKS. Kini de javu terbalik mengenai Foke. Rakyat melawan status quo dan perubahan.