Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Blunder Jokowi di Tim Transisi Dorong Upaya Makar Pansus Pilpres Bersemangat

26 Agustus 2014   16:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:31 2949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi membuat blunder politik pertama yang melukai partai pengusung Jokowi yakni NasDem, Hanura, PKB dan PKPI. Ini mendorong upaya makar di Pansus Pilpres semakin kencang dan nekat. Dominasi PDIP tampak dengan adanya Rini sebagai pemimpin proses transisi pemerintahan Jokowi dalam Tim Transisi. Empat partai pengusung yang menjadi kendaraan politik Jokowi tampak disingkirkan. Padahal mereka adalah kendaraan politik yang paling depan yang mengusungnya menjadi presiden selain PDIP tentunya. Melibatkan 80 orang relawan untuk menyusun pemerintahan transisi dalam Tim Transisi Jokowi-JK adalah tak efektif. Selain itu, kesalahan ini bisa berujung mendorong upaya makar Koalisi Merah Putih menjadi legal dengan Pansus Pilpresnya.

Dalam politik, dan dalam sistem pemerintahan banci presidensiil-parlementer ala Indonesia, merangkul partai politik adalah keniscayaan. Jokowi tidak perlu membuat aturan bahwa menteri harus dari kalangan professional semata. Jokowi tak perlu membuat aturan pengurus partai tidak boleh menjabat sebagai menteri. Rangkap jabatan tak etis demi memenuhi gebrakan baru Jokowi bahwa menteri harus terbebas dari parpol.

Jokowi lupa bahwa pengurus partai politik yang merangkap jadi menteri juga diperlukan dalam rangka memenuhi tuntutan sistem pemerintahan banci presidensiil-parlementer. Dengan adanya ketua parpol atau pengurus parpol menjadi menteri, sebenarnya ada keuntungan politik tersendiri yakni bilamana dibutuhkan suara di DPR, maka ketua umum partai bisa memengaruhi lebih cepat di DPR.

Jokowi seharusnya mengorangkan atau nguwongake dan menghargai para ketua umum partai pengusung selain tentu relawan yang dianggap Jokowi berperan.

Melibatkan 80 orang relawan dari 15 kelompok relawan Jokowi bukanlah hal yang bijaksana, sementara para politikus dinomorduakan oleh Jokowi. Tindakan Jokowi ini melukai para pengurus dan pentolan partai yang sudah rela mendukung Jokowi tanpa syarat. Namun, dalam fatsun politik, sebagai orang politik, tentu tak ada yang namanya makan siang gratis didunia politik.

Melibatkan 80 orang relawan secara langsung sebenarnya menunjukkan beberapa hal yang sangat memerlihatkan Jokowi tidak memahami politik secara utuh. Relawan sebanyak itu (1) berpotensi merecoki pekerjaan yang sudah dilakukan oleh Rini, Anies Baswedan, dll. Selain merecoki, para relawan juga berpotensi (2) membuyarkan konsentrasi kerja para ahli dalam Tim Transisi. Dengan bergabungnya para relawan, maka yang terjadi adalah hilangnya fokus dan kinerja yang bisa jadi harus dirombak total.

Jokowi harus ingat kasus Presiden Gus Dur. Gus Dur didongkel oleh para partai yang dipimpin oleh Amien Rais dengan kekuatan lobby antar partai. Kekuatan Gus Dur di akar rumput sangat kuat mendukung Gus Dur. Namun, kepiawaian para partai di DPR dan MPR dalam membuat opini telah menyebabkan Gus Dur kehilangan dukungan termasuk dari akar rumput NU.

MPR dengan paiwai membangun opini bahwa Gus Dur korupsi, bahwa Gus Dur bersalah dalam menerima sumbangan untuk NU dari Sultan Brunei - yang sama sekali belum terbukti di persidangan karena tak disidangkan. Opini ini menjadi penguat dan dukungan rakyat (baca: Nahdliyin) pun tak kunjung hadir ketika Gus Dur disingkirkan dengan penuh ketidakhormatan oleh maneuver Amien Rais cs.

Kini, kondisi yang hampir sama terjadi. Sosok Amien Rais itu kini menjadi lebih komplet dan bukan hanya satu, tetapi berwujud dalam 10 orang pribadi yakni Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Idrus Marham, Ali Muchtar Ngabalin, Tantowi Yahya, Fahri Hamzah, Marzuki Alie, Anis Matta, Suryadharma Ali, Hidayat Nur Wahid, dan tentu Fadli Zon dan Hashim adik Prabowo. Para pentolan partai bersosok Amien Rais ini kini tengah menggalang upaya setengah makar yakni akan membuat pansus pilpres di DPR dengan tujuan menjungkalkan dan memakzulkan Jokowi.

Tindakan Jokowi tidak mengakomodir parpol, bahkan menganaktirikan para ketua parpol pengusung adalah tindakan blunder politik Jokowi yang tidak membaca situasi. Jokowi akan terseok-seok dalam memerintah jika gagal berkomunikasi dan melakukan maneuver politik. Apalagi, sosok Amien Rais kini berjumlah 10 orang, bukan hanya satu, yang begitu bernafsu untuk memakzulkan Jokowi secara masif, terstruktur, sistematis, substantif, dan konstitusional yang maknanya Prabowo harus menang.

Jadi, tindakan Jokowi itu sangat kontra produktif dan menyakiti parpol pengusung. Relawan tak perlu dilibatkan secara langsung di dalam Tim Transisi, cukup memberikan masukan, karena terlalu banyak kepala akan membuat konsep menjadi berantakan. Pun, tidak etis terlalu melibatkan relawan sementara parpol pengusung yang memiliki kekuatan yang di butuhkan di parlemen disingkirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun