Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

LGBT, Gafatar, dan Para Tumbal Cinta di Hari Valentine

14 Februari 2016   17:46 Diperbarui: 14 Februari 2016   17:55 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Koalisi Perempuan Indonesia I Sumber tomyompyek.blogspot.com"][/caption]

Bayang itu semakin gelap dan akhirnya tak terasa apapun selain keindahan. Sejam lalu masih ada suara di mana-mana. Bahkan beberapa menit lalu masih terdengar irama musik lembut lagukan cinta di Hari Valentine. Kini semua berubah dan jauh ke dalam alam tentang tempat yang tak terbayangkan olehku. 

**** ---- ****

Dalam pengadilan itu semua datang dengan kesederhanaan dan memakai pakaian sama: celana putih atasan kaos pelangi. Itu bukan kode LGBT ataupun Gafatar karena di Pengadilan Tuhan tak ada lagi sekat selain keadilan dan titah Tuhan. Dan, pengadilan Tuhan selalu menyertakan ingatan kolektif manusia – agar para pembantu Tuhan tidak ribet menghidupkan memori - yang kebetulan hari ini Hari Valentine.

Hari itu Hari Valentine yang ikut menjadi ingatan kolektif manusia yang dibawa dari Bumi. Keyakinan para manusia benar-benar ketika masih hidup di Bumi terbukti: Pengadilan Tuhan atas manusia-manusia. (Namun wujud para manusia itu hanya dalam bayang tanpa tubuh tanpa wujud, para manusia itu ada dalam wujud mirip X-ray dengan identifikasi persis seperti wujud ketika hidup di Bumi.)

Tuhan hadir di depan para manusia di Lapangan Tahrir. Tanpa rupa. Tanpa warna. Tanpa wujud. Namun bisa dirasakan oleh semua manusia yang hadir di lapangan itu.

Manusia senyap dengan memori menancap dalam rasa Tuhan. Tanpa manusia melihat namun merasakan. Meski Tuhan di akhirat bisa dilihat dan hadir, hanya sedikit yang bisa menikmati kesatuan dengan Tuhan, dan itu menjadi privilege bagi bukan hanya yang percaya. Melihat dan menikmati kenikmatan Tuhan hanya bisa didapatkan oleh manusia yang memahami rasa dan bisa merasakan rasa orang lain.

Senyap.

Tuhan belum berbicara.

Senyap. Tanpa suara.

“Wahai manusia semua di hari Valentine yang salah satu kalian cipta!” kata Tuhan menggelegar dalam jiwa para manusia itu.

Senyap. Taat.

“Apa yang akan Saya putuskan tentang cinta jadikan sebagai keputusan yang abadi sifatnya,” lanjut-Nya.

Diam. Patuh.

“Saya hukum kalian sesuai dengan catatan memori kalian masing-masing yang disebut pahala dan dosa,” kata Tuhan.

Tak bersuara semua menunduk ke Bumi.

Lanjut-Nya: “Jadi kalian tak usah ribut karena sesungguhnya semua itu perbuatan kalian sendiri yang kalian catat sendiri dalam memori keabadiaan kalian.”

“Oh,” suara desah sama koor para manusia karena tercipta rasa yang sama di akhirat sana.

“Maka Saya tak akan menghukum kalian karena rasa cinta,kemanusiaan, keindahan, HAM, dan ketuhanan yang kalian rasakan. Karena sesungguhnya rasa itu adalah friksi Saya dalam jiwa manusia,” beber Tuhan.

“Syukurlah!” desah bersama manusia.

“Namun, di hari Valentine’s ini Saya akan mengumumkan hukuman bagi yang tidak adil para manusia koruptor yang jelas melanggar agama-agama dan keyakinan-keyakinan yang Saya ciptakan buat kalian agar menjadi pedoman keindahan hidup bagi manusia dalam kehidupan di Bumi,” titah Tuhan.

“Lutfi. Riza. Satya. Yanti. Angie. Andi. Anas. Rizal. Rusli. Andri. Urip. Arli. Hadi. Gatot. Nazar. Zul. Anggo. Yono. Wa. Abu. Surya. Raden. Rudi. Jero. Sutan. Nur. Joko. Imba. Fuad. Beesye. Gibas. Lulus.” kata Tuhan.

Para malaikat menggiring orang-orang itu masuk ke dalam suatu tempat yang tak pernah dibayangkan di dunia dan Bumi. Neraka.

***** ---- *****

“Tok tok tok.” Bunyi pintu diketuk.

Aku terbangun. Wah gile bener Valentine kok malah saya bermimpi koruptor yang dicokok KPK di Indonesia dihukum di akhirat.

 

Salam bahagia ala saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun