Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bedah Surat Capt. Sardjono Secara Ilmu Grafologi dari Aspek Psikologi

4 Januari 2015   19:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:50 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait kecelakaan AirAsia ada hal yang menarik: surat terbuka Sardjono Jhony Tjitrokusumo untuk Ignasius Jonan. Sardjono Jhony Tjitrokusumo muncul dari nowhere to the national spot light. Sardjono melontarkan kritik pedas kepada Menteri Jonan menunjukkan refleksi birokrasi pemerintahan Presiden Jokowi yang terbuka. Sardjono berani berbicara karena beberapa sebab yang utamanya sisi psikologi Sardjono sendiri. Itu sisi lain yang saling terkait antara faktor psikologi Sardjono dengan realita perubahan birokrasi. Mari kita telaah pernyataan semprotan Sardjono kepada Igansius Jonan dan motivasinya dari aspek grafologi alias ilmu membaca tulisan dan sisi psikologi Sardjono dengan hati riang gembira ria.

Sardjono menyemprot Jonan seperti yang dilakukan oleh SBY terhadap Presiden Jokowi. Sardjono tidak berpikir panjang untuk mengatur kritikan itu. Secara psikologi, cara penulisan dengan huruf-huruf besar seperti terlampir menunjukkan kepribadian Sardjono. Dengan judul: Bisakah Kita Diam Sejenak?

Pertama, Sardjono berkepribadian ganda.

Dari judul surat terbuka itu menunjukkan bahwa Sardjono memiliki kecerdasan namun cenderung berkepribadian ganda. Di satu sisi ingin mengkritik Jonan, namun di sisi lain menggunakan kata "Kita" - ajakan bersama. Padahal dengan menuliskan surat terbuka itu, Sardjono sendiri sedang berusaha ‘nampang di atas kesedihan orang lain'.

Lebih, jauh persoalan psikologi Sardjono ini bisa ditelusuri dari sejarah 13 tahun kariernya di Merpati. Birokrasi Merpati yang bobrok selama dia bekerja menjadi gambaran kinerjanya. Pada saat keuangan Merpati nyaris bangkrut, Sardjono malah menaikkan gaji karyawan sampai 25%. Langkah ini dilakukan katanya untuk mendongkrak kinerja. Namun, karena memang Merpati sejak dulu inefisien maka tetap saja membuat Merpati bangkrut.

Kedua, tidak sabar dan grusa-grusu serta tidak detail.

Sebagai mantan pegawai dan bahkan Dirut Utama Merpati, Sardjono kurang detail dan tidak memiliki daya analytical skills yang mumpuni. Sardjono tak mampu membedakan kapan harus menggunakan huruf besar dan huruf kecil. Penggunaan huruf besar pada kata Kecelakaan dalam paragraph 1 menunjukkan dia marah dan tidak stabil kepribadiannya.

Sardjono marah-marah ketika dipaksa dicopot dari Dirut Merpati dengan menyampaikan dengan nama kesal: dulu ditolak mundur kini dipaksa mundur.

Keempat, pemarah dan tidak stabil emosinya.

Sardjono menggambarkan dirinya pas sebagai orang yang tak stabil emosinya seperti dalam paragraph 2. Lagi-lagi penggunaan huruf besar Pilot, Airline dan SELF BRIEFING dan BODOH menunjukkan betapa tinggi tingkat emosinya.

Kelima, orang yang tertekan alias stress secara kejiwaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun