Kedelapan, berani dan ora gigrih wulune salamba. Baik Prabowo maupun Presiden Jokowi bukanlah penakut dan tidak akan gagal bulunya sehelai pun yang artinya tak takut menghadapi musuh. Keberanian Prabowo sebagai tentara telah terbukti di medan pertempuran menyabung nyawa di Timor Timur demi NKRI.
Presiden Jokowi pun tidak menganal rasa takut dan tegas memimpin Indonesia menjadi lebih baik. Kini Presiden Jokowi dengan filosofi dari ayahnya yang Jawa harus berani mengenyahkan dan memenangkan perang melawan mafia migas dan Petral Muhammad Riza Chalid dan juga Setya Novanto dalam kasus Papa Minta Saham yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Kesembilan, menjauhi sifat sugih pari angawak-awakake. Prabowo dan Presiden Jokowi adalah pemimpin yang andhap asor alias rendah hati dan menjauhi sugih pari angawak-awake – orang kaya biasanya membangga-banggakan diri dan merendahkan derajat orang lain yang dipandang di bawahnya seperti kelakuan Hary Tanoe misalnya dalam kasus SMS dengan Kejaksaan Agung. Kerendahan hati ini yang membawa kesuksesan baik bagi Prabowo maupun Presiden Jokowi.
Kesepuluh, menjauhi sifat tinggal tapak jero. Presiden Jokowi dan Prabowo memiliki sifat yang sangat baik untuk menjadi contoh. Makna tinggal tapak jero adalah orang yang sengaja mengingkari janji yang pernah diucapkannya seperti Amien Rais yang tak memenuhi janjinya jalan kaki dari Jogja ke Jakarta kalau Prabowo-Hatta kalah melawan Jokowi – alam dan Allah SWT akan menghukum orang yang tak membayar janji atau nazar dengan semua bentuknya sebelum meninggal dunia harus dibayar. Wujud-wujud janji Presiden Jokowi dalam kampanye dalam Nawa Cita jelas akan didukung oleh Prabowo karena mereka memiliki budi pekerti ajaran ayah mereka.
Itulah kesepuluh ajaran budi pekerti ala Jawa yang melekat pada Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto dalam intisarinya (1) aja gumuman, (2) abang-abang lambe alias pencitraan, (3) dugang mirowang, (4) brakithi angkara madu, (5) esuk dhele sore tempe, (6) kombak kombuling kahanan, mobah mangkreting donya, (7) nglangeni tai baya, (8) ora grigih wulune salamba, (9) sugih pari angawak-awake, dan andhap asor, (10) tinggal tapak jero. Itulah ajaran yang luar biasa dari Soemitro Djojohadikoesoemo, ayahanda Prabowo Subianto dan juga Noto Mihardjo ayahanda Presiden Jokowi.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H