[caption caption="Kalijodo I Tribunnews.com"][/caption]Presiden Jokowi dan Ahok jelas pernah mengunjuni Kalijodo, sebagai Gubernur DKI Jakarta mereka tahu seluruh tempat dan lubang tikus di Ibukota. Sementara Lulung mengaku belum pernah mengunjungi Kalijodo sebagai anggota DPRD DKI. Pernyataan Ahok tertangkap jujur, apa salahnya ke Kalijodo memeriksa dan mengunjunginya. Sementara Lulung takut preman mungkin karena belum pernah mengunjungi Kalijodo. Sedangkan sebenarnya Kalijodo adalah tempat umum seperti di mana pun tempat hiburan dan pelacuran: tidak semua orang ke Kelijodo berniat melacur, ada yang berniat bisnis, dan ada yang berniat menggusur.
Mari kita simak geliat bisnis yang disebut Lulung sebagai tempat mencari nafkah dan trik pemerasan dan mafia di Kalijodo yang sangat mencengangkan bagi sebagian orang dan tak diketahui oleh banyak orang dengan hati gembira ria riang ria suka-cita senang girang menyanyi menari karaoke suka-suka di mana saja asal bahagia selamanya.
Benar kata Kombes Khrisna Murti. Kalijodo diatur dan dikelola selayaknya mafia, seperti Yakuza Jepang dan Mafioso Italia dan mafia di Amerika. Jangkauan mereka merasuk ke semua lini: politisi, aparat keamanan, preman dan pebisnis sampai money laundering dan monopoli pemasok barang kebutuhan. Melihat besarnya bisnis di Kalijodo, maka saat ini tengah terjadi tarik-manarik antara mafia dengan Ahok terkait pembongkaran Kalijodo yang berada di tanah jalur hijau milik Pemprov DKI, milik Negara.
Kalijodo adalah tempat komplit pencari hiburan: perjudian, mabuk, dan pelacuran. Di balik itu ternyata omset ketiganya berikut turunannya sangat mencengangkan: miliaran perputaran uangnya.
Perjudian zaman tahun 1990-an dulu memutar 12 lapak, yang terbesar milik Daeng Aziz dan lainnya milik Agus, Rozali dan beberapa kaki tangannya. Sewa lapak per 12 jam berkisar antara Rp 10 juta sampai 30 juta. Permainan judi ketangkasan, bola setan, rolet-roletan dan dadu-daduan dikunjungi ribuan orang dengan perputaran uang cash yang luar biasa besar. Perkiraan perputaran di satu tempat judi selama 24 jam operasi lebih dari Rp 10 miliar dikalikan 12 berarti sekitar Rp 120 miliar.
Perjudian menjadi surut dan rahasia ketika Kapolri Da’i Bachtiar tahun 2002 melarang perjudian. Tutup dari mata umum, namun geliat perjudian tetap berjalan dengan kelihaian mereka.
Nah, di balik perputaran uang itu, ada yang memanfaatkan kredit atau gadai motor, mobil, dan bahkan telepon seluler. Motor, mobil, hape digadai dalam jangka waktu antara 6 jam sampai 12 jam, dengan bunga 30% jika tidak bisa membayar hilang.
Minuman dan mabuk-mabukan menjadi hiasan perjudian selain pelacuran sebagai pelengkap. Perputaran peredaran minuman dari mulai teh botol, air kemasan, bir, dan semua minuman kekuatan di seluruh kafe, rumah bordil, warung kecil, dan bahkan kios-kios rokok dikuasai pasokannya oleh Daeng Aziz. Nilai transaksi demikian besar diperkirakan pada kisaran antara Rp 1,5 miliar sampai  Rp 2 miliar. Asumsinya adalah sekitar 130 kafe, diskotek, rumah bordil,lapak menyumbang Rp 100 juta dapat dipastikan Rp 1,3 miliar per malam. Itu belum ditambah warung, kios, dan edaran asong.
Untuk pelacuran, harga short time pelacuran di Kalijodo bervariasi antara Rp 150,000 sampai Rp 300,000 tergantung perjanjian dan barang serta tempat transaksi. Untuk PSK akan mendapatkan Rp Ada beberapa bordil yang khusus menyediakan PSK dari Jawa. Ada yang khusus mendatangkan PSK dari Indramayu. Ada pula yang khusus mendatangkan PSK dari Cianjur, Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya dan sebagainya. Namun anehnya meskipun yang bermain di Kalijodo dikuasai oleh Daeng Aziz, ternyata tidak ada pelacur dari Sulawesi – (PSK dari Sulawesi Utara bermain di lingkungan lain di Jakarta Utara dan Jakarta Barat kebanyakan. Jakarta Pusat seperti Bongkaran dikuasai oleh PSK asal Indramayu dan Jawa Barat serta daerah Pantura Jawa Barat dan Jawa Tengah.)
Perputaran uang di Kalijodo dengan jumlah PSK sekitar 1,200 orang minimal akan memutar roda ekonomi sebesar Rp 480,000,000 sampai Rp 720,000,000 per hari dengan asumsi setiap PSK melayani 2 kali laki-laki hidung belang per hari rata-rata. Dari uang itu para PSK hanya menerima 30% dari layanannya. Sisanya ke tangan para preman.
Nah, di balik kisah perdagangan manusia baik secara sukarela maupun secara paksa, tetap pemain utama adalah para preman. Para preman menguasai sepenuhnya perdagangan barang, jasa dan manusia, dengan berbagai kelompok yang saling bersaing dengan pentolan penguasa bisnis Daeng Aziz misalnya.