Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Demo Buruh dan Renungan Perburuhan dari Perspektif Sejarah Universal

1 Mei 2016   09:02 Diperbarui: 1 Mei 2016   19:42 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demo Buruh di Jakarta I Dok Pribadi

Hari ini buruh tumpah-ruah turun di Jakarta. Hari Buruh 1 Mei pun tengah diperingati di seluruh dunia. Di Jakarta, dan kota-kota di seluruh penjuru dunia secara universal turun di jalanan menuntut kesejahteraan dari majikan mereka – lewat tekanan kepada pemerintah. Sejarah buruh selalu menggambarkan perpektif dan tujuan yang bertolak belakang antara buruh dan majikan – dengan juri di antara mereka penguasa yang jelas lebih memihak ke pengusaha. Maka, selalu tuntutan buruh tergencet dan menuntut pemerintah untuk membuat keputusan menekan partner pemerintah yakni pengusaha dan majikan. 

Mari kita telaah sejarah buruh sejak zaman Mesir Kono dalam saga dan perjuangan buruh dalam sejarah perlawanaan untuk kesejehteraan kehidupan buruh dan pertahanan para pengusaha dan majikan untuk melawan tuntutan dalam sejarah perburuhan jauh dari bahagia suka-cita hati riang gembira senang suka-cita bahagia melihat sepak terjang buruh dan majikan sambil jungkir balik salto menonton perilaku mereka selamanya senantiasa.

Dalam sejarah panjang umat manusia, budak atau buruh atau pekerja yang sekarang kita kenal adalah reinkarnasi dari sistem kapitalisme universal. Bahwa pemilik modal dan kekayaan menguasai empat sumber daya sekaligus: alam, ideologi, penguasa politik, dan manusia. Para pemilik modal dan kekayaan itu membangun diri mereka – dengan berbagai gelar kekuasaan yang disahkan oleh para penguasa politik – seperti gelar kebangsawanan.

Sejak zaman sejarah manusia di Mesir Kuno sampai akhir resmi dihapuskannya perbudakan pada abad ke-20, dalam menguasai sumber daya alam itu para pemilik modal membutuhkan sumber daya manusia. Maka terciptalah hubungan perbudakan atau perburuhan antara pemilik modal dengan para buruh atau budak. Hubungan yang timpang akibat rapuhnya buruh itu pada akhirnya melahirkan hubungan kepemilikan dan penguasaan buruh oleh majikan. Buruh atau budak dianggap milik pengusaha dan majikan. Itu berlangsung ribuan tahun sejak lahirnya peradaban manusia – dan sampai saat ini pun tetap berlangsung karena menjadi bagian dari gen dan alam bawah sadar manusia dengan bentuk yang berbeda.

Terciptanya hubungan budak-majikan pun dilegalkan oleh para penguasa, yakni raja-raja di Mesir, Romawi, Persia, dan seluruh dunia. Perbudakan atas bangsa Yahudi di Mesir – yang disebut dan menghasilkan catatan ideologi Keluaran bangsa Yahudi pada 3,000 tahun lalu menjadi catatan otentik. Demikian pula penguasa Yunani, Romawi, Persia dan India melegalkan perbudakan sebagai simbiosis mutualisme perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa yang saling membutuhkan. Para penguasa memberikan legitimasi kekuasaan atas sumber daya alam, sumber daya manusia, dan ideologi – yang pada akhirnya pun pembangunan ideologi dan pembangun ideologi melegelkan dan menyetujui hubungan majikan dan budak.

Sejarah keyakinan dan ideologi dan agama besar mencatat adanya hubungan sah perbudakan: golongan majikan dan buruh atau budak. Terciptanya hubungan budak-majikan pun secara ideologi disahkan dan disebut oleh seluruh agama yang ada: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Ketiga agama besar ini mengisahkan perbudakan baik tentang pembebasan perbudakan di antara gencetan majikan dan penguasa. Bangsa Israel sebagai korban sebab-akibat perbudakan melahirkan ideologi Yahudi yang tetap mengesahkan perbudakan. Nasrani dalam sejarah panjangnya di Eropa melegalisasikan perbudakan sebagai kelanjutan bangsa Mesir, Romawi, dan Yunani. Di Jazirah Arabia, Muhammad SAW – sebagai  satu-satunya nabi dan rasul selain dari bangsa Yahudi dan Arad – pun Islam tetap mengakui eksistensi perbudakan dalam hubungan kerja atau hubungan perbudakan dalam peradaban manusia.

Penguasa politik berupa raja, ratu, sampai presiden pun bertindak dan dikuasai oleh pengusaha atau majikan – dalam konteks kapitalisme universal: bahwa penguasa sesungguhnya adalah golongan pemilik modal kekayaan. Penguasa politik membutuhkan majikan dan pengusaha untuk kelangsungan pemerintahannya. Dukungan kalangan pemilik modal yang menguasai penguasa ini berlangsung terus sampai ke dalam alam dan zaman demokrasi modern di seluruh dunia.

Bahkan di Amerika Serikat, politik dan penguasa politik dari anggota DPR sampai Senator dan pada puncaknya Presiden Amerika Serikat pun dikuasai dan hanya akan menduduki jabatannya berkat dukungan dari pebisnis dan pengusaha. Demokrasi di Amerika Serikat adalah contoh sempurna kelanjutan dominasi majikan dan pemilik modal sejak zaman Mesir Kuno yang menghilangkan partisipasi rakyat banyak.

Di AS sesungguhnya tidak pernah ada pemilihan umum berdasarkan demokrasi pilihan rakyat secara langsung: demokrasi ala Amerika Serikat adalah contoh nyata reinkarnasi dominasi kekuasaan para majikan dan pengusaha atas para penguasa politik: anggota DPR, Senator dan presiden – dengan menempatkan kelas buruh dan pekerja secara blatant dan jelas – terbentuk kapitalisme sempurna sebagai kelanjutan sejarah peradaban perbudakan sejak zaman Mesir Kuno, Romawi, Yunani, Persia dan sebagainya, tanpa melibatkan lagi peran ideologi atau agama sebagai penyokong eksistensi hubungan majikan-buruh-penguasa.

Tatanan kebangsawanan dibangun untuk membatasi peran politik rakyat kebanyakan, yakni golongan buruh atau budak dalam membuat keputusan. Kapitalisme pun membangun feodalisme juga untuk kepentingan penguasaan para pemilik modal dan majikan atas sumber daya alam, ideologi, dan penguasa politik. Di Eropa pun terbangun stratifikasi sosial-politik dengan gambaran terciptanya tiga golongan: penguasa politik, pengusaha atau majikan, dan rakyat buruh dengan sisa peran ideologi keagamaan hanya menjadi siluet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun