Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Asmirandah Menakar Agama dan Spiritualisme

13 Februari 2014   09:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:52 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih hangat kasus Asmirandah bergulir. Diyakini kasus penistaan agama tak akan dikenakan kepada Asmirandah dan Jonas. Hal tersebut diyakini akan diambil oleh aparat kepolisian karena pasal tentang penistaan agama bersifat pasal karet. Pemahaman dan definisi penistaan agama secara hukum adalah sumir dan seperti pasal karet. Pasal yang selalu bisa ditarik sesuai dengan kepentingannya. Lalu seperti apa sebenarnya esensi agama, kepercayaan dan spiritualisme yang benar dan cara pandang terhadap agama sehingga kita tidak dengan mudah menyebut penistaan agama bagi pemeluk agama?

Munculnya klaim dan tuduhan tentang penistaan agama selalu dikaitkan dengan pandangan subyektif tentang agama dan kepercayaan yang diborong dan dimonopoli oleh pemahaman sempit tentang eksistensi agama - belum sampai ke spiritualisme yang lebih luas dibanding dengan institusi formal sebuah agama. Munculnya klaim dan anggapan terhadap penistaan oleh pemeluk agama terhadap pemeluk agama yang sama - yang membela sesuai dengan pandangan subyektif kebenaran mereka sendiri - disebabkan pemahaman tentang agama yang jauh dari spiritualisme: agama menjadi institusi penghukum atau alat penentu benar dan salah.

Padahal sebenarnya agama sebagai institusi seharusnya menjadi corong dan obor yang fungsinya lebih luas dari spiritualisme. Kenyataannya agama gagal menjembatani permasalahan hubungan antar manusia yang kompleks dan maju serta dinamis. Aturan agama menyempitkan dan memundurkan dinamika kehidupan dunia yang maju dan terus berkembang. Agama yang dipahami dengan tidak terbuka dan jumud akan menghasilkan fundamentalisme agama yang dangkal dan tak akan mewakili kemanusiaan, apalagi spiritualisme yang sebenarnya menjadi sendi utama dan tujuan agama.

Dalam kasus Asmirandah sebenarnya keputusan perpindahan agama dari Islam ke agama Kristen merupakan hijrah dari pemahaman agama sebagai institusi formal ke pemahaman agama sebagai bagian dari spiritualisme. Bagi Andah, spiritualisme agama menjadi lebih penting dari sekedar merek sebuah agama; agama sebagai identitas yang kaku dan membelenggu - sementara spiritualisme memberikan kebebasan yang lebih luas. Agama sebagai bungkus dan institusi pengikat keyakinan menjadi sekedar formalitas yang bisa diubah dengan keyakinan: semua agama benar secara subyektif -menurut penganutnya masing-masing.

Jika konteks pemahaman agama lebih pada spiritualisme, maka pasal karet tentang penistaan agama seperti yang disangkakan kepada Asmirandah dan Jonas sudah tak relevan dalam alam demokrasi dan pemahaman spiritualisme yang semakin meluas den relevan di dunia di tengah pergeseran mengerutnya pemahaman terhadap agama tradisional dengan tokoh tertentu sebagai pemimpin. Agama baru bermunculan di tengah fundamentalisme agama tradisional yang semakin menyempitkan gerak spiritualisme: agama menjadi alat yang melumpuhkan spiritualisme.

Pun, sebenarnya dalam kasus Asmirandah yang terjadi adalah Asmirandah menakar agama dan spiritualisme dan Andah menemukan pemahaman yang di luar kebiasaan penganut agama - karena unsur agama selalu terkait dengan keturunan yang tak terpisahkan dari kelahiran dan kebudayaan manusia yang hidup dalam identitas keagamaan berkelompok. Andah melihat unsur spiritualisme dan ketuhanan lebih luas dibandingkan dengan sekat idenitas agama: sehingga Andah mampu keluar dari keyakinan yang satu ke keyakinan yang lainnya. Dan ... Andah mampu menanggung gejolak tekanan keagamaan dan hijrah ke kebebasan spiritual. Tentang pasal penistaan agama menjadi tidak relevan diterapkan jika terkait dengan kebebasan meyakini agama, tuhan dan spiritualisme.

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun