Terapi kejut dilakukan oleh Presiden Jokowi dan aparat keamanan. Mengejutkan dan mendinginkan bara-api aksi 212. Dini hari dan pagi hari 2/12 Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dhani ditangkap. Publik terperanjat. Prabowo pun meragukan sangkaan makar terhadap mereka. Ratna Sarumpaet dan Ahmad Dhani kini tengah menjalani pemeriksaan saga tuduhan makar. Mendadak, Presiden Jokowi dan Wapres JK pun hadir di tengah aksi 212. Maka aksi 212 pun diwarnai oleh kesejukan sekaligus kelegaan damai namun dibayangi kini oleh sangkaan makar dan pelanggaran UU ITE terhadap 10 orang.
Mari kita telaah aksi 212, sangkaan makar dan jepitan hukum dan politik untuk meredam langkah-langkah pemberontakan dan makar terhadap pemerintahan yang sah dan menjaga NKRI dengan gembira ria riang senang bahagia suka-cita menari menyanyi berdansa jungkir balik tertawa ngakak menonton Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani dkk selamanya senantiasa.
Aksi 212 yang mengarah pada tuntutan terhadap Ahok, ternyata disusupi kasus dugaan makar Ratna dan Dhani dengan arah Presiden Jokowi dicabut mandatnya. Upaya mendorong gerakan pencabutan dengan Sri Bintang Pamungkas yang bersurat ke mana-mana menjadi picuan bagi penangkapan mereka.
Momentum doa damai untuk NKRI tampaknya menjadi mimpi dan harapan para begundal politik di luar demokrasi – kalau hanya dalam hati dan tidak bertindak syukur, jika sudah bertindak ceritanya akan lain. Kini, kasus Ahok yang diguyur dengan aksi 212 yang super damai diwaspadai oleh Polri ternyata hendak disusupi oleh agenda lain. Maka Polri dan aparat negara tentu melakukan langkah tegas untuk antisipasi terhadap para begundal yang anti demokrasi dan merusak NKRI. Tak terkecuali, untuk itu kesepuluh orang itu pun ditangkap.
Berpekan, Kepolisian RI telah mengendus berbagai gerakan baik lewat media sosial maupun lewat pergerakan pantauan intelejen dan kontra intelejen sekaligus kontra-kontra intelejen. Kerjasama apik itu mengendus sampai titik terakhir komunikasi di antara para tertangkap.
Selain Ahmad Dhani dan Ratna Sarumpaet, para terduga makar adalah Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Adityawarman, Eko. Sementara Jamran dan Rizal Khobar dikenai pasal pelanggaran UU ITE.
Sejak awal kasus Ahok diantisipasi dengan full force oleh lembaga kepresidenan, TNI, Polri, BIN, dan berbagai organ politik dan hukum. Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla pun secara cerdas mendatangi aksi damai 212 yang menunjukkan keberanian mereka menghadapi situasi politik dan keamanan. Tindakan Presiden Jokowi jelas meredakan suasana politik. Prestasi aparat keamanan yang mengatur demo patut diapresiasi.
Apresiasi Presiden Jokowi terhadap aksi damai itu terjadi setelah selama dua pekan Polri dan TNI serta BIN dan para tokoh bertindak meredakan aksi yang sejatinya hendak menggunakan jalanan untuk berdemo akhirnya diubah dan diarahkan menjadi doa bersama yang berpusat di Monas. Demo menjadi doa adalah keberhasilan Polri dan aparat keamanan dalam mengawal kondisi politik.
Rizieq FPI pun dalam berbagai koarannya tetap bersemangat untuk mengawal kasus Ahok – bahkan mengarah pada pen-syiaran ke seluruh Indonesia – hal yang jelas Polri dan aparat keamanan di berbagai daerah memahaminya dan mengantisipasi.
Penangkapan terhadap 10 orang terduga makar dan pelanggaran UU ITE di pagi hari meredakan suhu dan semangat para pengikut doa  menjadi lebih sejuk, nyaman dan tenteram karena Polri secara tegas menangani kasus Ahok dan juka kasus dugaan makar dan pelanggaran UU ITE yang dilakukan oleh 10  orang tersebut.
Polri jelas tidak gegabah melakukan penangkapan jika tidak ada bukti-bukti awal yang cukup. Para terduga makar ini sudah sangat jelas memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah terkait kekuasaan baik terhadap Ahok maupun terhadap Presiden Jokowi. Sikap tegas Polri ini dimaksudkan untuk memberikan suasana aman, nyaman, dan damai di bawah pemerintahan yang sah.