Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beda Fahri Hamzah, Fadli Zon, Setya Novanto dalam Radar KPK, PPATK dan Kejaksaan Agung

21 Desember 2014   15:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:49 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fahri Hamzah tampaknya akan semakin sulit membubarkan KPK. Sejak awal dia yang paling getol ingin membubarkan KPK. Ada apa? Sementara Setya Novanto malah lebih cool dan diam. Koalisi Prabowo telah dipreteli sesuai dengan rencana awal. Bagaimana Fahri Hamzah berteriak dan makna teriakan terkait sepak terjang Jaksa Agung Prasetyo, Ketua KPK, dan PPATK terhadap pendukung koalisi Prabowo? Dan, bagaimana Setya Novanto memainkan peran di DPR untuk kepentingan dirinya? Mari kita simak dengan hati gembira ria senang sentosa.

Tampaknya Fahri Hamzah dan Fadli Zon mengamalkan politik fenomena sementara Setya Novanto pengamal politik esensial. Kini semakin hari semakin kencang KPK - dengan tandemnya PPATK dan Kejaksaan Agung. Langkah terbaru KPK untuk membuka cabang KPK di daerah tahun 2016 tampaknya tak akan mendapatkan penentangan berarti dari DPR karena situasi politik telah berubah.

Fahri Hamzah, Fadli Zon dan Setya Novanto paham betul tentang strategi Jokowi. Penegakan hukum adalah salah satu strategi dalam grand design strategi. Salah satu langkah adalah memenjarakan sebanyak mungkin pendukung koalisi Prabowo. Setelah KH Fuad Amin Imron - yang akan menyeret banyak pihak orang di Jawa Timur dan Jakarta terkait dengan pasokan energi di Jawa Timur - maka langkah menyisir orang-orang Prabowo dilakukan.

Politik adalah kekuasaan. Kekuasaan adalah kekuatan ekonomi. Maka siapapun yang berkuasa dialah yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik. Lingkaran politik, kekuasaan, dan ekonomi ini yang menentukan kehidupan partai politik. Kekuatan ekonomi yang salah menjerumuskan politikus menjadi politikus korup. Maka para politikus korup selalu berusaha menempel ke kekuasaan dan menghindari menjauh dari kekuasaan.

Melihat gelagat itu, Fahri Hamzah dan Setya Novanto mengambil sikap. Bagi Fahri Hamzah dan Fadli Zon, yang terpenting adalah bersikap asal berbeda. Sementara Setya Novanto lebih matang berpolitik. Sebagai politikus senior Setya Novanto lebih banyak membaca arah politik dan memainkan politik.

Fahri Hamzah hanyalah politikus jebolan kelas usroh dan pejuang klandestin gerakan dakwah kampus yang semasa rezim eyang saya Presiden Soeharto tak bisa berkutik. Teknik politik dan strategi yang dibangun adalah kepura-puraan. Artinya, mengalami penderitaan ditindas oleh eyang saya Presiden Soeharto telah membuat para politikus PKS seperti Fahri Hamzah dan juga Hidayat Nur Wahid melakukan politik balas dendam pada masa lalu: berkuasalah dan capai kekuatan ekonomi.

Susah ketika belajar di kampus membuat mereka ketika menjadi penguasa justru kehilangan sense of being a part of community dan kekuasaan telah membuat mereka lupa ajaran selain membungkus kekuasaan atas nama dakwah untuk para kader. (Kader PKS rajin urunan - ternyata di pentolan atas berbeda seperti ditunjukkan oleh Ustadzah Luthfi Hasan Ishaaq dan si wani piro Hidayat Nur Wahid.)

Maka fokus utamanya ketika sudah berkuasa elite PKS adalah memertahankan kekuasaan itu sedapat mungkin. Sepak terjang Hidayat Nur Wahid yang haus kekuasaan juga merupakan refleksi dari sikap sebagian besar pentolan PKS yang sangat berbeda antara teori kekuasaan dakwah ala PKS yang diejawantahkan menjadi ‘kekuasaan para elite politik tak akan bergeser'.

Itulah perhitungan Fahri Hamzah yang hanya berfokus kepada kepentingan dirinya dan pengelabuan ke kader di bawah tentang perjuangan dakwah - yang sebenarnya dakwah bukan hanya milik PKS. Pelintiran dan gap atau jurang pemisah ini tetap tak dipercayai oleh kader PKS karena ajaran taklid buta yang diterapkan. Apapun omongan elite - yang dibumbui dengan gelar ustadz - menjadi kebenaran ala samikna wa'atokna. Itulah yang membuat Fahri Hamzah berbicara seenaknya karena meyakini bahwa kader PKS telah 100 persen percaya kepada pentolan partai.

Lain dengan Setya Novanto. Orang kuat bernama Setya Novanto adalah kebal hukum. Tak akan mungkin KPK bisa menyeret Setya Novanto. Setya Novanto adalah dirijen saluran berkat dan proyek sejak lama di DPR. Sepak terjangnya sangat rapi dan brilian. Tak ada rekam jejak mencolok terkait korupsi. KPK pun pernah memanggil Setya Novanto dan Idrus Marham. Namun, pemanggilan itu tak menghasilkan apapun.

Sebagai politikus senior Setya Novanto tampil lebih dingin dan menghitung kekuatan. Arah politik ke depan dibaca oleh Setya Novanto. Pertama yang dia cermati adalah bahwa politik adalah kekuasaan. Kekuasaan kini berada di tangan Jokowi, bukan dirinya dan bukan pula Prabowo. Kematangan berpolitik Setya Novanto antara lain adalah kemampuan Setya Novanto mengatur komunikasi intelejen untuk melakukan bargaining position. Setya dan kalangan tertentu mengetahui mendalam seluruh jaringan informasi terkait kubangan korupsi yang dilakukan oleh politisi Golkar dan para partai koalisi Prabowo. Pernyataan Agung Laksono yang menyatakan Golkar Agung Laksono tidak dihuni oleh koruptor menindikasikan pemahaman yang nyata bahwa di tubuh Golkar banyak pentolan terlibat korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun