Masjid Istiqlal Jakarta selalu ada di tangan Islam Imam Masjid yang akademikus dan tradisional. Dalam sejarahnya, Istiqlal dibangun oleh Bung Karno untuk membentuk Islam rahmatan lilalamin yang sesuai dengan roh bangsa Indonesia. Kini, Istiqlal menjadi hal yang penting bagi Presiden Jokowi yang membangun etalase Islam sebagai rahmatan lilalamin seperti yang dilakukan oleh Bung Karno, eyang saya Presiden Soeharto, dan Gus Dur.
Mari kita telaah politik Islam Presiden Jokowi sambil merayakan ulang tahun Gontor ke-90 di Istiqlal dengan bergembira ria senang sentosa menari menyanyi bahagia  suka-cita jingkrak-jingkrak koprol selamanya senantiasa selamanya.
Istiqlal, dalam sejarahnya pun menjadi corong politik-damai Bung Karno, eyang saya Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, dan kini Presiden Jokowi, para presiden lainnya tidak terlalu melihat Istiqlal sebagai etalase penting. Presiden Gus Dur yang memiliki kedekatan dengan kalangan rakyat jelata, melihat Istiqlal sebagai etalase klise politik Islam, yang menyebabkan Presiden Gus Dur membiarkan Istiqlal sebagai simbol kerakyatan.
Istiqlal harus dijauhkan dari politik Islam radikal dan sudah saatnya tetap dipertahankan untuk membangun etalase Islam di Indonesia menemukan momentumnya. Islam di Indonesia memerlukan etalase di tengah gerakan seperti Hizbut Tahrir – yang sementara dibiarkan sampai bergerak seperti Gafatar atau gerakan lainnya – dan model dakwah ala Front Pembela Islam (FPI) yang merajalela. (Pun Hizbut Tahrir secara jelas digunakan untuk memberikan ruang bergerombol yang mudah dipantau dan dipetakan.) Istiqlal digunakan untuk menjadi corong Islam yang damai, rahmatan lil alamin, dan tindakan Presiden Jokowi untuk memberi arah kepada Istiqlal adalah langkah yang tepat – sebelum gerakan lain mengambil alih  dan menjadi Imam Besar Istiqlal – seperti yang dilakukan oleh parpol seperti PKS secara strategis mengambil alih kepengurusan banyak masjid.
Pondok Modern Gontor dalam sejarahnya telah membentuk Islam Indonesia bersama dengan organisasi Islam lainnya yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Merebaknya gerakan damai Gontor pun mendapatkan sparring partner di Jakarta dengan kehadiran gerakan Islam yang jauh lebih modern: Al Azhar. Al Azhar dengan organisasinya memberikan suntikan lebih kuat, Islam modern dengan gaya yang jauh lebih elegan dan tidak kumuh yang memberikan energi Islam yang luar biasa.
Perpaduan pendidikan dan gerakan NU dan Muhammadiyah, Gontor dan Al Azhar menemukan kulminasinya di Istiqlal sebagai perayaan Islam, dan Istiqlal menjadi etalase resmi ibadah dan politik Bung Karno, eyang saya Presiden Soeharto, Presiden Gus Dur dan sekarang Presiden Jokowi. Istiqlal sudah menjadi hal yang seharusnya sesuai dengan misi Presiden Jokowi menyebarkan Islam ala Islam sebagai rahmatan lilalalmin – bukan Islam yang berwajah penuh kekerasan yang tengah berlangsung di Indonesia dan berbagai belahan dunia.  Â
Di tengah perkembangan Islam di Timur Tengah yang mengarah pada chaos seperti di Iraq, Syria, Mesir, Turki, Yaman dan Arab Saudi, Islam di Indonesia justru tengah mengalami transformasi menuju Islam modern yang sejuk. Thesis dan antithesis mengarah kepada peran budaya tradisional dan organisasi modern Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang membentuk karakter Islam yang jauh berbeda dengan yang di Arab sana.
Secara singkat dapat digambarkan, bahwa Islam tradisional yang bercampur dengan budaya lokal telah mendapatkan tempat berkembang tepat yakni NU dengan pendidikan tradisional ala pesantren yang terbukti efektif menekan radikalisme di Indonesia. Muhammadiyah dengan pendidikan Islam modern-nya memberikan kekuatan lebih dengan berbagai ribuan institusi pendidikan dan kesehatan dan menjelma menjadi organisasi amal Islam terbesar di dunia. Pendidikan ala Muhammadiyah menginspirasi Gontor untuk membangun pendidikan dengan kata modern, Pondok Modern Gontor, dan mendapatkan tempat di kalangan Islam kelas menengah-bawah. Gontor pun menginspirasi kebutuhan pendidikan Islam kelas menengah-atas di Jakarta dengan kehadiran Al Azhar yang fenomenal.
Perpaduan gerakan pendidikan Islam dari tradisional sampai modern dnegan jangkarnya NU, Muhammadiyah, dengan cabang seperti Gontor, Al Azhar, dengan memberikan tempat kepada semua jenis derajat keinginan aktualisasi pendidikan bagi penganut Islam di Indonesia, telah membentuk umat Islam Indonesia yang rahmatan lil alamin  - dengan menyingkirkan ajaran Islam Wahabiah dan Ikhawnul Muslimin yang tak mendapatkan tempat di kalangan mayoritas Islam ahlus sunnah wal jamaah.
Dan Islam Indonesia beruntung memiliki gelaran lembaga pendidikan sesuai dengan keinginan dan perkembangan Islam yang terindikasi dalam bentuk Islam abangan, puritan dan modern, yang semuanya mendapatkan tempat pendidikan. Dengan demikian, para penganut Islam di Indonesia tetap mendapatkan tempat pendidikan Islam yang rahmatan lilalamin – meskipun tentangan dari gerakan Islam garis keras seperti Pesantren Ngruki dan 49 pesantren lain di Indonesia yang menjadi marjinal di tengah para penganut Islam rahmatan lil alamin, sunnni, syiah yang menjadi ciri Islam yang sesungguhnya.
Jadi, sangat tepat pada ulang tahun Pondok Modern Gontor, yang merayakannya di Istiqlal telah sesuai karena peran Istiqlal sebagai elatase Islam dan ummat Islam di Indonesia. Peran Gontor – dan juga Al Azhar – sebagai kelanjutan peran NU dan Muhammadiyah dalam pendidikan Islam sangat sentral. Maka dalam politik Islam pun Presiden Jokowi tepat menempatkan NU dan Muhammadiyah sebagai back-bones for political and religious grounds.